Kamis, 06 Agustus 2015

Pasal penghinaan presiden kembali hidup, cikal bakal rezim otoriter?


Pasal penghinaan terhadap pimpinan negara, saat ini tengah menjadi perbincangan hangat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan kembali adanya pasal soal penghinaan terhadap Presiden dalam RUU KUHP.

Jokowi hadiri peringatan Hari Bhayangkara ke-69
Jokowi hadiri peringatan Hari Bhayangkara ke-69

Padahal, pada 2006 silam, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal tersebut. Saat itu, Eggi Sudjana dan tim yang menggugat ke MK.

Rencana dihidupkannya lagi pasal penghinaan terhadap presiden langsung mendapat respons dari para elite di negeri ini. Di Senayan, para politikus DPR ramai-ramai menolak rencana itu.


Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai, pasal tersebut sebagai bentuk upaya pemerintah membungkam para pengkritik presiden. Fadli menegaskan, usulan memasukkan pasal tersebut harus segera dicabut dari RUU KUHP. Sebab pasal tersebut membungkam hak seseorang untuk menyampaikan pendapat.

"Pasal tersebut tak boleh masuk KUHP dan harus dicabut. Ini dapat menjadi instrumen pemerintah untuk membungkam pihak-pihak yang mengkritik Presiden," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (4/8). (Merdeka)

2 komentar:

  1. Demi kewibawaan pemimpin harus ada undang2 itu, saya sebagai masyarakat kecil mendukung biar antek asing tidak see,nak nya menghujat kepala negara

    BalasHapus
  2. Mendukung hujatan pada presiden adalah kaki tangan barat untuk mengembang kan liberalisme, macam fadli zon

    BalasHapus