Sabtu, 30 Juni 2012

Sumber Energi dan Konflik di Laut Cina Selatan


Keberadaan Sumber energi yang melimpah di dilaut cina selatan, menjadikan kawasan ini menjadi daerah rawan konflik dikawasan asia setidaknya beberapa negara terlibat dikawasan ini terutama Cina, Taiwan, Filipina, Vietman, Malaysia, Brunai bahkan Indonesia.
Konflik di Laut Cina Selatan
Konflik di Laut Cina Selatan
China terus mengencangkan cengkeramannya ke sumber-sumber energi yang mereka klaim, maupun pasokan dari negara lain. Perekonomian China sedang meroket membutuhkan pasokan gas dan minyak yang berlimpah, untuk menggerakkan mega-industri mereka.

China dan Rusia mengerahkan kemampuannya untuk menjaga posisi Presiden Suriah, Bashar Assad, dari gangguan NATO dan AS, demi mengamankan pasokan minyak Suriah ke China. China pun menggelar kapal perang di sekitar Karang Scarborough, agar Filipina tidak coba-coba mengklaim pulau tersebut. Diperkirakan potensi gas alam di Karang Scarborough Laut China Selatan, sekitar 7.500 kilometer kubik atau 266 triliun kaki kubik.


Destroyer China Berlatih di Laut China Selatan
Destroyer China Berlatih di Laut China Selatan

Ketegangan Dilaut Cina Selatan

Selain Filipina, Vietnam adalah negara yang senyata-nyatanya merasakan tekanan itu. Vietnam, mulai memodernisasi kapal perang mereka (Gepard Class dan Sigma Class), serta mulai membangun pertahanan rudal yakhont di garis pantai, untuk melindungi pulau di Spratly yang bersengketa dengan China di Laut China Selatan.

Bukan hanya Filipina dan Vietnam yang merasa resah. Amerika Serikat pun merasakannya dan mulai menempatkan pasukan di Australia, untuk mengimbangi gerakan agresif China.

Peranan dan Keberadaan Indonesia
Dilaut Cina Selatan

Indonesia pun tidak aman. China mengklaim, seluruh laut China Selatan di Asia Tenggara, merupakan wilayah China dengan asalan bagian dari sejarah kerajaan Tiongkok.

Dan seperti yang diketahui, wilayah Natuna memiliki cadangan gas 14 juta barel dan gas bumi diperkirakan 1,3 milyar kubik. Jika tidak dijaga dengan baik Pulau Natuna ini, bisa saja diklaim negara lain.

Pangkalan Militer Natuna di Laut Cina Selatan
Pangkalan Militer Natuna di Laut Cina Selatan

Mabes TNI sendiri telah mengidentifikasi, bahwa laut Natuna menjadi bagian dari “hot spot”, selain Selat Malaka, Laut Sulawesi dan Laut Aru. Kesadaran itu mulai ditindaklanjuti dengan menggelar latihan Perang di Natuna yang melibatkan 1100 personil dengan 14 kapal perang.

Skenarionya ada dua. Pesawat asing menyusup ke Natuna serta menjatuhkan bom ke kapal Pangkalan TNI AL Mentigi, Tanjunguban. Skenario kedua, 7 kapal perang asing masuk ke Laut Natuna Kepulauan Riau dan terjadi pertempuran dengan beberapa kapal KRI. Pasukan Asing berhasil menguasai Pulau Mantang.

Menurut Panglima Komando Armada Kawasan Barat, Laksamana Muda Didit Ashaf, latihan terpadu ini untuk meningkatkan profesionalisme prajurit, sekaligus mengetahui kesiapan personil dan material, sehingga kekurangan dalam latihan dapat disempurnakan secara terencana.

Ancaman di Kepulauan Natuna terus meningkat. Dalam satu tahun terakhir, telah terjadi pergeseran “Hot Area” dari Selat Malaka, ke Perairan Laut China Selatan di Kepulauan Natuna. Kapal-kapal nelayan asing, kini berebut untuk menguras ikan di perairan Natuna. Lantamal IV/Tanjungpinang sudah beberapa kali menangkap nelayan Vietnam yang mencuri ikan di sana, yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

“Baru-baru ini ada sekitar 20 kapal ikan asing yang memasuki perairan Ranai, Natuna. Namun mereka berhasil kabur saat dikejar oleh KRI,” ungkap Komandan Lantamal IV/Tanjungpinang, Laksamana Pertama TNI Darwanto.

Selain itu, pelanggaran hukum yang sering terjadi adalah: Human Trafficking, Perompakan di Laut dan Illegal Mining. Pencemaran dan perusakan ekosistem laut juga kerap terjadi.

Saat ini TNI AL TNI-AL mengoperasikan satu unit kapal perang untuk mencegah dan menangkap nelayan asing yang mencuri ikan di Natuna, Kepulauan Riau. Namun satu unit KRI belum mencukupi untuk mengawasi perairan Natuna yang sangat luas.



“Nelayan asing tampaknya memiliki mata-mata di perairan Natuna. Orang yang memberi informasi terkait kondisi keamanan yang dibutuhkan nelayan asing tersebut diduga warga negara Indonesia”, ujar Komandan Lantamal IV/Tanjungpinang.

Panglima Daerah Militer I/Bukit Barisan Mayjen Lodewijk Freidrich Paulus melihat Pulau Natuna semakin memiliki ancaman yang nyata. “Keberadaan pasukan di Natuna, sudah mendesak. Ini dilakukan demi menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI dari ancaman negara asing”, ujar Mayjen Lodewijk Freidrich.

Saat ini jumlah pasukan Angkatan Darat di Natuna, baru dua kompi (200 orang). Kodam Bukit Barisan berencana menambahnya menjadi satu batalyon secara bertahap.

Namun menurut mantan Danjen Kopassus itu, keberadaan Angkatan Darat saja, tidak cukup. “Kita perlu memperkuat kekuatan di Natuna, tidak hanya TNI AD saja, tetapi gabungan seluruh TNI,” ujar Pangdam Bukit Barisan.

Postur Pertahanan Angkatan Darat, memang mulai berubah dengan mendorong pasukan lebih mendekat ke perbatasan maupun ke pulau pulau terluar. Perubahan ini sudah cukup terasa di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Namun bagaimana dengan Natuna ? KRI apa yang akan dikirim ke sana, untuk menjaga gerakan frigat dan destroyer China yang mulai gencar mengarungi Laut China Selatan ?. Indonesia perlu membangun Pangkalan Militer Natuna.


Sumber : Jakarta Greater

Tidak ada komentar:

Posting Komentar