Jumat, 11 April 2014

Mengenal INFRA RCS, Industri Radar Swasta dalam Negeri


Kemandirian anak bangsa Indonesia dalam membuat alat utama sistem senjata (alutsista) telah banyak menoreh prestasi di dalam maupun luar negeri, seperti pembuatan pesawat, kapal perang, kendaraan tempur, senjata ringan maupun berat. Alutsista-alutsista strategis ini tidak terlepas dari peran BUMN Industri Strategis dan industri swasta lainnya.

Mengenal INFRA RCS, Industri Radar Swasta dalam Negeri
Kemandirian alutsista Indonesia tak terlepas dari peran BUMN Industri Strategis dan industri swasta lainnya.

PT Infra RCS Indonesia adalah salah satu industri strategis swasta yang terlibat dalam memajukan teknologi radar dalam negeri. Beberapa produk perusahaan yang telah berdiri sejak 2009 ini telah dipasang di Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) kelas Van Speijk dan Parchim.
 


"Ada 4 KRI Van Speijk dan 1 Parchim.  Di situ ada radar LPI (Low Probability of Intercept) dia hidup tapi tidak bisa dideteksi oleh musuh, ada ECDIS (Electronic Chart Display and Information System) karena 1 paket dan ada juga ESM (Electronic Support Measures) untuk KRI Yos Sudarso dan KRI OWA," ucap Technical Advisor PT  Infra RCS Indonesia, Dr Mashruri Wahab di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (7/4/2014).

Selain itu saat ini Infra RCS sedang mengembangkan Coastal Radar yang berfungsi untuk mengawasi pesisir pantai dan Warship Electronic Chart Display and Information System (WECDIS). Dalam pengembangan ini, Infra RCS bekerjasama dengan Dislitbang TNI AL sebagai end user.

"Coastal Radar kita kebanyakan dari luar, dan seperti kita ketahui garis pantai kita itu kan panjang. Jadi perlu banyak radar pengawas pantai, jadi wilayah kita banyak lalu lintas kapal asing lalu juga illegal fishing seperti di Maluku dan lain-lain. Tahun ini kita sedang mengetes radar coastal kerjasama dengan Dislitbang AL," ujar pria murah senyum itu.

Di tempat yang sama, Direktur PT Infra RCS Indonesia Wiwiek Sarwi Astuti, mengatakan selain dipasarkan ke TNI AL, radar-radar pabrikannya juga bisa dijual ke kalangan swasta dan pemerintah. Tawaran dari institusi pemerintah juga sudah mulai berdatangan.

"Kita pemasarannya bisa kalangan kecil, swasta dan pemerintah, jadi terbuka ya. Kita rencananya kerjasama dengan asosiasi galangan kapal, tentu untuk dipasang di on-board ya. Kalau untuk coastal rencananya dengan Bakorkamla, Kementerian Perikanan. Pertamina juga berminat untuk pengawasan oil rig-nya," imbuh wanita berkerudung ini.

Untuk masalah harga, Wiwiek menilai, produk buatan perusahaannya lebih kompetitif dibanding radar impor. Selain itu, perusahaannya memberikan pelatihan berkala sampai pihak user mengerti tentang kegunaan radar pabrikannya.

"Secara cost kita sangat kompetitif, seperti kalau beli dari China di kita harganya cuman 50%-nya," tutur Wiwiek.

Meski dengan keterbatasan SDM, PT Infra RCS Indonesia bercita-cita untuk mendukung revitalisasi dan kemandirian bangsa dalam bidang penelitian dan produk radar dalam negeri. Untuk anggaran Research and Development (R&D) awalnya dari hasil patungan dan akhirnya dibantu Ditlitbang TNI AL.

"Untuk Infra ini kan kita punya misi  untuk mendukung kemandirian bangsa dalam produk-produk yang sifatnya strategis.  Jadi produk seperti ini kita usung untuk pelanggan atau end user di Indonesia sehingga kita support lebih baik dan kita berikan pelatihan tentang penggunaan. Kalau lihat produk luar biasanya setelah instalasi lalu ditinggal, itu banyak kita lihat di lapangan itu," katanya.

"Ada (anggaran) dari internal ada juga kerjasama dengan litbang. Kalau coastal ini kita kerjasama dengan litbang TNI AL. Dengan keuntungan sedikit kita akan pakai lagi untuk R&D dan pengembangan varian-varian baru agar kemandirian bangsa dalam teknologi radar bisa setara dengan negara maju. Saat ini fokus 70% untuk radar maritim dan sisanya untuk radar lainnya." (Rizki Gunawan | Liputan6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar