Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Jumat, 29 April 2016
Ipda Arly Polisi Udara Lulusan Terbaik Sekolah Pilot di Banyuwangi
Hari ini, Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan (BP3) Banyuwangi mewisuda 19 taruna-taruninya. Delapan di antaranya merupakan Private Pilot License (PPL) dari kepolisian. Salah satunya adalah Ipda Ari Bengnarly Tandjung (25).
Pria asal Surabaya ini menjadi lulusan dengan peringkat terbaik di antara 8 polisi udara lain yang menempuh pendidikan di BP3B. Dia lulus dengan nilai rata-rata 83,38.
"Awalnya nggak kepikiran masuk penerbang ngeliat senior-senior kok bangga jadi penerbang. Sebenarnya awalnya pengen tapi banyak omongan-omongan jadi ragu. Akhirnya ya diperintahin sama pak Dir yaudah jalanin tugas," kata Arly usai Wisuda Penerbang Non Diploma Angkatan IV Papua dan Polisi Udara di Banyuwangi, Kamis (28/4/2016).
Anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Soenario Tandjung dan Juliati Pekuatmodjo ini tak menyangka akan mengambil diklat sebagai penerbang. Mulanya dia bercita-cita sebagai insinyur.
"Cita-cita dulu insinyur apa aja. Ambil kuliah teknik elektro karena dari SMA. Masuk polisi itu perwira karier, selesai pendidikan penempatan sesuai jurusan saya ditempatkan di polisi udara," kata pria asal Surabaya ini.
Dia merasa kaget karena bisa diterima di bagian polisi udara. "Ini agak aneh lah elektro jadi polisi terus penerbang. Belum tahu ada polisi udara," jelasnya.
Selama setahun menimba ilmu di BP3 Banyuwangi dia mengaku banyak hal-hal yang membuatnya terkesan. Berkat didikan yang diterimanya dia merasa karakternya menjadi lebih kuat.
"Untuk karakter kita jadi lebih kuat setelah jadi penerbang karena awalnya mental-mental polisi. Sebagai penerbang kita butuh percaya diri yang tinggi, kita harus punya keputusan tepat, waktu juga nggak banyak ambil keputusannya. Bentuk karakter yang awalnya kurang pede bawa pesawat jadi punya karakter pede. Di situ saya belajar bagaimana jadi seorang penerbang. Nggak pernah kebayang," sambungnya.
Salah satu kenangan yang tak bisa dilupakan Arly ketika dia melakukan terbang perdananya. Dia hafal setiap pesan dari salah satu instrukturnya.
"Waktu cek solo sama Kapten Budi (saya) tegang di awal terbang nggak ngerti apa-apa sama dia diajarin, akhirnya ngerti semua diajarin sama dia. Perasaannya nggak boleh kaku, santai tapi tetap memperhatikan semua di sekitar. Sekalinya stres atau panik itu yang bikin fatal," imbuhnya.
Grogi ketika menerbangkan pesawat kerap dialaminya. Namun ketika semua dipasrahkan pada Tuhan dia tidak ragu lagi.
"Pernah ngalami cuaca dari cerah ke hujan. Ya udah berserah sambil tetap pesawatnya dengan prosedur-prosedur yang sudah dipelajari. Panik sih tentu panik cuma jadi pilot nggak boleh panik, gimana caranya biar nggak panik. Kalau saya serahin sama Tuhan semuanya. Saya sudah diatas ya sudah kalau terjadi sesuatu itu kehendak Tuhan. Tapi tetap bawa pesawatnya dengan mantap jangan ragu-ragu. Jadi apa yang di depan kita hadapi," tandasnya.
Arly berharap setelah lulus dia dapat berkarya di polisi khususnya polisi udara. Dia juga bercita-cita dapat melanjutkan sekolahnya agar bisa menerbangkan pesawat yang berukuran lebih besar.
"Kalau sekolah lagi pasti pengen, kl nerbangin pesawat pengen Boeing. Suatu saat kalau polisi punya pesawat lebih besar CN-295. Saya ingin berkarya di polisi khususnya di dunia penerbangan," jelasnya.
Arly bangga karena menjadi salah satu dari tiga orang yang dikirim polisi udara Surabaya untuk sekolah di BP3B. Begitu lulus Arly diberitahu akan menerbangkan pesawat Fixing Casa 212-20 ketika kembali berdinas di Pondok Cabe Surabaya. Dia mengaku senang dan berjanji membaktikan dirinya untuk tugasnya.
"Diberi tanggung jawab ya dilaksanakan sebaik-baiknya jangan sampai mengecewakan. Komitmen saya jadi pilot yang jujur, profesional dan bertanggung jawab," pungkasnya. (Detik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar