CERITA perang selalu bicara tentang penderitaan dan kepahlawanan. Cerita Teruo Nakamura, tentara Jepang yang bertugas di Kepulauan Morotai, Kepulauan Maluku Utara, Indonesia, mungkin masuk dalam keduanya.
Nakamura saat ditangkap tentara TNI AU |
Nakamaru yang lahir di Taiwan (saat itu Taiwan merupakan wilayah jajahan Jepang), pada 8 Oktober 1919, terkena wajib militer dan menjadi bagian dari Unit Sukarela Takasago Angkatan Darat Kekaisaran Jepang tahun 1943.
Dia ditempatkan di Pulau Morotai, Indonesia, tahun 1944. Pada tahun itu, tepatnya bulan September 1944, pasukan sekutu yang terdiri dari tentara Amerika Serikat dan Australia menyerang Morotai, pada tahun 1945.
Serangan sekutu itu menghancurkan kekuatan Jepang di Pulau Morotai. Dalam serangan itu, Nakamaru dinyatakan tewas oleh Kekaisaran Jepang. Kabar kematiannya diumumkan pada bulan Maret 1945, karena jejaknya tak pernah ditemukan.
Bahkan setelah beberapa tentara dari kelompoknya ditemukan di hutan tahun 1950, Nakamaru masih tetap tidak diketahui rimbanya. Keberadaannya baru terungkap setelah seorang warga Morotai yang sedang berburu babi melihatnya di hutan.
Melalui warga itu jugalah diketahui bagai mana kehidupan Nakamaru selama di hutan. Dia dikabarkan tinggal di dalam gubuk seluas 2×2 meter yang terbuat dari kayu, dan beratap rumbia. Di gubuk itu ditemukan tumpukan kayu yang sudah melengkung.
Kayu itu melengkung karena dijadikan tempat tidur, dan rencananya akan digunakan membakar dirinya sendiri, jika suatu saat dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa di dalam hutan. Di langit-langit gubuknya, ditemukan satu buah senjata bekas perang.
Senjata itu sangat terawat, dan masih bisa digunakan. Di lantai gubuknya, dia menyimpan 14 peluru aktif. Di dalam gubuk itu juga ditemukan satu botol besar yang berisi minyak babi untuk merawat senjata, dan bumbu makanan.
Sedangkan di kompleks gubuk itu, Nakamura menanam berbagai macam tanaman umbi-umbian, seperti ubi dan singkong. Dia juga membangun pagar kayu untuk melindungi gubug dan pekarangannya dari binatang buas, dan pendatang dari luar.
Nakamura berhasil dibujuk keluar setelah tim gabungan yang terdiri dari tentara Indonesia, dan pihak Kedutaan Jepang menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, pada 18 Desember 1974. Saat mendengar itu, Nakamaru berdiri tegap hormat.
Pada saat itulah, Nakamura disergap tim dan ditodongkan senjata. Tanpa perlawanan, tentara Jepang terakhir di Indonesia itu menyerah. Dia lalu digiring ke Rumah Sakit (RS) Pelni, Jakarta, untuk menjalani perawatan.
Setelah dinyatakan sehat, Nakamura kembali ke Taiwan, tanpa singgah terlebih dahulu ke Jepang. Dia meninggal karena menderita kanker paru-paru lima tahun kemudian, di Taiwan, 15 Juni 1979. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar