Disampaikan oleh Letnan Jenderal TNI (Purn) Suharto, mantan komandan Korps Marinir ke 12, dalam Seminar Terbatas Global Future Institute (GFI) bertajuk: “Menuju Ketahanan Nasional di bidang Pertahanan, Energi dan Pangan,” Kamis 9 Oktober 2014.
Letnan Jenderal TNI (Purn) Suharto |
Ketahanan atau resillience itu adalah tugas dari semua unsur. Memang ketahanan yang kita butuhkan sekarang ini ketahanan pangan dan energi. Tapi di balik itu kalau kita mau tahu, mungkin yang paling rapuh adalah ketahanan ideologi kita. Ideologi kita sangat rapuh. Semua sudah menuju kepada liberalisme. Tersinggung sedikit kita (main) hajar. Pemuda dengan pemuda berantam. Kampung dengan kampung berantam. Tersinggung berantam. Karena apa ini terjadi? Pengaruh daripada HAM.
Sebetulnya kita punya HAM lebih bagus, yaitu Kemanusian yang Adil dan Beradab. Waktu saya selesai menjabat Dankommar, saya dipanggil oleh Komnas HAM. Waktu Gus Salahudin Wahid. Saya katakan, “Gus saya datang kali ini, tapi berikutnya saya ingin datang bila Komnas HAM ini berubah menjadi Komnas Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ini lebih mulia. Karena disini melekat bukan cuma hak, tetapi melekat juga kewajiban kita. Kewajiban sebagai manusia dan kewajiban kita sebagai bangsa. Jadi HAM kita harus dalam kerangka hak azasi bangsa.” Dan Gus Sholah katakan, “Tidak akan panggil lagi Pak Harto. Saya sudah tahu posisi Anda.”
Sedangkan pada waktu perdebatan calon presiden berlangsung, saya melihatnya agak aneh. Kita sama-sama tau, apalagi yang pernah di Lemhanas. Kalau kita bicara dalam konstalasi politik dan hubungan internasional, memang kita harus berangkat dari tiga unsur, yaitu Geostrategi, Geopolitik dan Geologistik (Geoekonomi).
Dengan mengupas ketiga hal ini, akhirnya kita bisa membuat suatu konstruksi dari perkembangan lingkungan strategik. Baik yang ada di luar, di regional maupun di nasional. Atas dasar itu baru kita tau strategi ini akan olah menjadi seperti apa taktik kita, utamanya dalam menghadapi ancaman. Kemarin saat debat berlangsung saya tidak melihat itu. Baik dari pihak Prabowo apalagi dari pihak Jokowi.
Kemudian saya tanyakan kepada Prabowo, kenapa tidak kupas hal itu. Apa jawaban Prabowo? “Mas, (alasan) saya tidak mengupas (Geostrategi, Geopolitik dan Geologistik) bukan apa-apa. Rakyat di daerah tidak mengerti kalau saya bicara geopolitik. Rakyat tidak mengerti kalau saya bicara geostrategi dan lain-lain. Jadi saya berusaha untuk mendekatkan dengan bahasa rakyat.”
Tapi lebih aneh lagi Jokowi. Tiba-tiba saja dia bicara poros maritim. Apa itu? Saya orang maritim, saya tahu. Luas Indonesia itu satu setengah kali dari Eropa. Padahal Eropa yang hanya dua pertiga dari Indonesia itu diisi oleh 27 negara. Saya berpikir yang dimaksud dengan poros maritim itu apa. Indonesia itu adalah benua maritim, bukan negara maritim. Poros itu opo, saya tidak mengerti. Lebih lagi ketika dia ngomong tol laut. Itu tidak tepat.
Lebih tidak tepat lagi dia bicara soal tank Leopard. Yang lebih lucu Leopard dibandingkan dengan Anoa. Leopard itu main battle tank, sementara Anoa itu panser. Saya nggak mengerti dia mengatakan seperti itu. Tetapi saya tahu siapa yang mengusulkan itu.
Jadi, kalau saya bicara Sishankamrata (Sistem Pertahanan-Keamanan Rakyat Semesta), bukan saya bermaksud membingungkan rakyat, tetapi juga tidak ingin membingungkan Jokowi juga. Akhirnya saya mengambil jalan tengah, dan tidak boleh terkesan mengadili. Begitu kata Prabowo Subianto kepada saya.
Sistem pertahanan kita sebenarnya sistem Hankamrata, yaitu sistem pertahanan rakyat semesta. Jadi kalau kita mau jujur, alutsista kita yang paling utama, bukan lagi kita bicara pada main bettle tank, bicara kapal yang tangguh dan lain-lain. Alutsista yang paling pokok adalah rakyat.
Undang-undang wajib militer itu harus ada. Bukan berarti negara kita akan dijadikan negara militerisme, tidak. Kita ingin menjadikan rakyat kita mempunyai kemampuan membela negara dan mempunyai satu sikap disiplin.
Perlu Membangun Komando Pasukan Pengamanan Perbatasan
Kepada Prabowo ketika itu, saya katakan pertama yang perlu dibuat adalah komando pasukan pengamanan perbatasan. Sepanjang 2010 kilometer itu minimal mempunyai lima divisi. Tentara ini jangan disuruh berkumpul semua di Jakarta. Seharusnya ditempatkan diperbatasan. Rakyatnya diberikan lahan tiap orang diberi tiga hektar, ditanami kelapa sawit disepanjang itu. Ini artinya ada transmigrasi.
Yang dilontarkan Jokowi itu adalah konsep dari kami. Delapan program aksi yang kami buat ketika tahun 2009-2010. Sekarang dilengkapi oleh mereka dan menjadi sembilan program aksi.
Kita mengusulkan harus ada satu kementerian kependudukan. Disitu ada dirjen transmigrasi, disitu ada dirjen TKI, organisasi dan lain-lain. Jawa ini sudah terlalu penuh. Sudah menjadi kota pulau. Ini harus dikeluarkan. Inilah salah satu konsep ketahanan.
Jadi manusia yang ada di Indonesia ini harus kita diversifikasi ke keluar. Berikut juga tentaranya. Sekarang ini kita masih menggunakan konsep Belanda. Konsep Belanda itu dipakai untuk menguasai Indonesia, kuasailah pulau Jawa. Sehingga tentara itu terkonsentrasi di Jawa semua. Padahal semua persoalan pertahanan nasional kita justru terjadi di wilayah peripheral atau pinggiran. Wilayah periferal tidak ada yang ngawal. Kesalahan kita adalah, kekuatan nasional tidak divifersifikasi. Sehingga kekuatan nasional kita tidak menyebar secara merata.
Jokowi pernah bicara tentang drone. Drone itu cuma mampu terbang selama empat jam. Drone itu hakekatnya hanya sebuah pesawat tempur, jadi tidak cocok untuk didayagunakan di medang peperangan. Sebagai pesawat tempur, Kalau Drone itu hanya bisa mengambang empat jam. Setelah itu, harus diganti lagi, daya jangkaunya terbatas. Jadi untuk memperkuat pertahanan nasional kita, bukan itu sebenarnya yang kita perlukan.
Yang betul itu seharusnya kita harus punya satelit untuk pengawasan. Di ABRI dulu, di setiap pos-pos komando besar ada yang namanya SBK (Satelit Bumi Kecil). Kita bisa langsung mengetahui bila ada pencuri ikan dari mana saja. Dan itu cukup dipantau dalam satu malam oleh empat sampai lima orang saja. Bukan pakai Drone.
Sayangnya satelit Palapa itu dulu dijual oleh Megawati ketika masih menjadi presiden. Tadi pak Dirgo D Purbo katakan kapal tanker yang ke Indonesia dikawal oleh tentara Srilangka. Saya Cuma mikir, itu kapal siapa? Soalnya tanker itu juga dijual oleh Megawati. Saya tidak tahu. Bukan saya anti Megawati. Saya Nasionalis, saya pengikut ajaran bapaknya, Bung Karno. Sebagai nasionalis yang sedjati, seharusnya kita mempunyai konsep seperti beliau.
Sistem Bernegara Harus Dibenahi dari Atas
Ketahanan kita luntur karena sistem bernegara kita hancur. MPR kita dibuat sebanci-bancinya. Sehingga MPR harus membuat GBHN. GBHN harus dikerjakan oleh mandataris. Sekarang ini tidak. Presiden punya rencana, kerjakan sendiri dan pertanggungjawabkan sendiri. Ini yang disebut tirani. Harusnya tidak seperti itu.
Sama juga kalau kita lihat Pertamina. Pertamina kita lemahkan, kita lepas BP Migas. Saya tidak tahu gimana. Akhirnya media dikuasai para pengelolanya yang berorientasi komersial, sehinga media kita dikuasai orang lain, akhirnya selesailah kita semua.
Kita punya ketahanan dipreteli. Pernah angkatan laut di Banyuwangi membuat kapal laut, yang tidak bisa dipantau dari atas. Tetapi kemudian dibom. Seratus persen saya tahu itu. Saya tahu siapa yang punya ide membomnya.
Ketika saya masih memimpin Komandan Korps Marinir, saya tahu ini adalah kesatuan yang paling Sukarnois. Ora dibandhani opo-opo (Tidak pernah diberi anggaran yang cukup memadai untuk memperkuat dirinya) dari mulai kemerdekaan sampai sekarang. Tank saya itu adalah tank buatan tahun 1958-1960. Supaya 700 tank jalan waktu itu, saya utus perwira ke Belanda, ke tempat rongsokan bekas perang dunia ke dua untuk mencari spare part.
Ketahanan kita sangat kurang. Sehingga kita bisa dilecehkan Malaysia. Kalau ditanya apa yang dipakai untuk pertahanan, saya tidak mau membeli barang yang mahal semua, seperti Scorpion, Leopard, Shukoi. Saya cukup beli Surface to Surface Missile (SSM). Pasang di sepanjang pantai timur Sumatera. SSM kita beli aja. Kalau tidak boleh beli dari Cina, beli dari Rusia. Masih tetap saja tidak boleh, kita bisa beli dari Ukraina. Bila perlu beli dari Korea Utara yang punya kemampuan 300 sampai 400 kilometer. Murah kok itu. Untuk apa harus beli mahal-mahal.
Sekarang ini yang harus dibenahi adalah sistem bernegara dari atas. Jadi sistem bernegara kita harus kita tempatkan rakyat setinggi-tingginya. MPR jangan seperti pemilihan ketua beberapa waktu yang lalu, saya malu.
MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi. Untuk bisa menghapus undang-undang pro asing itu, harus kita kembali kepada undang-undang 1945. Dan kita kembali berdayakan MPR.
Pertamina supaya dijadikan betul-betul perusahaan negara, harus kembali pada Pasal 33 UUD 1945. Itu baru bisa kita menjadi berdaulat. Kembali menjadi jati diri kita sendiri. Harus berani, kalau tidak sudah terus kita dikerjain.
Pertahanan dan ketahanan kita harus kembali kepada konsep dasar kita, yaitu Hankamrata. Dimana sebetulnya pertahanan ini adalah kewajiban daripada seluruh rakyat Indonesia. Jangan kita cepat sekali terpengaruh, misalnya shukoi lebih baik atau F16 lebih baik. Tidak usah.
Shukoi, F16 dan F15 tidak pernah bisa mengalahkan Vietnam. Tidak pernah bisa mengalahkan Iran. Tidak pernah bisa mengalahkan Venezuela. Karena ketiga negara itu bukan kekuatan alutsista seperti itu yang diutamakan, tetapi yang diutamakan adalah disiplin rakyatnya.
Bicara pertahanan negara, kita harus kembali kepada pertahanan hati kita. Kita melihat banyak pemimpin kita berbohong. Padahal seharusnya tidak seperti itu. Pemimpin boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong. Kalau salah itu manusiawi.
Kalau pemimpin kita berbohong, kita tidak perlu memikirkan alutista, tidak perlu bicara pertahanan. Sepuluh tahun lagi negara kita ambruk dengan sendirinya.
Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh Pak Dirgo, terkait food and energy. Kemudian juga paparan terkait dengan 3G. Memang ini konsep umum kita.
Kita harus mengetahui bahwasannya tahun 1945 sampai dengan 1975, itu adalah era Atlantik. Di tahun itu semua negara di sekitar Atlantik menjadi negara yang makmur. Tahun 1975 sampai dengan 2005, itu era Pasifik. Semua negara di sekitar Pasifik makmur, kecuali Indonesia. Tahun 2005 sampai 2025, itu adalah era lautan Hindia. Harusnya Indonesia ikut makmur. Apabila kita mendapatkan jati diri bangsa dan apabila kita mendapatkan kepercayaan, bahwa bangsa kita mampu untuk berdiri sendiri.
Oleh karenanya di bidang pertahanan, saya pertama-tama hanya ingin berbicara masalah bagaimana kita membangun manusianya. Bukan persenjataannya. Jadi manusia yang mengawasi persenjataan. (GFI)
yang lebih penting lagi uang rupiah mesti nya menguat terhadap uang asing $£€ jadi seakan kita kurang cinta tanah air kita, yaitu indonesia. seola kita bangsa indonesia seperti pekerja keras di ikat rantai yang selalu menyetujui kebijakan uang asing, sebenernya indonesia sudah bisa mandiri karena pintar , berpendidikan rata rata sekolah dari tk,sd,smp,sma, mahasiswa ,17 tahun tutut ilmu. harus nya bisa jadi tuan orang asing kecuali orang indonesia.
BalasHapusketahanan pangan hrs dibuat dan dilaksanakan di wujudkan krn kita bangsa yg melimpah ruah, klw semua potensi tidakj dilakukan kita makan apa nanti nya...import truss, lama2 kita bisa embargo pangan dr negara lain..bukan senjata sj beras jg..ketahan ideologi, klw kita sdh merasa sbg bangsa indonesia tertanam rasa memiliki dlm jiwa rasa nasionalis NKRI tdk ada dikotomi non pri atw pri, kita sebagai bangsa indonesia satu, marilah kita gali bumi pertiwi ini untuk kemakmuran bersama, bkn untuk segelintir orang atw kepentingan pihak asing...he he.
BalasHapusknpa SDA banyak tp milik asing? knpa potensi SDM bagus tp bnyak anak putus sekolah dg alasan gak kuat bayar/mahal, padahal gedung,buku,dan gaji guru sdh dibiayai negara?? knpa kebijakan kita selalu sejalan dg kepentingan asing tetapi berlawanan/berseberangan dg kepentingan nasional?? siapa pembuat kebijakan dan undang2??? mereka diantaranya...presiden...DPR/DPRD/MPR....semuanya produk PARTAI POLITIK kan....! masalahnya sudah baguskan sistem rekrutmen calon dari partai itu...ato jngan2 partai itu tak lain wahana/kepanjangan tangan tak nampak dari negara asing....mengingat banyak isu berseliweran modal partai itu disokong asing...mski trselubung tentunya..
BalasHapus