Jumat, 20 Februari 2015

Terjun Payung Antara Seni dan Ketegangan


SLEMAN-Pukul 07.30 WIB pesawat angkut legendaris C-130 Hercules A1310 dipiloti Kapten Pnb Ebor Subarkat dari Skuadron 32 Abdulrahman Saleh, Malang mulai airborne dari Lanud Adisutjipto, Senin (16/2). Burung besi ini membawa puluhan penerjun dari Denhanud 474 Paskhas TNI AU.


Untuk mensukseskan angkut penerjunan, pilot dibantu oleh dua co-pilot yaitu Lettu Pnb Gintoro dan Lettu Pnb Pandu Setiawan. Kemudian Navigator, Kapten Nav Nanang Affandi serta tiga petugas Juru Montir Udara (JMU) dan tiga orang Lord Master yang bertugas di bagian belakang pesawat.

Saat itu, badan pesawat pun penuh sesak oleh para penerjun payung statik pada sorti pertama. Masing-masing mengaitkan tali body pack dengan tali besi yang terpasang setinggi atas kepala terhubung antara bagian depan pesawat dengan sisi belakang. Ada empat tali besi yang sekaligus menjadi urutan penerjunan statik itu.


Tidak kurang dari 10 menit dari airborne, beberapa menit kemudian terdengar bunyi bel berdering. Tanda sasaran lokasi penerjunan telah dicapai, yaitu Lanud Gading, Playen, Gunungkidul.

“Siap-siap, kepala menunduk,” ucap salahsatu personel Jump Master di dalam pesawat Hercules.

Pada ketinggian 2.000 feet dengan kecepatan angin di bawah 12 knot, para penerjun melakukan lompatan dengan dibantu petugas jump master untuk melepas inner pack sekaligus mendorongnya. Dua pintu pesawat kiri dan kanan pun mengeluarkan para penerjun. Pilot kemudian melakukan manuver area. Tak lebih dari lima menit dari penerjunan pertama, dari pintu kanan dan kiri pesawat kembali memuntahkan penerjun statik dalam hitungan detik.

Dalam terjun statik cenderung lebih menegangkan. Karena petugas jump master harus bergerak cepat untuk melompatkan belasan penerjun dalam hitungan detik. Tujuannya agar jatuhnya para penerjun sesuai target sasaran seiring dengan laju cepat pesawat. Jika meleset, maka bisa jadi penerjun tidak jatuh sesuai target mengingat parasut yang digunakan adalah statik. Selain itu Jump Master dan Lord Master pesawat juga harus dengan cepat menarik inner pack, pembungkus parasut yang sempat ikut terlempar keluar pesawat.

Sukses memuntahkan dua penerjunan dengan empat run, sekitar pukul 08.30 WIB Kapten Ebor melanding pesawat di Lanud Adisutjipto untuk menjemput penerjun selanjutnya. Setelah para penerjun masuk ke dalam pesawat, sorti kedua pun dimulai. Bedanya selain membawa dua run penerjun statik, sorti kedua ini juga membawa para penerjun free fall. Dua run penerjun statik di jatuhkan lebih dahulu dari langit Gading. Pilot kemudian memutar pesawat.

Usai melepas penerjun statik, lord master menutup pintu samping pesawat dan membuka rump up door atau pintu belakang. Dari pintu belakang itulah penerjun free fall melakukan lompatan. Free fall kontras dengan statik. Jika statik lebih bergaya militer, keras, tegas, cepat, pada free fall bernuansa seni. Penerjun menjatuhkan dirinya setelah jauh melewati titik sasaran. Beberapa penerjun seperti Wanita Angkatan Udara (Wara) dan atlet melakukan gaya bebas. Penerjun dapat melakukan lompatan seperti membalikan badan.

Mereka dengan mudah membuka parasutnya yang bernilai puluhan juta rupiah. Setelah itu mengembang penuh warna menambah keindahan beberapa celah pengunungan di bumi handayani. Pilot harus melakukan empat kali manuver untuk melayani empat kelompok free fall. Sekitar pukul 09.20 WIB misi penyegaran penerjun pun selesai dilakukan.

Giat penerjunan ini dilakukan selama dua hari. Untuk merefresh anggota TNI AU agar selalu siap ketika dibutuhkan. Tidak kurang dari 140 penerjun turut ambil bagian dalam giat ini. “Agar kami selalu terbiasa untuk siap, kami harus siap dalam hitungan 30 menit dari perintah operasi sampai pemberangkatan. Misal kami harus ditugaskan kemana saja,” ungkap Dandenhanud 747 Paskhas TNI AU Mayor Psk Dili Setiawan yang ikut dalam penerjunan. (Solopos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar