Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik konstelasi dan arsitektur keamanan internasional yang belum banyak mengalami perubahan sehingga beberapa masalah terkait konflik dan krisis keamanan di beberapa belahan dunia belum bisa teratasi dengan baik.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (ANTARA) |
Padahal di sisi lain muncul negara-negara yang menjadi kekuatan baru yang dapat memberikan pembaruan dalam pendekatan penciptaan perdamaian dan keamanan secara global lebih komprehensif, kata Presiden saat memberikan pidato dalam acara peresmian Strategic Review Forum bekerjasama dengan Foreign Policy Association di Pricewaterhouse Coopers Building, New York, Rabu (26/9) waktu setempat atau Kamis (27/9) waktu Jakarta.
Lebih lanjut Presiden mengatakan kondisi tersebut tidak terjadi di ranah ekonomi global dimana bisa mengakomodasi kekuatan-kekuatan ekonomi baru yang muncul pada abad 21 serta bersama-sama memberikan kontribusi kepada penyelesaian krisis ekonomi global.
"Dalam bidang keamanan, arsitektur keamanan internasional belum banyak berubah. Sistem kerjasama aliansi juga belum berubah banyak. Anggota tetap dewan keamanan PBB pun belum berubah. Dan kita lihat dalam contoh kasus krisis di Suriah, Dewan Keamanan PBB sikapnya terpecah dalam menanggapi permasalahan tersebut," tegasnya.
Presiden menambahkan berkembangnya kekuatan baru dapat mengubah konstelasi di dunia dan setiap perubahan hubungan antar kekuatan membawa konsekuensi.
"Di masa lalu perubahan dan penyesuaian dilakukan setelah terjadi konflik atau peperangan, namun pada abad ke-21 ini, perubahan tidak lagi dilakukan melalui hal itu. Itulah mengapa kita penting memastikan bahwa tumbuhnya negara-negara sebagai kekuatan yang baru dapat mendorong terciptanya perdamaian dan kerjasama antar negara," katanya.
Indonesia sendiri, kata Presiden Yudhoyono, mendorong kawasan Asia dan Asia Tenggara pada khususnya diwarnai oleh hubungan antar negara yang berimbang. Dynamic Equilibirium, katanya, merupakan tindakan dimana negara saling bekerjsama dan berbagai tanggung jawab bersama dalam kerjasama yang dilakukan.
"Ini penting karena hubungan intenasional bukanlah "zero-sum game", itu harus membawa kerjasama yang saling menguntungkan. Itu harus berdasarkan pada kepentingan yang setara dan berbagi tanggung jawab yang sama," kata Presiden.
Bila hal tersebut dapat tercipta dimana antara kekuatan lama dan juga kekuatan baru dapat saling menerima dan bekerjasama, kata Presiden, maka penyelesaian sejumlah masalah keamanan di berbagai kawasan bisa dilakukan dengan baik dan dapat diterima oleh semua pihak.
Hadir dalam acara itu George Soros, Prof. Kishore Mahbubani, Lakhdar Brahimi dan Professor Don Emmerson serta pengamat dan praktisi hubungan internasional lainnya.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar