Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Jumat, 24 Juni 2016
Prioritaskan Berantas Korupsi, Komjen Tito wajib contoh Kapolri Jenderal Hoegeng
Komjen Pol Tito Karnavian menjalani fit and proper test sebagai calon Kapolri di Komisi III DPR, kemarin. Visi misi dan program yang dimilikinya jika memimpin Polri pun dipaparkannya kepada para anggota Dewan.
Salah satunya adalah soal korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Komjen Tito menyatakan, salah satu program prioritas yang dimilikinya adalah antikorupsi.
"Kelima, membudayakan perilaku antikorupsi bagi setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia," kata Komjen Tito dalam fit and proper test calon Kapolri di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (23/6) kemarin.
Komjen Tito berjanji akan berusaha menghilangkan korupsi di internal Polri. Salah satu caranya adalah dengan membentuk tim antikorupsi internal di tubuh Polri.
Selain itu, Komjen Tito juga nantinya akan mendorong para pejabat di Polri melaporkan harta kekayaannya kepada pengawas internal Polri.
"Kita juga akan mengoptimalkan whistle blower sistem, serta peraturan Kapolri mengenai bisnis anggota Polri," kata Tito.
Seperti diketahui, wajah Polri di mata publik selama ini dinilai buruk karena ulah korup sejumlah anggotanya. Sebut saja kasus korupsi yang paling disorot, yakni korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri yang menjerat Kepala Korlantas Irjen Pol Djoko Susilo dan wakilnya Brigjen (Pol) Didik Purnomo.
Bahkan mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berujar, di Indonesia hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Nama Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso memang tak bisa dilepaskan dari image polisi jujur di Indonesia.
Jenderal Hoegeng menjabat Kapolri dari 1968 hingga 1971. Ada segudang cerita soal kejujuran jenderal polisi yang satu ini. Tak cukup rasanya jika dituliskan semuanya di sini.
Di eranya, Jenderal Hoegeng konsisten memberantas korupsi, penyelundupan dan tindak kriminal. Hoegeng tak takut pada backing aparat dan pejabat busuk bermental korup.
Jenderal Hoegeng pernah mengusir pengusaha yang berusaha menyuapnya. Saat itu, Jenderal Hoegeng baru saja menjabat sebagai Kapolri. Seorang pengusaha menemui Jenderal Hoegeng di kantornya dengan membawa tas berisi uang.
Selang berapa lama, pengusaha itu terbirit-birit keluar dari ruangan Jenderal Hoegeng. Sang jenderal marah dan mengusir si pengusaha yang berusaha menyuapnya dengan uang satu tas itu.
Tak cuma itu, Jenderal Hoegeng juga pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Perempuan itu berusaha mengajak 'damai' dan meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.
Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Namun semua itu ditolak mentah-mentah dan langsung dikembalikan oleh Hoegeng.
Jenderal Hoegeng juga melarang anaknya yang bernama Aditya Hoegeng masuk Akabri untuk menjadi polisi. Alasannya, Jenderal Hoegeng tak mau keluarga mendapat kemudahan karena jabatan Kapolri yang dijabatnya saat itu. Alhasil, meski Hoegeng pernah menjabat Kapolri, tak satu pun di keluarganya yang menjadi polisi
Jenderal Hoegeng juga keras mengusut kasus penyelundupan ratusan mobil mewah seperti Roll Royce, Jaguar, Alfa Romeo, BMW, Mercedes Benz dan lain-lain, ke Indonesia, yang dilakukan Robby Tjahjadi. Kasus itu sangat fenomenal pada akhir periode 1960-an sampai awal 1970-an.
Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Meski diduga ada keterlibatan kroni keluarga Cendana dalam kasus ini, Jenderal Hoegeng tak gentar menangganinya.
Jenderal Hoegeng juga keras menggusut kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta. Padahal anak seorang pejabat dan seorang anak Pahlawan Revolusi diduga ikut menjadi pelakunya.
Proses di pengadilan berjalan penuh rekayasa. Sumarijem yang menjadi korban malah menjadi tersangka. Hoegeng bertekad mengusut tuntas kasus ini. Dia siap menindak tegas para pelakunya walau dibekingi pejabat.
Ironisnya, saat dicopot Presiden Soeharto dari jabatan Kapolri pada 2 Oktober 1971, Jenderal Hoegeng tak memiliki rumah dan kendaraan. Hal yang jarang ditemui dari pejabat saat ini.
Jenderal Hoegeng pun kaget mengetahui banyak polisi yang punya uang banyak sampai-sampai mampu membeli rumah di Kemang. Saking bingungnya, Jenderal Hoegeng sampai menulis memo buat Kapolri saat itu yakni Jenderal Pol Widodo Budidarmo. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1977.
"Wid, sekarang ini kok polisi sudah kaya-kaya. Sampai-sampai sudah ada yang punya rumah di Kemang, dari mana duitnya itu?" tulis Jenderal Hoegeng. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar