Kamis, 29 Oktober 2015

Pesawat Nasional N 219 dan Semangat Sumpah Pemuda


Sumpah pemuda tahun ini menjadi ajang untuk menunjukkan kemampuan anak bangsa. Salah satunya dengan memamerkan kesuksesan produksi pesawat dalam negeri, N219. Meski hanya memiliki kemampuan daya angkut 19 penumpang namun pesawat ini dianggap mampu membuka pintu sejarah bagi industri pesawat dalam negeri.

Pesawat Nasional N 219 dan Semangat Sumpah Pemuda

Pesawat N219 telah dipamerkan hari ini, seiring dengan International Seminar On Aerospace Science Technology (ISAST) di Kuta, Bali. Perkenalan pesawat ini sesuai rencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang memang menggunakan momentum Sumpah Pemuda untuk memperkenalkannya kepada publik.

Dikatakan Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan Setyo Prabowo, pesawat ini akan dipasarkan pada 2017, namun baru sebatas pasar lokal karena kebutuhan dalam negeri sendiri cukup tinggi. Pesawat ini ditujukan untuk feeder antarbandara kecil atau perintis, seperti yang terdapat di Indonesia Timur, atau Kalimantan. Rute terbangnya, diklaim Gunawan bisa mencapai radius 5.000 kilometer, seperti dari Cilacap ke Bandung, atau Jakarta ke Purwokerto.


“Pernah juga digunakan uji coba terbang dari Irian ke Sulawesi. Tapi jarak itu untuk ukuran keamanan penerbangan saja. Kalau mau lebih jauh sebenarnya bisa asal sering berhenti,” kata Gunawan kepada VIVA.co.id, Rabu 28 Oktober 2015.

Dilansir dari situs Lapan, Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lapan, Dr. Rika Andiarti, menyatakan jika institusinya, bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), memang telah berkomitmen kepada presiden dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk melaksanakan roll out pada tanggal 28 Oktober 2015, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Pada acara tersebut, komponen airworthiness N219 akan ditampilkan. Komponen tersebut terdiri dari fuselage, wing, ethernet dan control services, serta komponen class one mockup.

“Pengembangan N219 ini bukan hanya bertujuan untuk membangun pesawat transport, melainkan juga untuk menumbuhkembangkan industri kecil Indonesia di bidang penerbangan. Dalam pembuatan N219, tool dan panel jig-nya merupakan hasil produksi industri kecil di Bandung dan Jawa tengah,” tutur Rika.

Dipenuhi Komponen Murni Buatan Dalam Negeri

Dipaparkan Rika, pembuatan pesawat ini terus diupayakan untuk menggunakan komponen dalam negeri. Sesuai target awal, kata dia, prototipe pesawat N219 akan memenuhi 40 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun mendatang, TKDN akan ditingkatkan menjadi 60 persen.

“Hal ini sejalan dengan dukungan dan semangat dari Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Industri Komponen guna mempersiapkan Airframe Part (Komponen Pesawat Terbang) buatan dalam negeri,” kata dia.

N219 sendiri merupakan hasil kerja sama Lapan yang melibatkan PT DI sebagai pihak yang memproduksi. Selain menumbuhkan industry pesawat dalam negeri, pihak Lapan juga ingin membangkitkan kembali perusahaan produsen pesawat kebanggaan Indonesia, PT DI.

"Ini sebetulnya pesawat yang jauh lebih sederhana. Misi kami sesungguhnya adalah menghidupkan kembali PT DI. Murni tidak ada campur tangan asing. Tidak seperti N250 yang masih menggunakan konsultan asing, N219 murni Indonesia,” ujar Gunawan.

Dipaparkan Gunawan, dengan modal riset Rp200 miliar, Lapan dan PT DI akan memproduksi sekitar 250 unit pesawat N219. Harga per unitnya dibanderol sekitar Rp50 sampai Rp54 miliar. Itu disebutnya sebagai nilai yang cukup kompetitif karena saat masuk ke pasar pada 2017 nanti, N219 harus berhadapan dengan pesawat lain buatan China. Gunawan optimis jika N219 bisa mengangkat nama Indonesia di kancah industri dunia karena Lapan dan PT DI mengaku sangat serius menggarap pesawat tersebut. Bahkan dalam satu tahun, diungkap Gunawan, PT DI bisa memproduksi 12 unit pesawat N219, atau satu bulan satu pesawat.

“April tahun depan kami akan melakukan first test flight. Setelah itu sertifikasi turun. Sekarang pesawatnya sudah ready, utuh dengan sistem lengkap. Bahkan sudah ada pemesanan, sekitar 75 unit dari Lion Air, Aviastar, dan beberapa institusi pemerintah daerah,” kata Gunawan.

Ke depannya, jika pesawat ini laku di pasar, kata dia, Lapan akan melanjutkan dengan produksi N245. Namun harus dengan perhitungan yang matang, termasuk ancaman competitor.

“Investasi di pesawat itu tinggi. Kalau tidak dihitung nanti seperti apa dipasar, laku kebeli atau tidak. Kalau lancar, kita lanjut ke N245. Jika misalnya N219 dipasarkan tahun 2017, terus penjualannya bagus, kita langsung buat N245. Lapan sudah buat programnya. Nanti N245 memiliki kapasitas 45 orang dan lebih besar dari sebelumnya, kemungkinan bisa dipasarkan di 2019,” kata Gunawan.

Spesifikasi Lengkap N219

Dikatakan Gunawan, pesawat ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi perintis di Indonesia Timur, tepatnya wilayah-wilayah yang tidak bisa ditempuh dengan jalur darat dan laut. Pasalnya, di kawasan Indonesia Timur ada kebutuhan pesawat untuk mendarat di daerah pegunungan, landing dan takeoff yang pendek, serta memiliki fasilitas rendah. Itulah yang akan menjadi fokus pelayanan N219.

“N219 bisa dikonversi untuk beberapa kepentingan. Bisa diubah ke model amfibi, militer, transport, kargo, juga bisa untuk pemadam kebakaran. Tetapi yang lebih penting, pesawat ini ditujukan untuk pemenuhan transportasi perintis di Indonesia Timur. Materinya campur-campur. Ada alumunium seri 2 dan 6. Untuk sementara bahan-bahan tersebut diimpor dari luar, tetapi dimanufaktur di sini,” kata dia.

N219 ini diharapkan bisa menggantikan pesawat Twin Otter yang sempat populer di era 1970-1980. Sayangnya pesawat jenis ini telah usang. Tidak diproduksi lagi, meski beberapa kerap masih ditemui di Indonesia.

Huruf N dalam nama itu adalah Nusantara, menunjukkan bahwa desain, produksi dan seluruh perhitungan dikerjakan di Indonesia. Pesawat N219 merupakan pesawat baru, tidak meniru jenis pesawat manapun.  Bobot bersih pesawat ini 4,7 ton. Telah memenuhi unsur pesawat kecil menurut  standar FAR 23. Bisa menjangkau jarak maksimal 1.111 kilometer. Kurang lebih sama dengan jarak terbang Jakarta ke Balikpapan.

Meski mungil, daya tampung pesawat ini terbilang besar. Hingga tujuh ton. Sayap sepanjang 19,5 meter mampu membuat logam sepanjang 16,5 meter dan tinggi 6,1 meter ini melayang-layang di ketinggian maksimal 10.000 kaki dari permukaan laut.

Pesawat N219 sengaja didesain hanya untuk kebutuhan sipil, dengan kapasitas penumpang hanya 19 orang. Dengan begitu, pesawat ini bisa dioperasikan pada daerah dengan kondisi alam ekstrim dan tingkat kesulitan yang tinggi. Seperti landasan tak beraspal di wilayah pegunungan. Di wilayah kepulauan.

Sejumlah teknologi unik telah diadopsi. Konstruksi badan dan sayap dari aluminium. Mesin off the sheft yang banyak digunakan dalam dunia penerbangan. Sistem teknologi di dalamnya sudah modern. Reliable, dan mudah dalam perawatan. Teknologi Avionic N219 adalah teknologi termodern sekarang ini. Menggunakan glass cockpit dengan fitur syntetic untuk membantu pilot mendapatkan informasi navigasi yang akurat meskipun cuaca buruk.

Ini bisa menjadi perwujudan dari mimpi ahli pesawat jenius asal Indonesia, yang juga presiden ke-3, BJ Habibie. Bahkan sang anak, Ilham Habibie telah meneruskan jejak sang ayah, dengan memproduksi R80, pesawat berkapasitas 80 orang. Kepada Viva.co.id Ilham mengungkapkan keyakinannya jika kemampuan Indonesia untuk membuat pesawat sudah lengkap, termasuk dukungan dalam negeri.

 “Boeing bisa kuat karena memiliki dukungan pasar dalam negeri yang besar. Airbus juga disokong oleh tiga negara, Jerman, Prancis dan Spanyol, sehingga kemudian besar di Eropa. Logika itu menurut saya juga harus diterapkan di Indonesia. Kita lihat misalnya dengan mata kepala kita sendiri, tiap tahun berapa ratus pesawat terbang yang kita pesan. Buat industry, itu memang tidak bisa otomatis beli semua dari Indonesia, tapi kedekatan pasar dengan produsen itu penting,” ujar Ilham, pendiri PT Regio Aviasi Industri (PT RAI). (VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar