Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal (Purn) Marciano Norman yang ditemui di Markas BIN, Jakarta, Selasa (11/3), mengatakan telah memetakan dan mengantisipasi sejumlah kerawanan yang bisa mengganggu Pemilu 2014.
Kepala Badan Intelijen Letjen Negara Marciano Norman |
”Kita melakukan mapping potensi ancaman dan antisipasinya. Ancaman golongan putih, jaringan kelompok radikal dan separatis, eskalasi suhu politik, kecurangan TI, dan netralitas aparat serta lembaga intelijen diperhatikan saksama. Ada skenario kelompok yang tidak menerima kekalahan dalam pemilu berbuat kekacauan. Adapun aparat intelijen yang melakukan pelanggaran berat dalam pemilu akan ditindak tegas,” tutur Marciano.
Dia menjelaskan, 75 persen Komunitas Intelijen Daerah sudah ditempatkan lama sehingga mengenal persoalan di daerah penugasan. Marciano, Komandan Paspampres era Susilo Bambang Yudhoyono, mengingatkan, kriteria kepemimpinan untuk menghargai dan melanjutkan karya positif presiden dari era Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, hingga SBY.
Ditanya kemungkinan pergantian atau mundurnya petinggi TNI terkait pemilihan presiden, Kepala BIN mengatakan, mekanisme pergantian atau pengaderan di TNI sudah terbentuk sehingga tidak akan mengganggu.
BIN telah memberikan masukan kepada penyelenggara pemilu untuk antisipatif dan menyelesaikan masalah daftar pemilih tetap (DPT), tidak ada keraguan terhadap status anggota KPU, KPUD, dan Bawaslu agar bisa bekerja maksimal dan kesiapan logistik pemilu.
Prinsip kehati-hatian
Terkait tahapan pelaksanaan pemilu, KPU menolak disebut lambat dalam menetapkan diskualifikasi bagi peserta pemilu, yaitu partai politik dan calon anggota DPD yang terlambat menyampaikan laporan awal dana kampanye. Dalam teks UU jelas disebutkan, yang terlambat melaporkan, sanksinya diskualifikasi sebagai peserta pemilu di wilayah setempat.
”Kami sebagai pejabat negara terikat asas-asas pemerintahan yang baik. Kami tak bisa buat keputusan sewenang-wenang,” kata Komisioner KPU, Ida Budhiati, yang ingin mendapat penjelasan lengkap terlebih dulu dari provinsi dan kabupaten/kota.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat M Afifuddin mendesak KPU segera memublikasikan peserta pemilu yang terlambat. Semakin lama KPU mengulur waktu, semakin terbuka ruang politik transaksional peserta dengan penyelenggara.
”Ini sekali lagi menunjukkan gamang dan ragunya KPU memutus peserta pemilu yang seharusnya didiskualifikasi. Padahal, KPU provinsi sudah memberi laporan,” kata Afifuddin.
Ida menjelaskan, kasusnya tak sesederhana gamang atau tidak gamang. Dalam sebuah sengketa, KPU pernah diberi pesan agar lebih berhati-hati, apalagi jika berkaitan dengan pencabutan hak, dalam hal ini hak warga untuk menjadi kandidat.
”Kalau ada keadaan di luar kewenangan yang bersangkutan sehingga terlambat, itu patut dipertimbangkan. Kami ingin informasi data yang akurat dari KPU berbagai daerah,” kata Ida.
Pada Rabu ini, KPU akan melakukan rapat kerja dengan KPU provinsi seluruh Indonesia guna memvalidasi dan mengonfirmasi peserta pemilu yang terlambat menyerahkan laporan untuk diplenokan. (Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar