Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Kamis, 28 April 2016
Dari Lapas Umar Patek Bisa Bernegosiasi Dengan Kelompok Abu Sayyaf
Siapa yang tak mengenal Umar Patek. Nama pria bertubuh mungil blasteran Jawa-Arab itu sempat menjadi orang yang paling dicari. Tidak hanya oleh pemerintah Indonesia, tetapi juga pemerintah Australia dan Amerika Serikat, akibat keterlibatannya dalam aksi Bom Bali I tahun 2002. Peristiwa itu menewaskan 202 orang dan melukai 209 orang.
Narapidana teroris itu kini mengaku insaf dan ingin membantu pemerintah Indonesia menangkal gerakan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang disebutnya lebih membahayakan dibandingkan Jamaah Islamiyah.
Dia pun menawarkan diri menjadi negosiator untuk membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Umar Patek tampil di hadapan publik sebagai narasumber sebuah seminar di Malang pada Senin, 25 April 2016. Dia mengenakan setelan kemeja koko warna putih dan peci berwarna senada.
Umar dikawal aparat keamanan yang mengenakan pakaian sipil, berbaur dengan peserta seminar. Sepanjang hari itu Umar Patek terlihat ceria dan lincah. Saat istirahat siang, Umar pun dirubung peserta seminar yang mengajaknya berfoto bersama. Umar yang mengenakan sepatu olah raga Diadora berwarna cerah melayani semua permintaan itu.
Untold story
Pria yang sempat menjalani pendidikan akademi militer bersama Ali Imron di Afghanistan itu mendapat giliran berbicara setelah istirahat siang. Menggunakan bahasa ‘Aku’, Umar menuturkan kisah hidupnya yang belum pernah terpapar di media.
“Ini untold story (kisah yang belum pernah diungkap media massa), yang belum pernah aku ceritakan pada media, semuanya ada di dalam benak pikiranku,” katanya.
Dia bertutur, mulai masuk ke Filipina di tahun 1995 setelah menuntaskan pendidikan di Afganistan. Tahun 1998, dia memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis Filipina, anak seorang pendeta, yang kemudian masuk Islam.
Saat itu, posisi Umar Patek sebagai komandan di kamp Abu Bakar Assidiq di Filipina, sempat membuat keluarga calon istrinya khawatir datang ke kamp untuk menghadiri pernikahan Umar.
“Saat itu aku yakinkan orang tuanya, kedua tanganku tak pernah membuat bom untuk membunuh sipil nonmuslim di Filipina. Kami hanya memerangi militer Filipina yang masuk ke kamp saat itu,” kata Umar.
Bahkan, untuk membuat keluarga mempelai wanita tak takut, Umar melarang anak buahnya melakukan hormat senjata, dengan menembakkan senjata ke udara. “Pernikahan kami pun dihadiri orang tuanya,” katanya.
Kisah itu, menurutnya, menjadi bukti bahwa dia hidup rukun dengan keluarga istrinya yang beragama Katolik di Filipina.
Peledakan bom di Bali disebut Umar adalah kesalahan. Rencana itu sudah 90 persen siap ketika Umar bergabung dan dia juga mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab atas ratusan nyawa tak bersalah yang akan jadi korban jika bom meledak.
Bebaskan sandera Abu Sayyaf
Usai menjadi pembicara, Umar Patek pun didaulat menggelar jumpa pers. Umar Patek pun menuturkan keinginannya untuk membantu membebaskan sandera Abu Sayyaf di Filipina. “Aku lakukan ini semua tanpa pamrih. Aku tak meminta remisi sepuluh tahun. Ini murni aku lakukan untuk rakyat kita,” kata Umar.
Tawaran itu keluar karena Umar mengaku mengenal pimpinan Abu Sayyaf sekarang, yaitu Jim Dragon dan Al Habsyi Misayya. Sosok pemimpin yang baru saja memenggal seorang sandera asal Kanada itu disebutnya sosok lunak dan bisa diajak bicara.
“Aku memiliki kemampuan untuk itu. Aku mengenal Abu Sayyaf dan pimpinan yang menculik sandera, Al Habsy Misaya dan Jim Dragon. Aku bahkan lebih dahulu masuk Abu Sayyaf,” ujar Umar.
Selain itu, Umar mengaku juga pernah membantu membebaskan sandera wanita Filipina bernama Mary Jane Laqaba di masa lalu. Sandera beragama Kristen anggota dari ICRC itu dilepaskan tanpa uang tebusan setelah Umar berdialog dan menggunakan dalil agama dengan kelompok penculik.
Jika tawarannya bersambut, dalil serupa juga akan dijadikan jalan pembuka untuk membebaskan sandera warga Indonesia. “Aku akan sampaikan bahwa sebagian orang muslim dan nonmuslim yang kalian sandera adalah sahabat kami, WNI (warga negara Indonesia) yang sama sekali tak ada urusan dengan pertempuran kalian,” katanya.
Selain itu, Umar juga menyiapkan sejumlah kesepakatan lain yang akan disampaikan saat berkomunikasi dengan Al Habsy.
Untuk semua itu, Umar meminta diberikan fasilitas sambungan telepon dan video call di dalam lapas. Juga nomor kontak dari Jim Dragon dan Al Habsy yang disebutnya sebagai pimpinan Abu Sayyaf sekarang. “Aku tak perlu ke Filipina, teknisnya cukup telepon dan video call dan nomor kontak mereka, aku akan komunikasi di dalam lapas,” ujar Umar. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar