Selasa, 25 November 2014

TNI AU Ingin Kewenangan Menyidik Pelanggaran Udara


Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto mengatakan instansinya menginginkan penambahan kewenangan.

Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan untuk menyidik para pelaku pelanggar wilayah udara.


Pesawat pemerintahan Arab Saudi jenis Gulfstream IV, dipaksa mendarat oleh pesawat Sukhoi TNI AU, di pangkalan udara El Tari, Kupang, NTT, 3 November 2014. (dok. Dispen AU)

Menurut Hadi, selama ini Angkatan Udara hanya punya wewenang untuk memantau pelanggaran wilayah udara, mengusir dan mendaratkan paksa pesawat asing.

Lantas proses hukum selanjutnya terhadap pilot pesawat asing diserahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan.


“Jika diperbolehkan kami ingin mendapatkan wewenang menyidik, biar menjadi satu kesatuan yakni memantau, menindak, dan menyidik,” kata Hadi. “Namun ini perlu persetujuan DPR dan prosesnya masih panjang.”

Selama sebulan terakhir, TNI AU telah mendaratkan paksa tiga pesawat tidak berizin, yang melintasi wilayah udara di sekitar Sulawesi.

Ini dilakukan dengan menggunakan pesawat F-16 dan Sukhoi Su-27. Terakhir sebuah pesawat jet penumpang dari Saudi Arabia ikut dicegat karena berusaha lewat tanpa memiliki ijin. 

 Perkuat Pengawasan Wilayah Udara

Kepala Dinas Penerangan TNI Angakatan Udara mengatakan instansinya ingin memperkuat pengamanan wilayah udara Republik Indonesia. Ini terutama dari ancaman pesawat atau pihak asing yang masuk wilayah udara Indonesia tanpa izin.

“Seperti yang sudah kami lakukan akhir-akhir ini tegas memaksa turun pesawat asing tak berijin,” kata Hadi saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21 November 2014.

Penguatan kedaulatan dirgantara ini merupakan salah satu bagian dari rencana pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla yang berkiblat pada poros maritim.

Hadi meyakini kemampuan TNI AU bakal semakin kuat berkat program modernisasi alat utama sistem persenjataan yang dilakukan pemerintah.

Sebagai contoh dalam waktu dekat TNI AU akan mendapatkan emapt unit radar yang masing-masing ditempatkan di Jayapura (papua Barat), Tambolaka (Nusa Tenggara Timur), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Ploso (Jawa Timur).

“Berdasarkan rencana strategis modernisasi alutsista, kami masih akan mendapat delapan radar baru lagi,” kata Hadi. Dengan penambahan ini, mata Angkatan Udara semakin bertambah dan berjangkau luas. Walhasil mampu memantau seluruh wilayah udara Indonesia.

Selain radar, Hadi melanjutkan, TNI AU juga membutuhkan tambahan pesawat tempur untuk senjata utama menjaga kedaulatan dirgantara.

Dalam program modernisasi alutsista tahap pertama, TNI AU bakal mendapatkan tambahan kekuatan berupa 24 unit pesawat F-16 setara blok 52 hibah dari Amerika Serikat.

Saat ini baru lima unit pesawat yang sudah diterima TNI AU. Sesuai rencana pesawat F-16 tersebut akan ditempatkan di Skuadron 16 di Riau.
Tujuannya untuk meningkatkan pengawasan udara bagian Barat Indonesia. Selain itu TNI AU juga akan membangun Skuadron 33 yang berisi pesawat angkut C-130 Hercules hibah dari Australia di Makassar.

“Jadi radar dan pesawat tempur semakin kuat untuk memperkuat pengawasan udara, salah satunya mendeteksi dan menindak masuknya pesawat asing,” kata Hadi.



(Tempo)

2 komentar:

  1. nah ini juga harus jadi bahan masukan buat Pak Jokowi, kalau kapal ikan mencuri di laut kita, bagaimana dengan pesawat asing dengan sadar "mencuri" (melanggar) ijin lintas negatif, dan ada yang ijin bodong, apakah penumpang dan pilot serta kru di turunkan, lantas di "jatuhkan" (di rudal) seperti kata Panglima Pak Muldoko

    BalasHapus
  2. Saya baca di Kompas dr keterangan KSAU TNI AU klo akan menembak jatuh pesawat asing harus seijin Presiden dlu karena Indonesia dalam kondisi damai, jd serba salah klo pun kita todong rudal Archer klo pesawat itu ttp ga mw turun ya kita cmn bs nonton heuhhh

    BalasHapus