Rabu, 31 Juli 2013

Calon Panglima TNI Baru Harus Segera Petakan Potensi Ancaman Nasional


Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperrsi), Rizal Darma Putra, mengatakan Jenderal TNI Moeldoko hampir pasti menjadi Panglima TNI menggantikan Laksamana TNI Agus Suhartono. Untuk itu, Moeldoko mesti mulai mempersiapkan catatan terhadap potensi ancaman nasional, baik dari dalam dan luar negeri.

Calon Panglima TNI Baru Harus Segera Petakan Potensi Ancaman Nasional

"Untuk ancaman dari luar, calon Panglima TNI harus berani menyebutkan ancaman apa saja yang mengarah ke Indonesia," kata Rizal saat dihubungi Koran Jakarta, Selasa (30/7). Ancaman yang datang dari luar, antara lain ancaman dari negara lain, ancaman dari organisasi kejahatan internasional, terorisme, dan persoalan perbatasan.

Selain itu, calon Panglima juga harus bisa memetakan ancaman yang timbul dari dalam, seperti ancaman yang timbul akibat gerakan separatis, kejahatan terorganisasi, bahkan terorisme. "Setelah memetakan ancaman-ancaman itu, barulah seorang Panglima merencanakan membangun postur yang ideal," kata dia.


Mengenai alat utama sistem senjata (alutsista), Rizal berharap Panglima yang baru menyesuaikan kebutuhan dalam konteks menghadapi ancaman-ancaman yang ada. Panglima pengganti Agus Suhartono yang akan pensiun Agustus ini hendaknya juga menata ulang hubungan antar-angkatan. Terutama terkait kebijakan komando teritorial. "Saat ini, komando terirorial masih Angkatan Darat sentris. Apakah sudah waktunya mengintegrasikan semua matra," kata dia.

Apalagi, ancaman sengketa perairan semakin nyata. Kapal-kapal asing juga semakin menjadi ancaman kedaulatan negara. Potensi ancaman di Laut China Selatan juga menunjukkan adanya penaikan. "Harus jelas, angkatan mana yang akan menjadi tumpuan," ujar Rizal.

Dia juga menyitir mengenai kesejahteraan prajurit untuk terus ditingkatkan. Termasuk mempererat kerja sama militer dengan tentara dari negara lain. "Kerja sama militer amat penting jika sewaktu-waktu Indonesia mengalami ketegangan dengan negara lain," kata dia.


Tingkatkan Disiplin


Wakil Ketua Komisi I, Tubagus Hasanuddin, mengatakan jika Moeldoko menjadi Panglima TNI, peningkatan disiplin harus diperhatikan. "Perlu lagi adanya pemantapan profesionalisme prajurit. Jangan sampai terjadi lagi banyak penyimpangan, seperti kasus Cebongan baru-baru ini," kata dia.


Politisi PDI-P ini juga berharap Moeldoko melanjutkan program pembangunan kekuatan pokok minimal (MEF) dan tetap menjaga netralitas. Apalagi menjelang pemilihan umum tahun depan.

Moeldoko merupakan lulusan terbaik Akademi Militer angkatan 1981, dan pernah menjabat Panglima Daerah Militer Tanjung Pura dan Siliwangi. Pengangkatan Moeldoko menjadi Kepala Staf TNI AD (Kasad) terbilang cepat. Presiden mengangkat Moeldoko menjadi wakil Kasad pada Februari 2013. Selanjutnya, Mei 2013 dia diangkat menjadi Kasad. Saat ini, Moeldoko juga menjadi calon tunggal Panglima TNI menggantikan Agus Suhartono.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Hayono Isman, mendukung Moeldoko menggantikan Panglima TNI Agus Suhartono yang akan memasuki masa pensiun. Menurutnya, tantangan terbesar Panglima TNI yang baru ke depannya adalah menjaga netralitas prajurit TNI dalam pelaksanaan Pemilu 2014 sebab akan banyak pihak yang berupaya menyeret-nyeret TNI dalam ranah politik. "Tapi, saya yakin prajurit TNI bisa menempatkan posisinya netral dalam permasalahan politik," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin, mengatakan kalangan DPR menilai nama Moeldoko sebagai satu-satunya calon Panglima TNI yang dikirimkan Presiden Yudhoyono adalah figur yang tepat. Langkah Moeldoko diprediksi akan mulus dalam proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang akan dilakukan DPR seusai masa reses.

"Moeldoko orang yang cakap, cerdas, dan kapabel walaupun sebagai Kasad relatif baru juga. Kami di Komisi I DPR mendukung karena melihat record-nya, rekam jejaknya bagus, dan kemudian wawasannya oke," kata Nurul.

Dia berharap, ke depan, Moeldoko mampu mengoordinasikan semua unsur TNI. Selain lebih bersinergi, juga mampu mengantisipasi hal-hal yang terjadi di tingkat global. "Sekarang situasi di Asia Pasifik memang sangat ‘seksi’, apalagi di Indonesia pertumbuhan ekonomi tinggi, dengan jumlah penduduk juga besar. Hal-hal yang seperti ini kan rentan dari segi keamanan. Supaya panglima ini bisa jadi koordinator dan pengendali keamanan di tingkat lokal dan global," papar politisi Partai Golkar ini. (KJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar