Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) memiliki segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mendukung konsep tol laut yang digagasnya.
Di antaranya membenahi infrastruktur, memperkuat pertahanan laut dan memperbaiki birokrasi.
Tol laut merupakan salah satu konsep atau gagasan Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi saat kampanye pilpres lalu |
Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak cukup dibangun hanya dengan kurun waktu lima tahun.
Untuk itu, ada banyak hal yang harus dilakukan pemerintahan baru nanti, pertama dari segi visi, roadmap, anggaran yang besar, dan instansi yang perlu dibentuk serta pelibatan masyarakat.
"Kemudian problem yang selama ini terjadi, karena bukan kali ini saja kita bermasalah dalam hal maritim. Lalu kemudian masalah pertahanan agar tidak ada masalah yang masuk dari luar. Sebetulnya banyak sekali yang harus dibenahi," tutur Hikmahanto.
Menurut dia, untuk mendukung kebijakan tol laut, diplomasi laut harus diperkuat. Hal itu untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan yang muncul.
Dia mencontohkan, Malaysia sebagai negara yang berbatasan langsung sudah meratifikasi konvensi laut 1982. Namun, ketika ada masalah kelautan dengan Indonesia, negeri jiran itu selalu menggunakan peta yang dibuatnya pada 1979.
"Ini tidak konsisten karena mereka sudah ada ratifikasi konvensi laut 1982. Mereka enggak rela kalau lautnya berkurang," katanya.
Menurut dia, diplomasi luar negeri thousand friends, zero enemy kurang efektif karena membatasi Indonesia dalam bersikap tegas seperti dalam kasus pembangunan mercusuar di daerah Tanjung Datu, Kalimantan Barat dan masuknya kapal orange yang mengangkut imigran.
Kemudian, dari sisi pertahanan juga harus diperkuat sebab kapal perang yang dimiliki Indonesia masih terbatas, bahkan sampai saat ini belum bisa mengamankan nelayan sendiri.
Belum lagi banyaknya aturan yang tumpang tindih dan oknum aparat yang bermain.Hal lain yang harus dipersiapkan, kata Hikmahanto, adalah bagaimana merubah orientasi masyarakat terutama pelaku usaha untuk menggunakan laut bukan jalan sebagai alat transportasi.
"Menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia maka diperlukan anggaran yang besar dan sebagainya," ucapnya. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar