Jumat, 25 Juli 2014

Menhan Tegaskan Posisi RI Netral Soal Sengketa Laut China Selatan


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro hari ini mendapat kunjungan dari Vice Chairman of the Central Military Commission PLA Tiongkok Jenderal Fan Changlong. Kunjungan ini sebagai bentuk implementasi kerjasama strategis di bidang pertahanan antara RI-Tiongkok.


Meski terus intens dalam kerjasama dengan Tiongkok di bidang militer, Purnomo menegaskan kalau posisi Indonesia tetap netral dalam sengketa Laut Cina Selatan.

"Kita sampaikan juga posisi Indonesia. Kalau kita ingin jalur itu sebagai kawasan bebas berlayar, zona damai, stabilitas jalurnya," kata Purnomo di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, (24/7/2014).

Dia mengatakan Laut China Selatan bisa digambarkan sebagai rute bagi kapal-kapal niaga antar negara yang melintas. Indonesia sebagai negara kepulauan, menurutnya tetap mengupayakan zona damai di kawasan Laut China Selatan. Dia menyebut sejauh ini ada empat negara Asean yang bermasalah dalam kasus Laut Cina Selatan yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.


"Ada empat negara Asean yang bersengketa dengan mereka yaitu Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. Terutama Vietnam dan Filipina. Begitu juga China dengan Jepang antara mereka. Kita memahami negara ini dua negara kuat. Tapi, sesuai pembukaan 1945 itu ditegaskan kalau Indonesia ikut menjaga kedamaian di dunia," kata Purnomo.

Soal kunjungan Jenderal Fan Changlong, Purnomo menyebut kalau pertemuan ini menjadi implementasi dari perjanjian kerjasama di bidang pertahanan sejak 2007. Kerjasama ini berlanjut dengan pengukuhan penandatanganan nota kesepahaman industri pertahanan kedua negara pada Maret 2011. Dalam kerjasama ini pula, kata dia, sudah diaplikasikan latihan gabungan antara TNI dengan militer Tiongkok.

"Kita dalam setahun itu tujuh kali mengadakan pertemuan (dengan Tiongkok)," ujarnya.

Wakil Dubes China: Pulau Natuna Milik Indonesia


Wakil Duta Besar China untuk RI, Liu Hongyang, menegaskan kembali, bahwa antara Indonesia dan negaranya tidak ada masalah sengketa Pulau Natuna. Pulau yang terletak dekat Riau itu, ujar Liu, memang milik Indonesia. 


Reklamasi daratan oleh China di Laut China Selatan. Foto diberikan oleh pemerintah Filipina

Demikian ungkap Liu yang ditemui di Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), pada Kamis, 26 Juni 2014. Menurut Liu, hal tersebut telah dijelaskan oleh Pemerintah China kepada Indonesia.

"Telah ada kesepakatan antara Menteri Luar Negeri Ali Alatas dengan Menlu Qian Qichen bahwa Natuna memang milik Indonesia. Sementara RI mendukung kedaulatan di Pulau Nansha," kata dia.

Penjelasan, imbuh Liu, bahkan telah disampaikan secara rinci ke Pemerintah RI.

China mengklaim 90 persen wilayah perbatasan Laut China Selatan seluas 3,6 juta kilometer persegi. Klaim China itu dikenal dengan batas sembilan garis putus-putus (nine dash lines).

Laman china.org.cn, melansir klaim itu didasari peta kuno armada Laut China pada abad kedua sebelum masehi. Isinya mengklaim China sebagai penemu Kepulauan Nansha (Spratly).

Walau Indonesia tidak masuk ke dalam kategori negara pengklaim dalam sengketa Laut China Selatan, klaim teritori itu tumpang tindih setidaknya dengan sebagian wilayah perairan timur laut Kepulauan Natuna, Provinsi Riau. Di perairan tersebut, setidaknya ada tiga blok eksplorasi minyak dan gas bumi milik Indonesia.

Menurut pakar hukum laut internasional, Hasjim Djalal, Indonesia telah dua kali berupaya menanyakan hal tersebut kepada China secara resmi. Pertama, tahun 1994 silam dengan mengirim utusan diplomatik resmi. Namun, saat itu tidak ada jawaban.

Upaya kedua, dilakukan tahun 1995, ketika Menlu Ali Alatas berkunjung ke Beijing. Saat itu pertanyaan Ali dijawab Menlu Qian, bahwa China tidak punya masalah dengan Indonesia.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pun telah mengajukan keberatan soal nine dash lines tersebut ke PBB tahun 2010 silam. (Detik| VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar