Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Minggu, 07 Juni 2015
Keamanan Laut China Selatan tergantung keberanian Indonesia
Dua tahun lalu, Amerika Serikat berencana menggeser kekuatan militernya ke kawasan Asia Tenggara. Tentu hal ini merupakan ancaman bagi negara-negara di ASEAN. Paling terdekat, pangkalan militer Amerika mengambang di dekat Singapura dan Australia. Sebanyak 2000 pesawat jet tempur Amerika siap lepas landas jika konflik di Laut China Selatan benar-benar pecah.
Sebagai bangsa, apakah Indonesia sadar akan ancaman yang bisa muncul dalam waktu dekat itu. Apalagi situasi di Laut China Selatan kian panas sejak akhir bulan lalu ketika pesawat intai P8 Poseidon milik Amerika Serikat dideteksi Angkatan Laut China berada di atas ketinggian 4500 meter. Pesawat tanpa awak itu berada tepat di atas pulau yang diklaim milik China.
Indonesia sebetulnya memiliki daya tawar buat menangani konflik Laut China Selatan. Apalagi sejak era Soekarno, Indonesia memang memilih untuk Non Blok. Menurut pengamat Pertahanan dan Militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie, China maupun Amerika bukan ancaman bagi Indonesia.
Jika Presiden Jokowi berani, seharusnya Indonesia memimpin negara ASEAN menjadikan wilayah Laut China Selatan sebagai zona bebas yang tentunya membuat aman wilayah tersebut. "Sekarang kalau Jokowi berani memimpin negara besar di ASEAN, sebenarnya kawasan Laut China bisa langsung aman. Asal negara ASEAN dan China sepakat menjadikan kawasan itu zona bebas," kata Connie saat berbincang dengan merdeka.com di sebuah cafe kawasan Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Rabu malam lalu.
Berikut ini petikan wawancara Connie kepada Arbi Sumandoyo dari merdeka.com:
Jika perang di Laut China selatan terjadi, bagaimana dengan kesiapan TNI, terutama untuk Alutsista yang banyak produk bekas?
Kita jangan ngomong lah kalau benar perang terjadi. Kamu sudah pinter dari aku lah. Yang harus kita pikirkan begini, kita harus mengubah persepsi kita pada saat kita membeli senjata. Jadi begini, ide-ide beli bekas harus dibuang jauh-jauh. Kita bukan lagi berbicara soal kapasitas tapi kapabilitas. Sama seperti saya tidak setuju dengan pesawat F 16. Itu Pesawat Grounded 22 tahun, enggak percaya kan? Saya punya datanya resmi. Begitu jatuh, pasti F 16. Benarkan, yang jatuh itu.
Harusnya bukan juga Sukhoi?
Begini kalau pesawat, sebenarnya Sukhoi itu sudah jadi mahal. Jadi buatan Amerika itu semua persis sama. Jadi kalau ada apa-apa kanibalnya gampang. Jadi ukuran kokpit masing-masing itu sama. Ukuran pesawat Rusia itu lain dan ini cara Rusia menjual. Jadi untuk kokpit itu bisa beda 3 mili, 1 mili, 2 mili. Memang menurut saya itu sudah menjadi bagian dagangan dia karena kita tidak bisa kanibal.
Nah sekarang begini ajalah, mau itu barang Rusia, barang apa, kalau saya bilang daripada Sukhoi kenapa kita juga tidak membeli Jian. Kita kan negara bebas, kita sudah punya F 16, kita sudah punya Sukhoi dan sekarang kita ingin membuat Skuadron Jian. Jian kurang apa canggihnya, Jian hampir sama dengan Sukhoi. Jian-10. Beli dong Jian-10, pasti China memberi kemudahan. Potong kuping saya kalau tidak. Makanya saya bilang Indonesia itu harusnya dibagi empat armada. Armada barat, Armada Timur, Armada Utara dan Armada Selatan.
Di sinilah kenapa kita tidak boleh main-main. Saya tidak setuju tiga armada, kalau bagi empat sudah jelas, untuk Armada Barat kita bisa kerja sama dengan China banyak. Kalau di hayalan aku ya, kan kita negara penyeimbang kalau lihat geopolitiknya. Di situlah di Madiun, Di Pontianak kita bikin Jian Squadron. Angkatan laut kita kapal-kapal perangnya sama China lah, beli lah kapal cepat atau kapal apa. Kapal China sudah canggih-canggih.
Nah Indonesia Timur dan Laut Pasifik, kan tadi empat armada, baru tuh kita mau pinjam barangnya Amerika kek, Australia kek. Ini yang saya bilang kita bisa pakai angka maksimal untuk pertahanan kita. Jangan tiba-tiba ada duit kita beli apa-beli apa.
Jika China bukan ancaman terbesar, sementara kemarin mereka mengklaim kepulauan Natuna?
Enggak tahu kejadian tahun lalu di paspor China ada negara Indonesia. Paspor yang lama kan sudah ditarik, kemarin Natuna juga masuk. Ini bisa diselesaikan secara diplomasi kan, jadi jangan dibikin panas. Jadi jangan sampai karena kalau China bilang itu jadi klaim, itukan dari China belum ada itu. Kalau dari China sudah ada pernyataan resmi presiden misalnya atau menteri pertahanan China "oh natuna adalah bagian" di situlah Indonesia balik badan "oke kalau begitu kita sama Amerika". Tapi sekarang enggak. Menurut aku yang kemarin itu sudah lebih parah pada saat di paspor China ada Indonesia. Kebijakan kita apa? itu bisa diselesaikan secara diplomatik. Jadi bukan isu baru kalau Natuna dianggap masuk wilayah China. Tapi karena China belum ada pernyataan resmi.
Bagaimana dengan pernyataan keras Presiden Jokowi terhadap klaim tersebut?
Ya buat saya itu bagus. Buat saya itulah sikap seorang negarawan. Menurut saya dia lebih jelas kok. Paling tidak kita tau kita mau jadi apa. Waktu itu saya tidak tahu mau jadi apa kok, makanya diketawain kalau saya lagi paparan. Karena kita hanya public enemy, bahwa ancaman kita itu bahwa kita tidak bisa mengamankan kawasan kita sendiri. Itu ancaman. Jangan ngomongin Chinanya, jangan ngomongin Amerikanya, Jangan ngomongin Rusianya. Kita tidak mampu mengamankan kawasan kita sendiri.
Berapa kawasan yang kita tidak mampu amankan?
Yaitu tadi ASEAN. Kan kita ada Political Security Community, 3000 paper setahun. 3000-an lah atau berapa saya tidak tahu. Pertemuanya mulai dari kelas yang paling bawah sampai uniteral ministry meeting. Kita bukan cuma diskusi-diskusi, sekarang ngomong yang jelas. Kawasan itu adalah ASEAN. ASEAN itu adalah Asean Political security Community kita bisa dipaksa, tetapi kita adalah satu kesatuan politik ketahanan dan ekonomi dan sosial. Ya sudah. Jadi ancaman kita adalah kami merasa terancam kawasan kami banyak pemain asing yang tidak mengeklaim tapi kepentingannya banyak banget.
Yang ke empat, sekarang kalau Jokowi berani memimpin negara besar di ASEAN, sebenarnya kawasan Laut China bisa langsung aman. Asal negara ASEAN dan China sepakat menjadikan kawasan zona bebas. Jadi itu kawasan enggak boleh diapa-apain, karena itu untuk masa depan ikan dunia di situ, gas-nya dunia berapa, saya ada datanya itu. Jadi jangan diapa-apain lah. Itu jadi kawasan SBR dan SFR nya ASEAN. Karena itu tadi Political Security Community dan kalau kita bawa ASEAN, ini untuk kebersamaan ASEAN, pasti China mau. Jadi begini lho, makanya saya kadang suka kecewa Indonesia masih ngomongnya gini lho, oh enggak ada ancaman tapi tiba-tiba ada musuh dari utara, enggak begini dong.
Banyak pangkalan Militer Amerika yang paling dekat dengan Indonesia, bukan kah itu ancaman?
Sebenarnya, jangan dianggap mengancam karena Amerika memang kebijakan politik pertahanannya sudah jelas. Dunia dia bagi regional masuk teritorialnya dia. Ada tuju kawasan dia bagi. Sebetulnya itu urusan dialah, dia punya duit untuk penyebaran militer. Kita musti bilang adalah kawasan kita harus aman. Kalau negara yang bukan pengeklaim sudah mempengaruhi yang mendorong-dorong memojokkan China, sudah pasti China marah lah. Sekarang posisi kita ada di China, argumen China gampang lho. Amerika sekarang ada di pulau pacific, kata siapa itu punya Amerika. Sudahlah, China sudah punya alasan begitu dan sekarang kita jangan mau didorong-dorong, diperalat yang seperti saya bilang tadi, saya lebih sepakat dengan ucapan Pak Ade, navy to navy talk for ASEAN, murni. Tidak boleh ASEAN untuk SWAT.
Bagaimana dengan militer kita, apakah siap jika dilihat dari reformasi di tubuh TNI?
Reformasi TNI sudah selesai. Sudah benar TNI. Yang sekarang belum selesai itu, begitu presiden ngomong A. Tidak ada kemudian misalnya kita jadi poros maritim dunia, mana ada kita mengalirkan strategi kita? Saya tanya apa maritim strategy kita? Enggak ada. Apa laut hijau kita, enggak ada. Kita belum tahu apa armada laut kita, mau kemana armada laut kita. Kalau poros maritim dunia sudah jelas nih, armada hijau kita ngapain, armada biru kita ngapain di tiga samudera.
Apa penyebabnya?
Ini karena menteri pertahanannya diam saja. Ini saya bilang penyataan presiden harus disikapi oleh menteri. Dan Menhan itu juga tidak bisa berkomentar karena mungkin menteri luar negerinya tidak ini. Menurut saya harus jelas. Indonesia itu harus pro aktif. Jadi tadi menerap leading aktornya ASEAN. Mengamankan ADIS. Itu dengan ngomong begitu aja Menhan dan Menlu berubah langsung. Karena artinya tentara kita sudah tidak main-main lagi di Indonesia sudah di negara ASEAN. Artinya apa? kita harus beli peralatan yang sama. Kan masalah kerja sama itu kita tidak memiliki peralatan yang sama.
Kamu punya becak sedangkan yang lain punya Ferrari, ya enggak nyambung. Jadi kalau dia ngomong misalkan sekarang ASEAN ADIS, ASEAN AMIZ karena kita negara poros maritim dunia mari kita dorong ADIS, AMIZ-nya ASEAN itu mempengaruhi pengadaan. Ini yang saya bilang tanpa ada pernyataan politik panglima pun tidak bisa karena tentara kita bukan tentara berpolitik.
Di luar konflik Laut China Selatan, soal pertahanan Indonesia bagaimana?
Sekarang begini saja, kita lihat Indian Ocean. Tahu enggak lautan India itu di depan mata kita. Dulu saja Bung Karno nyebutnya Samudera Indonesia bukan Samudera India. Artinya ya mbok dipikirin deh, kita harusnya sudah bisa menyebarkan seperti China. Angkatan laut kita harus seperti China. Mereka sudah ada di kutub selatan. Memang kamu pikir tidak ada angkatan laut China di kutub selatan. Gede di sana China bikin base. Base dong Indonesia di sana, kita berhak klaim kok kalau mau.
Akhirnya perebutan siapa yang bertahan kok. Nah kalau kita mau bertahan, ya udah itu klaim aja kutub utara masih 13 persen kalau mau. Sekarang 49 persen kutub utara punya Australia karena kita diam saja. Padahal kalau 49 dikurangi 13 boleh-boleh aja karena kalau ditarik ke bawah adanya di garis kita kok. Jadi saya lebih percaya seperti Tan Malaka bilang, dunia dibagi adil saja lah mendingan. Keseimbangan kekuatan. Nah ini tidak akan terwujud keseimbangan kekuatan karena tadi kita ngomong aja disetir.
Kan keseimbangan kekuatan itu kita harus yakin, kita bisa, kita mampu kawasan kita berdiri sendiri. Untuk mengurangi resiko kita di akal-akalin ASEAN di pecah-pecah, satuan udaranya dulu. Kalau udaranya bersatu, maritimnya pasti bersatu. (Merdeka)
sudah dipastikan indonesia membutuhkan 5 kapal induk jet tempur , gen 5 , sebagai perkuat poros maritim
BalasHapusah ngomong doank, coba kalo nnt sudah jadi menteri dan transaksi beli senjata ..." bagian gue berapa persen nih?"
BalasHapusHanya dua kata TNI harus kuat ! dan katakan tidak untuk alusista bekas !!!!
BalasHapusGaya bahasanya tipe gaya 86
BalasHapusGaya bahasa 69/kwk
BalasHapus"...bulan lalu ketika pesawat intai P8 Poseidon milik Amerika Serikat dideteksi Angkatan Laut China berada di atas ketinggian 4500 meter. Pesawat tanpa awak itu berada tepat...". P-8A Poseidon tanpa awak? :p
BalasHapus