Direktur Perlindungan Warna Negara Indonesia (WNI) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan telah terjadi pembajakan dua awak kapal berbendera Merah Putih. Pembajakan terjadi di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina pukul 18.31 WITA.
"Dua kapal tersebut dalam perjalanan pulang dari Cebu, Filipina menuju Tarakan," ujar Iqbal melalu siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (16/4) dini hari.
Iqbal mengatakan dua kapal tersebut adalah kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi. Kedua kapal tersebut membawa 10 orang anak buah kapal (ABK) warna negara Indonesia. "Dalam peristiwa itu satu orang ABK tertembak, lima orang selamat dan empat orang diculik," ujar Iqbal.
Iqbal mengatakan satu ABK yang tertembak telah diselamatkan oleh Polisi Maritim Malaysia ke wilayah Malaysia dan telah mendapatan perawatan. Kondisinya meski terkena luka tembak namun korban tetap dalam kondisi stabil.
"Sedangkan lima ABK lain yang selamat bersama dua kapal langsung dibawa Polisi Maritim Malaysia ke Pelabuhan Lahat Datu, Malaysia," ujarnya.
Iqbal menambahkan semantara ini Kementerian Luar Negeri masih berusaha berkoodinasi dengan manajemen perusahaan untuk mendapatkan detail informasi. Selain itu, pihaknya juga terus melakukan konsultasi dengan pihak dalam negeri Malaysia maupun dengan Filipina.
"Konsulat RI Tawau terus melakukan koordinasi dengan otoritas di Malaysia yang ada di wilayah tersebut," kata dia.
“Di dalamnya ada TNI, operasi di bawah operasi intelijen TNI,” ujar Jenderal Gatot dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (01/05).
Jenderal Gatot menjelaskan bahwa hal yang paling utama dalam pembebasan ini adalah para sandera dalam keadaan selamat.
Panglima TNI menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang mengupayakan untuk membebaskan 4 WNI lainnya. Pembebasan itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
Tak Keluarkan Uang Tebusan Sepeserpun
PT Brahma International, pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang ke-10 WNI pelautnya disandera kelompok Abu Sayaff, di Filipina selatan, mengaku tidak mengeluarkan tebusan untuk mereka.
Ke-10
WNI yang ditawan dengan tuntutan uang tebusan Rp14 miliar itu
dibebaskan begitu saja oleh kawanan milisi bersenjata penyandera mereka.
Pemerintah Indonesia hanya menyatakan, pembebasan itu berkat diplomasi
di semua tingkat dengan melibatkan jaringan formal dan informal.
Selepas
pembebasan sandera itu, ada beberapa pihak yang mengklaim secara
terbuka berkontribusi atas pembebasan sandera itu, termasuk jaringan
media massa nasional dan partai politik baru.
"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International ke para penyandera," kata petugas bagian hukum dan relasi PT Brahma International, Yan Arief, dalam jumpa pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Perusahaan itu dan mitranya, PT Patria Maritime, jelas bersyukur atas pembebasan ke-10 WNI anak buah kapal mereka.
"Saya mewakili PT Brahma bersama-sama dengan mitra kami PT Patria Maritime Lines, mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden dan jajaran menteri kabinet kerja, menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, menteri luar negeri, serta pihak lain yang membantu pembebasan sandera awak kapal. Dan juga Kedubes kita di Filipina dan pemerintah Filipina," ucap Arief.
Menurut Arief, pembebasan 10 awak kapal yang disandera itu adalah berkat negosiasi di bawah kendali pemerintah Indonesia.
"Pembebasan itu terkait bantuan dari pemerintah di bawah tim negosiator. Namun apakah mereka menggunakan tebusan atau tidak saya tidak tahu," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, PT Brahma adalah pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang diawaki 10 orang WNI. Sedangkan bertindak sebagai operator kapal adalah PT Patria Maritime Lines.
Saat dibajak pada 26 Maret itu, kapal Brahma 12 tengah menarik kapal tongkang Anand 12 yang mengangkut lebih dari 7.000 metrik ton batu bara.
"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International ke para penyandera," kata petugas bagian hukum dan relasi PT Brahma International, Yan Arief, dalam jumpa pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Perusahaan itu dan mitranya, PT Patria Maritime, jelas bersyukur atas pembebasan ke-10 WNI anak buah kapal mereka.
"Saya mewakili PT Brahma bersama-sama dengan mitra kami PT Patria Maritime Lines, mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden dan jajaran menteri kabinet kerja, menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, menteri luar negeri, serta pihak lain yang membantu pembebasan sandera awak kapal. Dan juga Kedubes kita di Filipina dan pemerintah Filipina," ucap Arief.
Menurut Arief, pembebasan 10 awak kapal yang disandera itu adalah berkat negosiasi di bawah kendali pemerintah Indonesia.
"Pembebasan itu terkait bantuan dari pemerintah di bawah tim negosiator. Namun apakah mereka menggunakan tebusan atau tidak saya tidak tahu," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, PT Brahma adalah pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang diawaki 10 orang WNI. Sedangkan bertindak sebagai operator kapal adalah PT Patria Maritime Lines.
Saat dibajak pada 26 Maret itu, kapal Brahma 12 tengah menarik kapal tongkang Anand 12 yang mengangkut lebih dari 7.000 metrik ton batu bara.
Batu bara itu milik PT Antang Gunung Meratus.
Kapal itu berlayar dari Sungai Puting, Kabupaten Tapin, Kalimantan
Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan. Di perairan Tawi-tawi, di
sekitar Sulu, Filipina selatan, kedua kapal itu dibajak dan ke-10 WNI
anak buah kapalnya disandera. (Detik | Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar