Sudah terhitung puluhan tahun kawasan Ambalat yang berlokasi di Selat Makassar menjadi sengketa antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Blok laut seluas lebih dari 15 ribu kilometer persegi yang diprediksi mengandung kekayaan minyak bumi itu hingga kini masih terus menjadi rebutan kedua negara.
Prajurit berada di atas KRI Sutanto-377 pada patroli rutin. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi) |
Pemerintah Indonesia dituntut untuk terus mempertahankan eksistensinya di kawasan Ambalat agar blok laut itu tidak dicaplok oleh Malaysia. Menurut pengamat pertahanan nasional dari Universitas Indonesia Edy Prasetyono, setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan Indonesia agar Blok Ambalat tak lepas.
Pertama, kata Edy, dari kacamata diplomasi pemerintah Indonesia harus lebih tegas dalam melakukan negosiasi berdasarkan prinsip-prinsip internasional. “Jangan beri kesan kita lemah dalam berdiplomasi, dan Indonesia jangan mau mengalah,” ucap Edy kepada CNN Indonesia, Rabu (17/6).
Edy menyatakan, pemerintah Indonesia dalam memandang wilayah yang menjadi sengketa harus berpikiran secara jangka panjang. “Ingat kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan, semula status quo tapi Malaysia membangun terus,” ujar Edy. “Begitu juga Timor Timur yang lepas dari Indonesia karena salah langkah dari pemerintah, tergesa-gesa,” lanjut dia.
Cara lain dalam berjuang memperebutkan wilayah yang bersengketa, khususnya Ambalat, Indonesia harus membangun kekuatan pertahanan di semua lokasi yang menjadi sengketa, mulai perairan Sulawesi, Sabang, Natuna, dan lainnya.
“Kalau mereka (asing) melanggar, kita balas dengan melakukan tindakan yang sama. Kalau pesawat mereka melewati batas wilayah, kita juga begitu,” kata Ketua Program Studi Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional FISIP UI ini.
Jadi, tegas Edy, kekuatan diplomasi Indonesia harus ditunjang dengan kekuatan secara nyata di lapangan dengan membangun pertahanan di lokasi-lokasi yang rawan dan strategis.
Edy menekankan pentingnya Indonesia memiliki daya tahan yang panjang dan lama untuk tetap bertahan pada posisi yang dianggap benar meskipun memakan waktu yang lama. “Poin pentingnya itu karena setiap persoalan sengketa wilayah pasti butuh wktu yang lama,” tuturnya. “Pengecualian memang (sengketa wilayah), ratusan tahun tidak apa-apa, yang penting pemerintah punya komitmen dan konsisten.”
Tak cukup hanya itu, Edy menambahkan, pemerintah juga harus menggalang partisipasi seluruh masyarakat, termasuk kalangan internasional, yang didasari dengan argumentasi yang kuat bahwa wilayah tersebut milik Indonesia. “Bisa melalui seminar-seminar dan media sosial,” ucap Edy yang pernah menjadi pengamat pertahanan di Centre of Strategic International Studies itu.
Adu kuat dan adu ketahanan juga dibenarkan Tentara Nasional Indonesia sebagai ujung tombak penjaga wilayah-wilayah terluar Indonesia, termasuk yang bersengketa. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya menyatakan Ambalat selalu dalam pengawasan TNI.
“Patroli Malaysia menjaga di bagian yang menjadi teritorialnya, yang dekat dengan kawasan Ambalat. Begitu pun patroli Indonesia selalu menjaga wilayah perairan Ambalat,” tutur Fuad kepada CNN Indonesia, Kamis (18/6).
Fuad menegaskan, patroli dilakukan khususnya oleh TNI AL dan AU dengan ditunjang peralatan tempur.
Fuad meluruskan adanya anggapan banhwa Indonesia dan Malaysia membuat kesepakatan untuk tidak menempatkan prajuritnya di Ambalat. “Saya perlu jelaskan, Ambalat itu bentuk perairan semua, bukan pulau seperti Sipadan dan Ligitan. Di Ambalat ada daratannya sedikit yang tertutupi air laut dan itu yang untuk mercusuar, menaranya di situ,” ujarnya.
Jadi, kata Fuad, dengan kondisi geografis yang demikian tidak mungkin menempatkan prajurit untuk menjadi penghuni di Ambalat. “Selama ini melalui patroli rutin,” ucap Fuad.
Sumber : CNN Indonesia
kalau unboxing pasti nya indonesia yang besar dan kuat, sistem gps, 4g, internet sudah di kuasahi indonesia.
BalasHapus