Minggu, 03 Mei 2015

Membaca Kembali Strategi Perang Gowa


Ekspedisi Belanda tiba di Nusantara pada 1596. Kapal-kapal Belanda menyusul, hingga terbentuk The Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Membuka kontak dengan Kesultanan Gowa melalui Pulau Banda, VOC akhirnya memonopoli tata niaga rempah.

KESULTANAN GOWA merupakan salah satu kerajaan besar dan paling sukses di Sulawesi Selatan. Gowa mencapai puncak keemasan di bawah Manuntungi Daeng Matolla. Sultan Gowa XV ini bergelar Muhammad Said atau Malikussaid (1639-1653). Kemashurannnya tak hanya dikenal di Asia, bahkan jauh menggedor jantung Eropa masa itu.


Laskar Gowa
Laskar Gowa

Gowa memiliki Pelabuhan Sombaopu, bandar dagang internasional yang dikunjungi pedagang dari Asia maupun Eropa. Kemasyhuran Sombaopu mengundang bangsa-bangsa Barat berombongan mencari peruntungan. Watak kolonial Portugis, Inggris, dan Belanda ingin menguasai jalur tersebut. Kesultanan Gowa harus ditaklukkan, sebagai pintu utama pertahanan bagian timur Nusantara.

Pada 1655, Sultan Malukussaid wafat dan digantikan puteranya, I Maalombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, bergelar Sultan Hasanuddin. Pada mulanya, VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur) optimis dengan naiknya Hasanuddin. Di mata mereka, Hasanuddin bisa dijinakkan, diajak bersekutu guna mengakhiri ketegangan antara VOC dengan Kesultanan Gowa.


Perkiraan VOC meleset. Ketegangan di antara mereka justru kian memuncak dan berujung perang. Awal 1654-1655, armada kedua pihak terlibat perang di perairan Maluku. Hasanuddin memimpin penyerangan Armada VOC, dan melindungi pedagang-pedagang Gowa pada April 1654. Ia juga pantang mundur menggebuk Kerajaan Buton, yang memilih berlindung kepada VOC.

Kesultanan Gowa di bawah Hasanuddin tak bisa dipandang sepele. Tak mudah menghancurkan armada Ayam Jantan dari Timur itu dengan kekuatan senjata dan perang laut. Armada Gowa sanggup membuat VOC kerepotan di lautan. Sempat dibuat kocar-kacir, VOC mengirim utusan untuk berdamai, pada Oktober 1655. Tapi perundingan berujung batal, karena kedua pihak tak menemukan kata sepakat.
***
Gagal berunding, VOC mengirim armada besar pimpinan Johan van Dam dan Speelman dari Batavia, pada Januari-Februari 1660. Sebanyak 22 kapal besar berisi 1.064 serdadu Belanda dikirim menyerbu Gowa. Kapal dilengkapi 1700 awak, yang berasal dari para buruh di Jawa, Madura, dan Ambon.

Hasanuddin bertindak cepat, pertahanan Gowa di Benteng Panakkukang diperkuat. Laskar berikut perlengkapan perang ditambah, sebagian laskar dikirim memperkuat Benteng Sombaopu. Pada Juni 1660, Armada VOC bergerak dari Ambon (Maluku), dan langsung menyerang Benteng Panakkukang dengan muntahan meriam bertubi-tubi. Serangan balasan Laskar Gowa di Panakkukang tak kalah mengejutkan.

Serangan pertama VOC membuahkan hasil, pasukan Hasanuddin dibuat kerepotan oleh serangan besar-besaran Serdadu VOC di Panakkukang. VOC melancarkan serangan lanjutan, menggunakan armada yang sebelumnya pura-pura bergerak ke utara, tapi segera berbalik ke selatan membantu serangan. Tak terhindarkan, korban berjatuhan dari kedua pihak dalam jumlah besar.

Keduanya sepakat bertemu di meja perundingan, demi mencegah terjadinya pertumpahan darah lebih besar. Pada 19 Agustus 1660, utusan kedua pihak berunding di Batavia. Karena hasil perundingan merugikan Gowa, dan lebih menguntungkan VOC, Hasanuddin emoh melanjutkan perundingan. Ia juga menolak jika mitra dagang Gowa, sejumlah saudagar Portugis, diusir dari Makassar.

Dengan mengusir Portugis, VOC ingin melemahkan Armada Gowa. Portugis merupakan pemasok senjata api dan instruktur teknik pengecoran logam pembuatan meriam terbaik. Pada 1662, Hasanuddin menyerang Kesultanan Buton, sekutu penting VOC di kawasan timur. Buton sejak lama memihak Belanda dan melindungi Aru Pallaka, Pangeran Bone yang memberontak Gowa pada 1666.

Pada pertengahan 1666, Hasanuddin menyerbu Buton. Ia mengerahkan 700 kapal perang berikut 20 ribu laskar di bawah pimpinan Laksamana Karaeng Bontomarannu. Didampingi Datu Luwu dan Sultan Bima, serangan Gowa juga ditujukan pada kapal-kapal Belanda yang mendekati perairan Gowa.

VOC naik pitam. Pagi hari 21 Desember 1666, Armada VOC mengerek bendera perang, menembaki Benteng Sombaopu dan mendaratkan pasukan. Serangan balasan dari benteng mengacau lini depan pasukan VOC. Dilengkapi meriam bikinan sendiri, Sombaopu sanggup membendung serangan VOC. Gagal menembus benteng, VOC memilih mundur. Apalagi, cuaca Desember tak menguntungkan mereka.

Walhasil, setengah putus asa, Laksamana Speelman memutuskan tak menyerang jantung Kesultanan Gowa secara langsung. Ia memilih menyerang benteng-benteng yang jauh dari pusat, sambil terus membantu musuh Gowa untuk mendongkel takhta Hasanuddin.
***
Pada 1 Januari 1667, Armada Speelman kembali mendarat dan langsung menyerang pertahanan Gowa di Buton. Pertempuran besar terjadi, dengan korban tak terkira.

Aru Pallaka membantu Speelman dalam serangan ini. Begitu laskar Bugis mengetahui Aru ikut menyerang Gowa, mereka justru memilih hengkang dari barisan Laskar Gowa dan menyokong Aru. Sultan Ternate, Mandarsyah juga membantu Speelman. Pada Juni 1667, ia mengerahkan Laskar Ternate, Tidore, dan Banda sehingga pasukan gabungan VOC begitu besar.

Dari Buton, Speelman berencana menggebuk Gowa dari selatan, merebut satu demi satu pertahanan Gowa. Kekuatan Gowa di Buton dihancurkan VOC, dan Hasanuddin memperkuat pertahanan di Bantaeng, menempatkan tujuh ribu laskar yang dipimpin Karaeng Tulolo. Pertahanan di Ujung Pandang dan Panakukkang, masing-masing di bawah pimpinan Karaeng Bontosungu dan Karaeng Popo, juga diperkuat.

Saat itu, Benteng Galesong dipertahankan oleh 20 ribu Laskar Gowa dengan senjata tradisional, senapan dan meriam. Termasuk laskar Karaeng Lengkese, Karaeng Karunrung, Maradia Balanipa berikut seribu pasukan khusus pengawal sultan. Adapun kekuatan VOC sekira 24 kapal perang, dengan meriam dan senapan. Belum lagi bantuan dari 14 kompi Laskar Bugis yang dipimpin Kapten Jonker.


Sultan Hassanudin

Pada 15 Agustus 1667, Laskar Aru Pallaka menyerang Benteng Galesong. Meletuslah pertempuran sengit. Kedua pihak saling serang, hingga tiga hari tiga malam. Nekat menyerang pada malam hari, Laskar Aru Pallaka berhasil mematahkan pertahanan Galesong, pada 18 Agustus 1667. Patahnya Galesong menjadi kerugian besar bagi Gowa, karena daerah-daerah taklukan ikut-ikutan membangkang.

Aru Appang, saudara Aru Pallaka, mengerahkan 5 ribu laskar menyerang Benteng Sombaopu. Diikuti Daeng Pabilla dari Luwu, dengan 20 ribu laskar, menyerang dan menduduki Kesultanan Luwu, sekutu penting Gowa. Datu Soppung dan orang-orangnya, diam-diam membantu Aru Pallaka melawan Gowa.

Pada 23 Oktober 1667, berkobar pertempuran hebat, tak jauh dari Benteng Barombong. Kendati Gowa menggerahkan kekuatan penuh, serangan dari samping membuat Laskar Gowa terpukul mundur. Sebagian masuk benteng, sebagian lain menyeberang ke Sungai Aeng. Laskar Gowa gagal mempertahankan Barombong. Malam harinya, sisa-sisa laskar meninggalkan Barombong menuju Sombaopu.

Perjanjian Bongaya
Perjanjian Bongaya dibuat pada 18 November 1667. Sejak perjanjian ini, VOC memperkokoh kekuasaannya di Sulawesi Selatan dan Nusantara bagian Timur. Perjanjian ditandatangani oleh Karaeng Popo, Duta Kesultanan Gowa dan Gubernur Jenderal, pada 19 Agustus 1660. Perjanjian ini menjadi penanda takluknya Kesultanan Gowa atas VOC di Makassar. Tragis!

Di bagian akhir perjanjian, disebutkan bahwa Sultan Gowa dan para bangsawannya, termasuk laksamana sebagai wakil Kompeni dan seluruh raja di bawahnya harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian atas nama Tuhan yang Suci pada Jumat, 18 November 1667.

Tapi VOC menginginkan Kesultanan Gowa hancur berkeping. Mereka menghendaki Sultan Hassanudin diasingkan atau dihukum mati. Kendati kedua pihak terikat perjanjian damai, peperangan tetap berlanjut. Sejak 14-19 Juni 1669, Laskar Gowa terus mendapat tekanan dari pasukan gabungan VOC dan Aru Pallaka. Pantang menyerah mempertahankan Gowa, mereka terus melakukan perlawanan.

Pada 19 Mei 1669, Benteng Sombaopu yang sudah rusak berat dihancurkan VOC menggunakan bahan peledak seberat ribuan pound. Walhasil, benteng kebanggaan Kesultanan Gowa itu musnah selama-lamanya. Hasanuddin turun takhta pada 29 Juni 1669, digantikan anaknya, Amir Hamzah. Sultan Amir membuat perjanjian dengan VOC, yang isinya memperkuat perjanjian-perjanjian sebelumnya.

Para Bangsawan Gowa menentang langkah Amir, mereka terus melakukan perlawanan terhadap VOC. Karaeng Bontomarannu dan saudaranya, Karaeng Golesang, misalnya, tak henti mengobarkan perang melawan VOC di perairan Buton. Gagal menggebuk VOC, bersama sisa-sisa laskarnya, Botomarannu dan Golesang berlayar ke Banten untuk membantu Sultan Banten mengusir VOC.

Begitu Kesultanan Banten dirundung perselisihan, Bontomarannu dan Golesang memilih berlayar ke Jawa Timur. Keduanya menyiagakan Laskar Gowa untuk membantu Trunojoyo, memerangi Mataram yang bersekutu dengan VOC.

Strategi Maritim Kesultanan Gowa
Gowa menerapkan strategi perang maritim dalam mempertahankan pengaruh dan kendalinya dari jarahan VOC. Kendali atas jalur laut merupakan ‘Ends’ Kesultanan Gowa. Adapun ‘Means’ (alat) yang dimilki adalah pasukan berikut armada kapal perang yang kuat, serta pelabuhan strategis.

‘Ways’ (cara) Gowa menghadapi VOC, antara lain menyerang VOC dan melindungi kapal-kapal niaga Gowa yang melewati jalur niaga dari dan ke Pelabuhan Gowa. Gowa menyerang dan mengganggu kapal-kapal VOC di perairan Gowa. Menerapkan rute perhubungan baru (Sombaopu-Bone-Buton-Timur/ Maluku), serta menaklukkan Buton yang menjadi basis VOC untuk menyerang Gowa.

Pakar pertahanan A.T. Mahan mengatakan, sumber-sumber sea power adalah posisi geografis (physical conformation). Termasuk sumber-sumber alam, jumlah penduduk, karakter rakyat dan pemerintahannya. Saat itu Gowa menguasai niaga wilayah timur Nusantara. Pertahanan jalur laut dilakukan demi stabilitas ekonomi rakyat dan kesultanan, yang banyak berlangsung melalui jalur laut.

Strategi Maritim VOC
Pernyataan Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menunjukkan bahwa strategi maritim VOC ditujukan untuk mengawal kepentingannya di Nusantara. Penulis mencatat, strategi maritim yang diterapkan VOC dalam Perang Gowa, 1660-1669 adalah sebagai berikut.

Menguasai daerah/kota pelabuhan bernilai strategis dan jalur perhubungan/ perdagangan dunia (Ends). Perairan Makassar merupakan jalur yang menghubungkan antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Secara historis, perairan ini menjadi pusat peradaban wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kekuatan utama VOC terdiri dari pasukan Belanda, berikut orang pribumi dari Jawa, Madura, dan Ambon. Dilengkapi persenjataan, armada kapal perang, dan armada kapal niaga. Adapun Ways-nya dilakukan dengan cara blokade laut, proyeksi kekuatan dari laut ke darat, pengelabuan, dan upaya perundingan. Cara ini lazim digunakan VOC dalam mematahkan perlawanan dari para sultan di Nusantara.

Kekuatan tempur laut, dikatakan A.T Mahan, merupakan unsur terpenting bagi kejayaan suatu bangsa. Bila kekuatan laut diberdayakan, maka mampu meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Strategi yang diterapkan VOC membuktikan, laut menjadi kekuatan utama mereka dalam mencapai tujuan. (JMOL)

4 komentar: