Indonesia dan China kembali bersitegang. Kapal perang Repulik Indonesia (KRI) milik TNI Angkatan Laut melepas rentetan tembakan peringatan di perairan Natuna, Laut China Selatan, yang salah satunya diklaim China mengenai kapal nelayan mereka.
Negeri Tirai Bambu meradang, melayangkan protes ke pemerintah RI. Indonesia bergeming, menyatakan China melanggar kedaulatan wilayah Indonesia dengan memasuki perairan Natuna. China tak mau disalahkan, menyebut lokasi insiden berada di zona perikanan tradisional mereka.
Konflik maritim kedua negara bukan hanya sekali terjadi di perairan Natuna. Sementara China menyebut sebagian wilayah itu sebagai traditional fishing ground mereka, sesungguhnya kawasan tersebut bisa dibilang “battle ground” antara Indonesia dan China.
Sepanjang 2016, sedikitnya tiga kali insiden terjadi di Natuna antara dua negara. Terbaru ialah Jumat pekan lalu, 17 Juni, saat KRI Imam Bonjol-383 yang sedang berpatroli di perairan itu menerima laporan intai udara yang menyebut ada 12 kapal asing sedang mencuri ikan di perairan Natuna.
KRI Imam Bonjol mendekati selusin kapal asing tersebut, namun kapal-kapal itu kabur. Melihat target melarikan diri, TNI AL tak tinggal diam, segera mengerahkan empat kapal perang untuk memburu.
Keempat kapal perang disebar, memencar. Mereka, melalui radio komunikasi dan pengeras suara, memerintahkan kepada seluruh kapal ikan asing yang dikejar untuk berhenti dan mematikan mesin.
“Namun permintaan tersebut diabaikan. Kapal ikan asing malah menambah kecepatan,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam rapat dengan Komisi I Bidang Pertahanan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, kemarin sore.
Respons kapal-kapal asing yang tak mau menyerah itu membuat geram TNI AL. Perburuan berlangsung berjam-jam, dan akhirnya KRI Imam Bonjol melepas tembakan peringatan ke udara dan laut.
Dari rentetan tembakan peringatan itu, satu mengenai kapal berbendera China. Retno mengatakan tembakan itu sesuai prosedur. Hal sama juga dikatakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, hingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Seluruh unsur pemerintah Indonesia kompak bersuara: Indonesia tak bersalah. Presiden Jokowi bahkan menggertak. Ia berkata, kedaulatan harga mati dan harus terus dipertahankan. Tentunya, imbuh sang Presiden melalui juru bicaranya Johan Budi Sapto Prabowo, dengan menjaga hubungan baik dengan seluruh negara, termasuk China.
Lokasi penangkapan kapal China oleh KRI Imam Bonjol di perairan Natuna |
Perburuan dramatis
Dua bulan lalu, Jumat 27 Mei, insiden juga terjadi antara Indonesia dan China di Natuna. Kala itu kejar-kejaran terjadi antara KRI Oswald Siahaan-354 dengan kapal Gui Bei Yu. Penangkapan kapal China yang disebut mencuri ikan itu akhirnya berlangsung dramatis.
Kapal Gui Bei Yu diduga Indonesia sudah kerap mencuri ikan di perairan Indonesia. Insiden bermula siang hari saat KRI Oswald Siahaan berpatroli di perairan Natuna. Radar kapal perang jenis fregat itu menangkap pergerakan kapal asing.
Komandan KRI Oswald Siahaan lantas memerintahkan perwira kapalnya mendekati kapal asing itu. Pada jarak enam mil laut dari kapal sasaran, terdeteksi kapal itu ialah kapal ikan berbendera China bernama Gui Bei Yu.
Ketika jarak KRI Oswald Siahaan dan Gui Bei Yu makin dekat, lima mil laut, kapal ikan China itu menyadari kehadiran kapal perang TNI AL tersebut dan segera mengubah haluan dan menambah kecepatan.
Komandan KRI Oswald Siahaan langsung memasang status “peran tempur bahaya umum” dan memburu Gui Bei Yu. Oswald mengeluarkan peringatan kepada Gui Bei Yu melalui kontak radio dan pengeras suara, sebelum akhirnya melepas tembakan peringatan ke udara dan kanan-kiri kapal sasaran.
Menerima rentetan tembakan, Gui Bei Yu tak mau menyerah. Kapal itu bermanuver dengan melakukan gerak zig-zag, membuat KRI Oswald Siahaan melakukan tindakan paling keras, yakni menembak anjungan Gui Bei Yu.
Penangkapan terhadap Gui Bei Yu berlangsung kian dramatis karena diawasi oleh kapal polisi laut (coast guard) China.
KRI Oswald Siahaan yang menangkap Kapal Gui Bei Yu asal China di perairan Natuna |
Panglima Komando Armada Maritim Barat Laksamana Muda Achmad mengatakan, Gui Bei Yu ditangkap karena memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia. Hasil pemeriksaan dokumen kapal memperkuat dugaan Gui Bei Yu mencuri ikan. Di dalam kapal juga ditemukan ikan segar yang identik dengan ikan perairan Natuna.
Kala itu pemerintah China pun menyampaikan protes kepada Indonesia. Menurut China, negaranya dan Indonesia memiliki sudut pandang berbeda mengenai perairan di mana insiden terjadi.
Soal “sudut pandang berbeda” yang disebut China itu, menurut eks diplomat dan pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal yang pernah mewakili Indonesia di Perserikatan Bangsa-bangsa, tak pernah dijelaskan secara gamblang oleh China.
Indonesia juga protes
Insiden tak kalah dramatis antara Indonesia dan China di Natuna terjadi pada 19 Maret. Saat itu Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Perikanan dan Kelautan menangkap Kapal Kway Fey berbendera China yang diduga mencuri ikan.
Namun saat otoritas Indonesia hendak menahan delapan anak buah kapal Kway Fey, muncul kapal penjaga perbatasan atau coast guard China. Kapal itu melakukan intervensi dengan menabrak Kway Fey.
Armada Kapal Pengawas Hiu milik Kementerian Kelautan dan Perikanan ikut diterjunkan berpatroli di perairan Natuna |
Pemerintah Indonesia pun berang. Nota protes dilayangkan ke pemerintah China terkait pelanggaran atas kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia, serta pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di zona ekonomi eksklusif dan di landas kontinen Indonesia.
Pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang berjarak 200 mil laut dari garis pangkal, Indonesia berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti saat itu bahkan mengancam maju ke Pengadilan Hukum Laut Internasional apabila China berkeras mengklaim perairan Natuna masuk ke dalam zona tradisional perikanan mereka.
Ketegangan Indonesia-China saat itu berhasil diredam. Pemerintah China menyambangi Indonesia, dan Menko Luhut melakukan kunjungan balasan ke China.
Sepulangnya dari China, Luhut menyatakan kedua negara sepakat untuk lebih menahan diri menyikapi insiden perikanan, dan menjalin kerja sama dalam hal penangkapan dan pembuatan pabrik ikan.
Kini menanggapi kemelut terbaru antara Indonesia dan China, Luhut membentuk tim pakar untuk mencari solusi. Pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal diberi tugas memimpin tim tersebut.
Apa yang diinginkan pemerintah Indonesia, menurut Luhut, ialah menjaga hubungan baik dengan China tanpa merusak kedaulatan negara. (CNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar