Selasa, 26 Februari 2013

Indonesia Kembali Mengkaji Batas Maritim dengan Negara Tetangga


Indonesia kembali mengaji dan menyamakan persepsi antarinstansi mengenai batas maritim dengan negara tetangga. Kajian tersebut meliputi wilayah yang langsung berbatasan dengan negara lain maupun dengan laut bebas.

Indonesia Kembali Mengkaji Batas Maritim dengan Negara Tetangga
foto : endyonisius.blogspot.com

"Penetapan batas maritim belum selesai secara keseluruhan dan masih dalam proses perundingan. Jika tak segera dibahas akan menimbulkan permasalahan dalam upaya penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yuridiksi Indonesia di laut," kata Wakil Kepala Staf TNI AL Laksdya Hari Bowo, saat membuka acara 'Sosialisasi Batas Maritim NKRI dengan Negara Tetangga', di Jakarta, Senin (25/2).

Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 negara tetangga, antara lain India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Palau, Papua Nugini, Australia, dan Timur Leste. Batas maritim yang dimaksud terdiri dari batas wilayah laut, batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan batas kontinen. "Keberadaan batas maritim ini sangat penting dalam upaya mengelola sumber daya di lingkungan laut dan memajukan ekonomi kelautan," kata Hari.


Sosialisasi batas maritim ini, tambah Hari, sebagai upaya menyamakan persepsi satu tindakan yang diambil oleh lembaga yang terlibat pengelolaan keamanan laut. Adapun yang hadir dalam sosialisasi yang digagas Dinas Hidra-Oseanografi TNI AL ini antara lain, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Polri.

Sementara itu, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri, Linggawaty Hakim mengatakan penyelesaian sengketa wilayah merupakan persoalan yang rumit. "Karena persoalan perbatasan bukan hanya melihat perhitungan teknis, melainkan harus menyertakan perhitungan strategis, politis, pertahanan-keamanan, ekonomis, dan sumber daya alam.

Berbicara mengenai perbatasan, kata dia, anggapannya selalu bahwa walaupun sejengkal tanah harus dipertahankan. Prinsip itu juga berlaku bagi negara lain. "Ini yang membuat proses penyelesaian sengketa perbatasan menjadi panjang karena harus bernegosiasi dengan berbagai pendekatan," kata dia.

Dia mencontohkan perundingan perbatasan dengan Malaysia. Sejak 2005 sudah ada 24 kali pertemuan terkait sengketa perbatasan dengan Malaysia. "Namun, belum ada sinyal kesepakatan," ujarnya.

Menurut dia, dari sejumlah perundingan, ada beberapa kesepakatan teknis yang akan terselesaikan. "Prinsipnya, perlu ada kemauan dari kedua pihak dengan prinsip win-win solution. Yang penting sesuai dengan hukum yang ada," kata dia. (KJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar