Sabtu, 11 Mei 2013

Densus 88 Harusnya Mencegah, Bukan Cuma Memberantas Terorisme


Detasemen Khusus (Densus) 88 berhasil menembak mati terduga teroris  di beberapa tempat. Wakil Ketua MPR Hajroyanto Y Thohari menilai, penanganan teroris di Indonesia masih pemberantasan bukan pencegahan.

Densus 88 Harusnya Mencegah Bukan Cuma Memberantas Terorisme

"Kita melihat penanganan terorisme di Indonesia itu cenderung lebih menekankan pada pemberantasan, jarang perhatikan aspek pencegahan," ujar Hajriyanto saat dihubungi wartawan, Jumat (10/5/2013).

Pola pemberantasan terorisme, menurutnya, polisi atau Densus 88 hanya waktu peristiwa saja, sehingga tidak ada upaya pencarian akar kenapa bisa muncul teroris. "Tidak dicari akar-akarnya, kenapa timbul sakit kepala itu. Sakit kepala itu kan fenomena gejala yang gambaran terjadi karena gangguan syaraf, yang dilakukan Densus 88, ini kurang melakukan pendekatan kausal. Kausal approach," kata dia.


Politikus Partai Golkar ini melanjutkan, selama ini Densus 88 masih banyak melakukan pemberantasan dengan menembak mati terorisme, tapi saat bersamaan teroris terus bermunculan. "Ini terus bermuncul, ditembak satu muncul seribu. Aspek pencegahan tidak berhasil dilakukan" ucapnya.

Hajriyanto menganalisis, munculnya terorisme dipicu banyak faktor, bisa kemiskinan, pengangguran, kekecewaan sosial, ketidakpuasan, atau frustrasi masa depan yang tidak jelas, akhirnya kemudian dibumbui dengan teologi ekstrim, sehingga muncul  terorisme.

"Kalau pendekatannya cuman deradikalisasi, orang jadi teroris karena pemahaman agama yang sempit, radikal. Karena itu, maka program deradikalisasi tidak bisa berdiri sendiri, harus sama-sama dengan penanganan pengangguran," pungkasnya.

Perlu pendekatan khusus untuk redam terorisme


Pendekatan secara persuasif oleh para tokoh agama adalah hal yang paling efektif, hal ini disampaikan oleh Sesmenko Polhukam Langgeng Sulistyono.

Dia mengatakan, saat ini yang harus dilakukan adalah melakukan pendekatan yang tepat pada sasaran. Tentunya harus dilakukan dnegan para ahli dalam hal ini ialah, para tokoh agama yang mengatahui ajaran Islam dalam hal ini, karena menyangkut keyakinan seseorang.

Menurutnya, dengan adanya Badan Penanggulangan Nasional Teroris (BNPT), diupayakan dengan membuka jaringan dan menghubungkan para tokoh untuk merumuskan pola ke bawah dalam menanggulangi teroris.

“Kita tidak bisa melakukan memisahkan peran masing-masing karena hal ini membutuhkan kerjasama untuk membangun jaringan,” katanya saat ditemui di Hotel Grand Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu (11/5/2013).

Lebih lanjut dia mengatakan, permasalahan teroris tidka akan pernah habis, karena dilihat semakin waktu jaringan yang ada sangatlah meluas dan menjamur. Namun sebagai lembaga pertahanan negara, diharuskan optimis untuk mampu menembus jumlah para teroris dan melindung NKRI. “Penanggulangan teroris ini kita jadikan salah satu agenda utama dalam ancaman terhadap NKRI,” tegasnya. (Sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar