Jumat, 26 Desember 2014

Menanti Perkembangan Rudal Indonesia


Jika terjadi perang berlarut dengan Indonesia, bisa jadi seluruh pesawat tempur mau pun kapal perang Indonesia akan rontok atau grounded, akibat kehabisan amunisi (rudal). Tidak ada lagi rudal yang bisa ditembakkan oleh pesawat tempur dan kapal perang, karena sudah habis ditembakkan. Alhasil pesawat tempur dan kapal perang Indonesia hanya akan menggandakan senjata mesin dan meriamnya saja, yang memiliki jangkauan terbatas. Dengan demikian, cerita akhir dari peperangan ini bisa ditebak.

Menanti Perkembangan Rudal Indonesia
Uji Coba Roket Rhan 122

Perang antara Argentina dengan Inggris mungkin bisa dijadikan pelajaran. Di awal perang, Argentina masih bisa mengimbagi kekuatan tempur Inggris. Namun seiring berjalannya waktu, Argentina pun mulai keteteran, terutama soal rudal yang bisa diusung oleh pesawat tempur mereka. Saat itu, rudal anti kapal permukaan tinggal dua. Argentina pun harus bisa memanfaatkan sisa rudal ini dengan sebaik-baiknya. Dengan mengorbankan, sejumlah pesawat tempur, untuk memancing radar, pesawat dan radar musuh, Argentina melakukan serangan terakhirnya. Serangan itu berhasil menenggelamkan kapal Inggris, namun akhir cerita perang bisa dibaca. Pesawat tempur dan kapal perang Argentina akhirnya mangkrak, karena tidak lagi punya rudal.


Berbicara soal militer dan peperangan, intinya hanya satu, berapa banyak anda memiliki amunisi. Cara menghitung kekuatan kapal perang juga sama, berapa banyak kapal perang itu mampu memuat persenjataan. Semakin banyak rudal yang bisa dibawa kapal, semakin besar potensinya dalam peperangan.

Inti dari peperangan adalah, seberapa banyak pihak yang berkonflik bisa menembakkan peluru dan rudal. Semakin banyak yang bisa ditembakkan, semakin besar harapan untuk menang, dan sebaliknya.

Syukurlah kini Pindad telah memproduksi berbagai amunisi untuk alutsista TNI, mulai dari amunisi senjata, roket hingga mortir. Amunisi ini menjadi modal, untuk peperangan darat. Bagaimana dengan matra laut dan udara ?. Kedua matra ini memiliki spesifikasi amunisi yang berbeda untuk efektivitas pertempuran. Mereka membutuhkan rudal dan negara kita belum bisa memproduksinya, alias masih mengandalkan Impor. Masalahnya, seberapa banyak rudal ini bisa kita Impor. Pada faktanya tidak banyak (data SIPRI). Kalaulah terjadi perang, apakah amunisi Impor itu bisa dipesan ?. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, tentu akan kesulitan. Justru bisa sebaliknya, rudal-rudal yang sudah dipesan, malah tidak dikirimkan. Kasus seperti ini menimpa Iran dengan S-300 nya dan Argentina dengan Exocet.

Di Pemerintahan yang baru ini, ramai kita dengar hiruk pikuk pembangunan Poros Maritim. Tentu hal itu baik, agar kita tidak lagi memunggungi lautan. Pesawat Amfibi pun akan dibeli untuk penguatan Poros Maritim. Syukurlah.

Selain itu, hal yang ramai didengar adalah pembangunan UAV/Drone. BPPT dan Lapan pun, sibuk menggenjot pengembangan UAV/Drone mereka.

Namun bagaimana dengan pengembangan Roket dan Rudal Indonesia, yang sudah dikembangkan pemerintah SBY . Beritanya tidak terdengar lagi. Padahal dalam peperangan, modal utama pertempuran adalah amunisi.

Jika terjadi perang bisa jadi roket R-HAN mobile akan unggul ketika mulai terjadi pertempuran darat. MLRS Astros 2 yang dibeli dari Brasil, akan mangkrak karena kehabisan peluru. Akan lucu kalau alutsista yang mahal mahal dibeli, tapi tidak terpakai.

Kalau Indonesia ingin kuat dan disegani negara lain, bangunlah secara serius proyek rudal dan roket. Ujung-ujungnya dalam suatu peperangan modern adalah, seberapa banyak rudal dan roket yang bisa anda tembakkan. (JKGR)

1 komentar:

  1. Roket lapan progresnya amat sangat lamban. Pemerintah tidak serius padahal nilainya amat sangat strategis. kalau ahli2 lapan tdk mampu..ya jalin kerjasama dengan Iran, pakistan, korut atau negara lain yang mau berbagi ilmu. saya pribadi sangat menunggu-menunggu apalagi roket pengorbit satelit.

    BalasHapus