Kamis, 04 Oktober 2012

Kelebihan Super Cobra dibanding Apache


Kini, Kementerian Pertahanan tengah menimbang-nimbang helikopter serang mana yang sebaiknya dipilih? AH-64 Apache, UH-1Z Super Cobra atau UH-60 Blackhawk. Percaya atau tidak, skenario menimbang-nimbang ini juga dilakukan Marinir AS – penggunan utama heli ini di AS yang sadar akan keterbatasan anggaran. Dan, pilihan ternyata jatuh pada AH-1Z. Kenapa? Bukan saja, karena harganya lebih murah, tapi ada sejumlah pertimbangan teknis sehingga mereka memilih Super Cobra.

UH-1Z Super Cobra
UH-1Z Super Cobra (foto : angkasa.co.id)

Meski helikopter ini akan dibeli untuk memperkuat Penerbad, Pemerintah RI seyogyanya menyimak pula pertimbangan Marinir AS. Alasannya ternyata simpel saja. Di antaranya, 
  • Super Cobra mudah diterbangkan : Bagi Marinir AS ini sangat penting untuk melatih para penerbangnya. Mantan penerbang heli CH-46 Sea Knight  AS mengaku cukup melakukan familiarisasi 45 menit untuk bisa menerbangkan heli yang ukurannya lebih mungil dari Apache ini. Oleh karena bodinya yang mungil ini pula, sang heli mudah diangkut kemana-mana dengan kapal perang atau pesawat angkut.
  • Super Cobra Lebih Lincah : oleh karena bodinya lebih kecil dari Apache dan lajunya lebih lincah, musuh diyakini pula lebih sulit memburu Super Cobra. Pertimbangan ini amat krusial khususnya setelah menyimak pengalaman tempur di Irak. Membidik Super Cobra pada kenyataannya memang jauh lebih sulit ketimbang membidik Apache. Begitu pun, sejumlah Apache yang jatuh di Irak dikatakan bukan oleh karena badannya yang relatif besar, tapi lebih karena suaranya yang sudah amat dikenali pejuang Irak. Di Irak, Apache adalah sasaran berharga bagi para pejuang penyandang RPG (Rocket Propelled Grenade), sehingga mereka dilatih untuk mengenali suaranya dari jauh.


Di Irak, Apache toh merupakan andalan AD AS untuk menghajar tank-tank Irak. Begitu pun, kemampuan ini muncul bukan karena kelincahannya, tetapi oleh karena dia memiliki rudal antitank Hellfire yang bisa ditembakkan dari jarak jauh. Tapi kalau untuk pertempuran jarak dekat, kebanyakan tentara AS mengaku lebih menyukai Super Cobra. Itu sebab Super Cobra kerap disebut sebagai rajanya pertempuran jarak dekat. Kabarnya, jika saat ini harga Apache sudah melambung jadi 35-40 juta dollar per unit, Super Cobra masih di sekitar angka 15-20 juta dollar.

Super Cobra adalah varian atau revisi perbaikan dari Cobra. Revisi dilakukan setelah AD AS menemukan berbagai kekurangan Cobra di medan pertempuran di Asia. Super Cobra memiliki jangkauan tempur tiga kali lebih jauh dan mampu mengangkut persenjataan dua kali lebih banyak dari Cobra. Heli serang berkursi dua ini adalah buatan Bell Textron. Versi pertamanya, AH-1W, dengan baling-baling berbilah dua, diproduksi tahun 1986. Pada tahun 2000, Bell Textron merevisinya menjadi AH-1Z yang jauh lebih powerfull, baling-baling berbilah empat, dengan sistem pembidikan target yang lebih canggih.

Lalu bagaimana dengan UH-60 Blackhawk. Dibanding Apache dan Super Cobra, heli ini tentu jauh lebih “lembut”. Itu karena pada dasarnya Blackhawk lebih dirancang untuk angkut pasukan. Dia memang bisa diperlengkapi persenjataan untuk serang darat, tapi bodinya yang besar akan menyulitkan dirinya melakukan manuver serangan itu di udara.

Jadi baiknya, pilih yang mana ya? (adr)


Sumber : Angkasa

7 komentar:

  1. Bagaimana dengan Perkembangan Gondewa Rancangan PT. Dirgantara Indonesia... Ada yang tau?

    BalasHapus
  2. Untuk Gandiwa kayaknya bakal dilanjut gan. Lhat gambarnya keren jg,jd bangga lihatnya. Oya Gan,kalo punya iran itu murni buatan dlm negri iran atau hasil Retrofit? Kayakny agak mirip dengan yg difoto itu..

    BalasHapus
  3. Kalau bicara efek 'deterrent' sptnya AH-64D lebih besar dr AH-1Z. Tp klo dilihat dr kompabilitas dan mobilitas TNI saat ini AH-1Z lebih cocok. Menurut sy kyknya akan jatuh ke Apache, selain petinggi TNI sudah 'jatuh hati' dr dulu, tetangga2 kita sudah punya heli canggih2 spt AH-64D (sing) dan Tiger (Ausie).

    BalasHapus
  4. Beli super cobra dan apache terbaru aja sekalian, dan masing2 satu buah untuk diteliti, dipelajari, dan dikembangkan lagi oleh ilmuan2 Indonesia. Dengan dukungan penuh dari Bangsa ini, termasuk informasi teknologi hasil inteljen, saya yakin, 2 tahun sudah cukup bagi mereka untuk menguasai teknologinya. Dan, 2 tahun kemudian Gandiwa sudah hadir untuk TNI dengan semua kecanggihan paling modern di dunia saat ini. Dan, untuk mendukung proses penilitian ini, 5 trilyun saya kira sudah cukup dan biaya yang besar bagi Idonesia Raya.

    BalasHapus
  5. Maaf, dan itu bukanlah biaya yang mahal untuk Bangsa ini, Indonesia Raya.

    BalasHapus
  6. kalau buat menyerbu emang cupercobra yang lebih oke tapi buat menggertak lawan apache yang lebih serem, tapi kalau pasukan infantrinya punya banyak peluncur roket darat ke udara ringan ( kaya RPG mungkin stinger) TU mesin perang seharga 30 jt USD jdi barang rongsokan

    BalasHapus
  7. jika Heli Gandiwa memiliki kesamaan dengan Apache, lebih baik kita mengembangkan Heli Gandiza. Sebab, jika kita berlarut-larut tergantung dengan Teknologi Luar dan tidak mau mengembangkan apa yg telah di ciptakan anak bangsa, saya rasa itu tidaklah pantas.
    .
    sebaiknya, kita lebih dominan kepada Super Cobra dan Gandiwa sebagai "Air Suport" bagi TNI. karena, terkadang dalam operasi militer, heli serang tidak hanya menyerang sekali lewat. tetapi heli serang juga terkadang di tuntut sebagai "pelindung" bagi AD dari serangan Infantri dan Cavalry musuh.
    . maka dari itu, sebaiknya kita memiliki heli yg memiliki daya serang yg besar dan lincar untuk bermanufer. apalagi geografis Indonesia yg kebanyakan Hutan dan Pegunungan, dan juga dengan lincah bisa mengelak serangan dari RPG.

    BalasHapus