Kepolisian Republik Indonesia berharap Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring memerintahkan jajarannya memblokir situs internet yang berisi panduan merakit bom. Pasalnya, pelaku teror yang dibekuk polisi akhir-akhir ini belajar membuat bom secara otodidak dari situs internet.
Lima senjata api yang disita dari kawanan perampok Toko Mas Tambora. |
Hal tersebut disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius dalam jumpa pers terkait penangkapan teroris Bekasi di kantornya, Jakarta, Sabtu (16/3/2013).
"Pelaku tidak lagi secara fisik latihan membuat bom. Kominfo bisa diverifikasi, dicek, dan diseleksi dengan baik situs yang menjadi panduan membuat bom itu. Konten yang isinya seperti itu agar tidak tersebar ke masyarakat karena kecenderungannya mereka belajar dari situ," kata Suhardi.
Ia menambahkan, para pelaku teror membuat bom secara otodidak karena operasi mereka kini terdiri dari kelompok-kelompok. Menurutnya, hal itu berbeda dengan para pelaku teror terdahulu yang bergerak jika ada instruksi langsung dari atasan. Pelaku teror sekarang bergerak untuk merencanakan teror karena inisiatif sendiri. Alhasil, pembuatan bom yang mereka lakukan hanya membutuhkan waktu singkat karena ketersediaan panduan di dunia maya.
"Pola terorisme ini tidak direktif dari atasannya, top down, tapi sekarang parsial. Kelompok ini langsung bicara dan memutuskan eksekusi, sudah tidak lagi tunggu perintah dari amir atau pimpinannya. Ini yang perlu diwaspadai," tegasnya.
Selain itu, kata Suhardi, ketersediaan bahan dasar pembuat bom mudah didapat di pasar. Hal tersebut semakin memudahkan akses bagi kelompok teror merencanakan aksinya. Menurutnya, Polri sedang berkonsentrasi pada hal ini dengan penelurusan penjualan bahan pembuat bom.
"Penjualan pupuk yang jadi bahan pembuat bom jadi konsen kami. Kami sedang cari cara reduksi untuk hal ini," terangnya.
Selain itu, menurut Suhardi, buku yang berisi mengenai ajakan teror harus diwaspadai bersama. Informasi dalam buku yang provokatif, kata dia, harus disensor untuk memininalisasi teror. Pihak yang terkait langsung dengan hal itu, yaitu alim ulama dan Kominfo harus berperan aktif memberikan pencerahan terhadap isi buku.
"Contoh, buku yang dipublikasi apakah itu sesuai dengan nilai Pancasila, harusnya pemahamannya seperti itu. Nilai Pancasila harus terintegrasi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, salah satu dari tujuh pelaku perampokan di toko emas di Tambora, Jakarta Barat, yang ditangkap di Bekasi, berinisal M, diketahui terlibat bom Beji yang meledak di Depok, Jawa Barat. Pelaku juga berkaitan dengan perampokan di Bank CIMB, Medan, beberapa waktu lalu.
M ditembak mati polisi karena melawan saat akan diciduk. Selain M, Kodrat alias P dan A juga ditembak mati. Sementara itu, mereka yang ditangkap masing-masing berinisial Togok alias A, H, S, dan Giting. Adapun barang bukti yang disita dari para tersangka, yakni 5 senjata api rakitan, peluru kaliber 9 mm, 34 butir, 14 bom pipa, 2 sepeda motor, dan emas 1 kilogram. (Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar