Sabtu, 11 Juni 2016

Badan Intel Kemhan Benteng Ancaman Nonmiliter


Mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Syarifudin Tippe menyatakan Badan Intelijen Pertahanan bakal memayungi segala ancaman yang berasal dari unsur militer maupun nonmiliter.

Badan Intel Kemhan Benteng Ancaman Nonmiliter

Tippe berkata, dalam sektor intelijen, Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia yang sudah ada selama ini hanya bekerja dalam ruang militer. Akibatnya terjadi kekosongan ruang dalam menghadapi ancaman nonmiliter di bidang pertahanan.

Untuk menutupi kekosongan ruang tersebut, menurut Tippe, dibutuhkan Badan Intelijen Pertahanan. Badan intel ini nantinya juga akan membantu intelijen militer.

"Pertahanan itu luas, dan ada ruang kosong yang tidak terjamah intelijen TNI, yaitu intelijen nonmiliter. Di situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan," kata Tippe kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/6).


Mantan Rektor Universitas Pertahanan Indonesia itu mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan bertugas memberikan dukungan data-data dalam menyusun konsep dan strategi, serta memetakan potensi ancaman di sektor pertahanan.

Pertahanan dan militer, ujar Tippe, merupakan dua hal berbeda tapi saling terikat. Pertahanan tak selalu identik dengan militer, namun salah satu unsur dalam pertahanan adalah militer.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Sementara Pasal 1 ayat 20 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjelaskan bahwa militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ancaman nonmiliter, kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu beberapa waktu lalu, meliputi terorisme, bencana alam, pelanggaran perbatasan, separatisme, penyebaran penyakit, serangan siber, narkoba, dan infiltrasi budaya.

Sejak 2008

Kementerian Pertahanan telah membahas wacana Badan Intelijen Pertahanan sejak tahun 2008. Saat menjadi Dirjen, Tippe melakukan studi ke Badan Intelijen Australia (Defence Intelligence Organisation) di bawah Kementerian Pertahanan Australia.

Badan Intelijen Australia bertugas menilai data intelijen yang diperoleh dari atau disediakan oleh agen-agen intelijen yang berada di dalam dan luar Australia. Tujuannya untuk mendukung proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan kementerian pertahanan negara itu, serta merencanakan operasi angkatan bersenjata Australia.

"Setelah itu (hasil studi tersebut) kami rumuskan dan gulirkan ke Mabes TNI. Pak Safrie (Sjamsoeddin, Sekjen Kemhan) mengimbau (diserahkan) ke Mabes, namun ditolak karena waktunya belum tepat saat itu," kata Tippe.

Belakangan wacana Badan Intelijen Pertahanan kembali menguat. Sekretaris Jenderal Kemhan Laksamana Madya Widodo mengatakan badan intelijen di bawah kementeriannya akan bekerja untuk menentukan kebijakan pertahanan negara, termasuk mengurus sumber daya yang mendukung pertahanan seperti pangan, energi, dan manusia.

Fungsi itu, ujar Widodo, berbeda dengan BAIS di bawah Panglima TNI yang hanya menangani kekuatan pertahanan yang bersifat konvensional terkait angkatan bersenjata. Badan Intelijen Pertahanan, kata Widodo, berbeda pula dengan Badan Intelijen Negara (BIN) di bawah presiden yang cakupannya terkait kebijakan negara secara menyeluruh.

Suara berbeda muncul dari sejumlah anggota Komisi I Bidang Pertahanan dan Intelijen DPR. Wakil Ketua Komisi I Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin menyatakan BAIS sesungguhnya sudah mencakup fungsi intelijen pertahanan sehingga tak perlu lagi lembaga baru.

"Dalam UU Intelijen Negara, intelijen pertahanan itu adanya di TNI. Jadi di BAIS, bukan Kemhan," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Pasal 9 UU Intelijen Negara menyebut penyelenggara intelijen negara di Indonesia terdiri atas Badan Intelijen Negara, Intelijen Tentara Nasional Indonesia, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, dan Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Sementara Pasal 11 ayat 1 UU tersebut berbunyi "Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyelenggarakan fungsi intelijen pertahanan dan/atau militer."

Merujuk pada pasal itu, Hasanuddin menilai pemerintah sebetulnya tidak membutuhkan badan intelijen baru, sebab Kemhan dapat menerima segala laporan dan informasi intelijen dari BAIS.

Anggapan serupa muncul dari anggota Komisi I Mayjen Purnawirawan Supiadin Ari Saputra. Meski demikian, menurut Supiadin, pemerintah dapat membentuk Badan Intelijen Pertahanan dengan jaminan tak bakal ada tumpang tindih antara lembaga baru itu dan BAIS.

Senada, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti berpendapat fungsi intelijen pertahanan telah dilaksanakan oleh BAIS. Itu sebabnya ia mempertanyakan rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan.

Jika fungsi BAIS dengan badan intelijen yang akan didirikan Kemhan berbeda, Ikrar menduga telah terjadi ketidakharmonisan terkait koordinasi di antara Mabes TNI dan Kemhan. (CNN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar