Bom seberat 250 kilogram karya Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AU akan dijatuhkan di air weapon ring (AWR) Pandanwangi, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (31/1/2013).
Pengeboman dari pesawat F16/Fighting Falcon itu bagian dari uji coba bom blast effect antipersonel. Karakter bom jenis ini saat menyentuh sasaran akan meledak dan pecahan cangkangnya menyebar mengenai sasaran.
Pesawat F16/Fighting Jatuhkan Bom 250 Kilogram Karya LITBANG TNI AU |
Sedianya pesawat pengebom dari skuadron 3 Lanud Iswahjudi saat uji coba akan terbang dari Magetan menuju Lumajang atau ke arah timur.
Kadislitbangau, Marsma TNI Edy Yuwono, mengatakan uji coba ini bagian dari upaya mengurangi ketergantungan terhadap alat utama sistem persenjataan luar negeri. “Dengan ketersediaan alutsista produksi dalam negeri yang memadai maka kemampuan operasional TNI Angkatan Udara dapat terlaksana dengan baik,” jelas Edy Yowono dalam keterangan pers, Rabu (30/1).
Tim Dislitbang AU, Rabu sudah memasang bom di pesawat. Setelah dijatuhkan Kamis (31/1), tim akan mengevaluasi efektivitas ledakan pada hari berikutnya.
Di sisi lain, pengembangan bom pesawat di Indonesia dilakukan PT Pindad dan PT Sari Bahari. Nah, soal dinamika pembuatan bom, Bambang Susetya, staf penelitian dan pengembangan PT Pindad menilai efektivitas bom tidak hanya diukur dari daya ledaknya. Akan tetapi arah dan besaran serpihan sesaat setelah bom meledak perlu juga diperhatikan.
“Bila setelah membentur sasaran langsung meledak, dan serpihan tidak terarah itu tak tepat,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (29/1).
Dia menilai bom antipersonel yang baik bila telah menabrak sasaran, masuk beberapa meter dan baru meledak. Efek serpihannya dalam kondisi itu diharapkan bisa melumpuhkan personel, mengenai leher atau badan.
Bambang mengatakan satu bom latih biasanya diproduksi dengan biaya Rp20 juta sampai Rp50 juta. Meski demikian semakin banyak bom dibuat maka harganya bisa semakin ditekan.
Sumber : Soloposfm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar