Kamis, 27 Desember 2012

Terorisme 2012: Selnya Masih Aktif dan Kian Subur


Aksi terorisme di Indonesia belum juga padam. Sepanjang 2012, terjadi sejumlah aksi terorisme. Para teroris menunjukkan eksistensinya. Bermunculan wajah-wajah baru yang namanya tidak pernah terdengar sebelumnya. Sebut saja Baderi Hartono, Farhan Mujahid, atau siapa Thorik?




Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, sel-sel teroris terus berkembang di tahun 2012 ini. Ia mencatat, setidaknya masih ada 271 orang yang masuk jaringan teroris. Jumlah ini pun meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 50 sampai 100 orang.

“Sel-sel memang berkembang karena kelompok besar mengalami perpecahan-perpecahan. Akhirnya kelompok yang pecah kemudian membuat yang menjadi kecil lagi,” katanya saat dihubungi Kompas.com, pekan lalu.


Menurut Al Chaidar, sel-sel teroris itu masih aktif. Di saat sepinya aksi teror, mereka justru sedang berlatih di balik pegunungan berhutan lebat dan jauh dari aktivitas masyarakat setempat. Mereka bersembunyi untuk belajar menembak sampai merakit bom. Daerah pegunungan di Poso disinyalir terdapat beberapa lokasi untuk pelatihan tersebut. Pemikirian mereka telah disirami paham radikalisme dan lewat pelatihan teror inilah mereka semakin subur dan terus berkembang. Pertengahan hingga akhir tahun 2012 jaringan teroris baru itu mulai aktif melakukan aksi teror.

Muncul nama Farhan, yang masih berusia 19 tahun. Farhan disebut sebagai pemegang kendali dalam aksi teror di Solo Agustus 2012 lalu. Pertama, aksi penembakan di Pospam Simpang Gemblengan, Jumat (17/8/2012). Kedua, pelemparan granat di Bundaran Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Sabtu (18/8/2012). Kemudian, penembakan di Pos Polisi Singosaren, Jalan Rajiman Serengan, Solo, Kamis (30/8/2012), yang menewaskan seorang anggota kepolisian, Bripka Dwi Data Subekti.

Dengan pistol Baretta, Farhan menembak Bripka Dwi Data dari jarak dekat. Pada Jumat (31/8/2012), Farhan dan rekannya, Mukhsin (19), tewas ditembak karena melawan saat penyergapan oleh Densus 88 Antiteror. Namun, dalam perlawanan tersebut, tembakan Farhan juga menewaskan anggota Densus Briptu Anumerta Suherman.

Keduanya adalah teroris muda. Kemudian muncul Anggri Pamungkas yang masih berusia 18 tahun. Ia ditangkap Densus 88 di perbatasan Desa Cobra dengan Desa Bloyang, Kecamatan Belimbing Hulu, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Sabtu (22/9/2012). Anggri ikut merakit bom yang terkait jaringan Depok-Solo bersama Muhammad Thorik. Kemudian Fajar Novianto, tersangka teroris Solo ini masih berusia 18 tahun. Ia masuk dalam jaringan teroris yang menamakan Al Qaeda Indonesia pimpinan Badri Hartono.

Jaringan teroris diduga kuat merekrut sebanyak-banyaknya anggota muda untuk membantu aksi teror mereka. Mereka pun diajak berlatih dan merakit bom, kemudian mengalami regenerasi.

"Mereka telihat lebih gencar dalam perekrutan anggota dan kini lebih berkembang," ujarnya.

Namun, orang-orang baru ini ditengarai berkaitan dengan kelompok lama pimpinan pentolan teroris di Indonesia. Setelah menelusuri sel-sel kecil jaringan terorisme ini ditemukan benang merah yang menghubungkan mereka dengan kelompok lama. Farhan (19), misalnya, rupanya anak tiri Abu Omar. Abu Omar adalah pemasok senjata dari Filipina.

Para teroris ini masih menganut struktur jaringan dengan sistem sel, dengan kondisi bahwa tidak semua anggota jaringan saling kenal.

Para teroris muda ini diduga hanya mengenal orang yang mengajaknya melakukan pelatihan teror, tanpa mengetahui pimpinan teratas mereka yang berada di balik aksi teror selama ini. Menurut Al Chaidar, sel-sel teroris terus berkembang membentuk kelompok baru yang lebih kecil dan makin banyak, tetapi mereka diduga kuat masih dalam satu jaringan.



SUmber : Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar