Selasa, 03 September 2013

Politik Luar Negeri Bebas Aktif RI Hadapi Kepentingan Strategis Antara Amerika Serikat dan China


Politik luar negeri bebas aktif Indonesia berubah dari waktu ke waktu, menyesuaikan kepentingan nasional, kata pengamat politik dari Metropolitan University Prague, Republik Ceko, Daniel Novotny.

Presiden SBY bersama Sekjen PBB Ban Ki Moon
Presiden SBY bersama Sekjen PBB Ban Ki Moon

"Pelaksanaan prinsip bebas aktif telah dipengaruhi oleh perubahan rezim, para pemimpin Indonesia yang memiliki ide mereka sendiri tentang bagaimana harus ditafsirkan dan diterapkan," katanya pada `Refleksi 65 Tahun Politik Luar Negeri Bebas Aktif` di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, elite politik Indonesia saat ini sedang menghadapi tekanan kompetisi strategis antara Amerika Serikat dan China.


"Namun, Indonesia tetap menjalin hubungan dengan China untuk kerja sama ekonomi. Keadaan itu memerlukan sebuah pengelolaan yang cermat dari hubungan luar negeri Indonesia," katanya.

Sementara Guru Besar Fisipol UGM Yahya Muhaimin mengatakan politik luar negeri Indonesia membutuhkan dukungan stabilitas politik dalam negeri, sedangkan implementasinya bervariasi dan berjalan dinamis.

Menurut dia, Presiden Soekarno yang anti-Barat mengganggap kebijakannya itu politik bebas aktif, sedangkan Presiden Soeharto yang memutuskan hubungan dengan China malah menjalin hubungan baik dengan Barat.

"Memang agak sulit menemukan rumusan yang ideal dalam melaksanakan politik luar negeri bebas aktif, karena pada tataran praktisnya tetap saja berbenturan dengan kepentingan pemimpin negara," katanya. (Antara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar