Publik berhak tahu data anggaran dalam pengadaan dan operasi militer. Selama ini ada anggapan kalau masyarakat mengetahui tentang jumlah batalyon atau pergerakan operasi militer akan mengurangi bobot operasi tersebut. Padahal, kalau publik mengetahui atau diberi tahu tentang informasi tersebut malah dapat membantu dengan memberikan informasi yang dibutuhkan.
(foto : kaskus / gombaljaya) |
"Contohnya dalam operasi keamanan di Poso, pemerintah menganggap dirinya sebagai pihak yang paling tahu sehingga timbul gap atau kesenjangan antara Densus dan masyarakat," kata Direktur Institute for Defence, Security and Peace Studies (IDSPS), Mufti Makaarim, dalam diskusi "Peluncuran Tsawane Principle: Arti Penting bagi Keamanan Nasional dan Akses Informasi di Indonesia", di Jakarta, Rabu (3/7).
Menurut Mufti, bila informasi yang dimiliki Densus dengan yang dimiliki masyarakat di-match-kan akan menuju ke arah yang lebih baik. Untuk itu, buku panduan yang memuat informasi apa saja yang dapat diketahui dan yang dapat dikecualikan oleh publik harus segera dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan. Dengan adanya buku panduan tersebut, tambah Mufti, dapat mempermudah pemerintah dan pencari informasi dalam mengklasifi kasi mana data yang boleh dan tidak boleh diketahui masyarakat. (Eko|KJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar