Negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) memang lagi getol memperkuat armada militernya. Mulai dengan senjata ringan hingga berat. Pesawat udara tanpa awak menjadi salah satu yang gencar dikembangkan oleh sejumlah negara di kawasan ASEAN.
UAV Wulung Karya BPPT Indonesia (foto : republika) |
Program UAV Malaysia
Negeri jiran ini mengembangkan pesawat udara tanpa awaknya melalui Unmanned Systems Technology (UST), yang didirikan pada 2007. Tugasnya, khusus untuk menarik segala sumber daya untuk mengembangkan pesawat udara tanpa awak.
Malaysia telah menemukan momentumnya. Melalui UST, Malaysia berhasil mengembangkan pesawat udara tanpa awak dan sukses mengembangkan produksi dalam negerinya, baik untuk kepentingan sipil maupun militer. Bahkan, Malaysia saat ini telah menawarkan beberapa produk pesawat tanpa awak produksinya.
UAV Aludra SR-12 Malaysia
(foto : Zulkhas / defense-studies.blogspot.com)
|
Produk yang telah ditelorkan oleh UST antara lain pesawat tanpa awak bersayap dan berbaling-baling menyerupai helikopter. Pesawat yang bersayap antara lain Aludra, Aludra SR-08, dan Aludra SR-12. Sedangkan yang menyerupai helikopter adalah Intisar 300 dan Intisar 400.
Produk utama yang dihasilkan UTS adalah Aludra. Pesawat ini memiliki berat 200 kilogram. Muatan maksimal yang bisa diangkut seberat 25 kilogram. Struktur bahan terbuat dari kaca, serat karbon, busa, dan epoxy. Pesawat ini memiliki panjang 14 kaki, rentang sayap 20 kaki. Aludra mampu melaju dengan kecepatan 220 kilometer per jam dengan durasi 3 jam.
Malaysia juga terkenal maju dalam bidang pembuatan pesawat tanpa awak ini. Sebab, mereka telah menjalin kerja sama dengan berbagai negara untuk mengembangkan teknologi ini, seperti Australia.
Program UAV Singapura
Wilayah negara boleh kecil. Penduduknya juga sedikit. Namun, Singapura tak mau kalah memperkuat armada pesawat tanpa awaknya. Pertengahan tahun ini, negara di Selat Malaka ini telah membeli satu skuadron pesawat tanpa awak dari Israel, Heron 1. Singapura harus mengeluarkan US$6 juta untuk satu unit Heron.
Heron 1 memiliki lebar sayap 16,6 meter, berat 1,2 ton, dan mampu membawa 250 kilogram beban. Pesawat ini mampu terbang selama 50 jam (tergantung beban yang dibawa).
UAV Heron I Singapura
(foto : flightglobal.com)
|
Kecepatan jelajahnya sampai 100 kilometer per jam. mampu terbang setinggi 10 kilometer (32.000 kaki). Heron dapat dilengkapi dengan kamera yang bisa untuk melihat pada siang-malam atau radar pencarian angkatan laut. Kemampuan Pesawat ini mirip dengan pesawat Predator milik Amerika Serikat.
Armada ini didatangkan untuk menggantikan 40 pesawat udara tanpa awak Searcher yang telah digunakan selama satu dekade. Singapura juga telah memarkir 60 lebih pesawat tanpa awak Scout. Dalam segi ukuran, berat, dan kinerja, jenis Scout masih di bawah Searcher.
Singapura juga melibatkan National University of Singapura (NUS) untuk mengembangkan pesawat tanpa awak GremLion. Pesawat tanpa awak ini didesain mirip dengan helikopter dan mampu mengemban tugas khusus.
Program UAV Vietnam
Vietnam tak mau kalah. Awal 2012 ini, negara yang pernah dilanda perang saudara pada 18 tahun ini menjalin kerja sama dengan Rusia untuk mengembangkan pesawat tanpa awak. Vietnam merogoh anggaran sebesar US$10 juta untuk program alih teknologi ini. Rusia-Vietnam akan membuat pesawat tanpa awak versi kecil Irkut 200. Berat pesawat yang dibuat ini mencapai 100 kilogram.
UAV IRKUT-200 Vietnam - Rusia
(foto : irkut.com)
|
Program UAV Thailand
Sementara itu, negara-negara lain juga sama. Thailand mengembangkan The Aerostar. Thailan juga dikabarkan membeli sejumlah pesawat tanpa awak dari Israel. Langkah yang sama juga dilakukan Filipina.
Sumber : Viva News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar