Letnan Satu Penerbang Rahman Fauzi, 28 tahun, tiba-tiba mendapat tugas baru di kesatuannya, tugas belajar ke Rusia menerbangkan pesawat tempur Sukhoi. Tahun 2012 itu, ia baru saja mengantongi jam terbang 200 jam di pesawat jet tempur F-16 dan masih terdaftar dalam Skuadron III Lanud Iswahyudi, Madiun.
Letnan Satu Penerbang Rahman Fauzi | Detik.com - Hardani Tri Yoga |
Tapi perintah atasan itu pantang ditolak. Ia pun berangkat tanpa sempat ada latihan konversi dari pesawat tempur F-16 ke jet tempur Sukhoi. “Yang pertama kali ke Rusia tanpa pengalaman terbang di Sukhoi saya, kemudian ada adik saya angkatan 2008,” kata Fauzi saat ditemui detikcom di Terminal Haji Selatan, Lanud Halim Perdanakusuma, Sabtu pekan lalu.
“Kebetulan saya memang belum ada jam belajar di Sukhoi dan langsung belajar di Rusia. Saya belum tahu juga kenapa bisa seperti itu, saya hanya pelaksana,” ujar dia menambahkan.
Keheranan sempat melintas di benaknya. Sebab saat itu skema standar untuk jadi pilot Sukhoi harus punya pengalaman jam terbang minimal 350 jam setelah itu melewati masa konversi terlebih dulu di markas Sukhoi di Makassar.
Di Rusia, ia mengaku sempat merasa deg-degan luar biasa. Maklum, jet tempur F-16 buatan Amerika yang selama ini ia pegang tentunya punya spesifikasi yang berbeda dengan Sukhoi buatan Rusia.
“Waktu itu saya terbang malam pertama di Rusia, kan masih pesawat baru, pertama kali terbang malam di tempat yang asing, jadi panik banget. Tapi itu ya normal sih, namanya juga yang pertama, saat itu saya deg-degan tapi tak disangka ternyata bisa,” kata Fauzi mengenang.
Fauzi berlatih bersama Angkatan Udara Negeri Beruang Merah itu selama empat bulan pada Juni–September 2012 dengan sistem 2 bulan teori dan 2 bulan praktik terbang. “Senin–Sabtu teori, lalu kalau terbang empat hari sepekan setiap Senin, Selasa, Kamis, Jumat, satu hari bisa 3-4 kali terbang."
Keahliannya Membom Target Tepat Sasaran
Tak hanya latihan terbang dan membuat formasi, mereka juga dilatih bagaimana bertempur. Menurutnya, ada tiga kategori yang dilatih yakni pakai roket, senjata, dan bom. Ia menambahkan keahliannya membom juga mendapat nilai bagus karena tepat sasaran.
“Kita benar latihan ngebom di tempat untuk menjatuhkan sasaran berupa pesawat dan tank tak dipakai dan ditaruh di lapangan, jadi enggak latihan kering,” ujarnya. Selama di Rusia, Fauzi mengaku hampir tak ada kendala berarti, kecuali cuaca yang sangat ekstrim.
Kebetulan dia di sana pada saat musim panas menuju musim semi dan suhu saat ini bisa mencapai 2 derajat saat udara dingin di musim semi, dan bisa mencapai 40 derajat saat musim panas. “Sementara kita latihannya dari pagi siang malam, kadang jam 1 baru balik sementara besoknya kembali lagi latihan,” ungkapnya menjelaskan.
“Kalau kita naik lebih dari 5.000 kaki, suhu di kokpitnya sudah harus benar-benar dipanasin, di dalam itu ada pengatur suhu.” Lainnya, kata Fauzi, dia justru terbantu dengan visibility yang bagus sebab jarang ada awan dan kabut.
Selesai masa belajar, langsung ditempatkan di Skuadron XI dan makin sering menerbangkan pesawat tempur itu baik dalam latihan maupun saat operasi hingga ia sudah mengantongi jam terbang 500 jam di Sukhoi dan F-16.
Saat di kedua skuadron itu, Fauzi mengaku sudah beberapa kali terlibat dalam misi seperti patroli menjaga pulau-pulau Indonesia. “Kita pernah ke Ambalat patrol, ke Bima, dan juga ke pulau-pulau terluar, itu rutin dilaksanakan tapi ada jangka waktunya sesuai komando,” ujar dia. (Detik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar