Dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai penebang kayu di Papua Nugini, disandera oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). Para penyandera menuntut barter kedua sandera dengan temannya yang ditahan di polisi Papua akibat kasus narkoba.
Namun, tuntutan para penyandera langsung dimentahkan oleh pemerintah Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan tidak mungkin pemerintah Indonesia menyetujui tuntutan para anggota separatis OPM tersebut.
"Tentu pasti tidak mungkin kita deal begitu. Tidak mungkin itu, apalagi (kasus) narkoba kan," kata JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (15/9).
Meski demikian, pemerintah masih terus mengupayakan jalur dialog untuk membebaskan para sandera. Walau belum mendapatkan hasil, pemerintah terus berkoordinasi dengan pemerintah Papua Nugini yang melakukan negosiasi dengan para penyandera.
"PNG hari ini akan melakukan kembali upaya pembebasan dan kita akan berkomunikasi terus dengan tim mereka yang ada di lapangan. Itulah yang bisa saya sampaikan untuk saat ini," kata Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi di Istana, Jakarta, Kamis (17/9).
Tanggapan pun datang dari sejumlah pihak. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendesak pemerintah mengambil langkah tegas dengan menekan Papua Nugini agar segera melakukan langkah kongkret. Dia bahkan meminta pemerintah mengirim pasukan TNI jika pemerintah Papua Nugini tak bisa menyelesaikan persoalan itu.
"Kasih peringatan ke Papua Nugini, bisa selesaikan enggak? Kalau enggak, kami masuk ke situ. Kirim aja itu skuadron angkatan udara kita ke Papua Nugini, terus ambil itu sandera," katanya di DPR, kemarin.
Desakan agar pemerintah mengerahkan TNI untuk membebaskan para sandera juga datang dari anggota Komisi I DPR dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha. Menurutnya, pemerintah seharusnya langsung melakukan penyerangan untuk membebaskan dua WNI tersebut.
"Dialog terlalu lama. Padahal kita telah memberikan kebebasan dan kesempatan bergabung OPM ke Indonesia," kata Syaifullah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/9).
Namun pandangan berbeda datang dari mantan Kasum TNI Letjen TNI Purn Suryo Prabowo. Dia menilai, operasi militer untuk membebaskan para sandera adalah opsi paling akhir yang harus dilakukan jika langkah negosiasi gagal.
"Penyanderaan yang melibatkan dua negara memang memakan waktu lama. Jadi penyanderaan ini tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi memilih opsi militer, mengerahkan tentara itu pilihan terakhir," katanya, kemarin.
"Mengerahkan tentara, apalagi Kopassus itu pilihan terakhir jika upaya negosiasi gagal. Kalaupun memilih operasi militer, cukup pasukan Raider, tidak perlu menurunkan Kopassus apalagi Sat-81," kata mantan Wakasad ini.
Menurut Suryo, selama ini hubungan Indonesia dengan Papua Nugini selama ini cukup baik. Karenanya, diharapkan pemerintah Papua Nugini dapat bernegosiasi dengan penyandera agar bisa membebaskan 2 WNI tersebut.
"Tentu kita berharap pemerintah PNG dapat lakukan negosiasi dengan penyandera. Tidak perlu emosional, kirim pasukan, apalagi Kopassus," katanya.
TNI sendiri sebelumnya telah angkat bicara soal kemungkinan melakukan penyerbuan. Menurut Kapuspen TNI, Mayjen Endang Sodik, jika diizinkan pemerintah Papua Nugini, TNI akan bergerak.
Dia mengatakan, pasukan elite TNI yang akan langsung diterjunkan adalah Kopassus, Den Bravo, Denjaka dan Kopsusgab.
"Nanti setelah mereka memberikan kewenangan kepada kita, atas izin pemerintah Papua Nugini kita baru masuk," kata Endang di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (15/9).
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir, saat ini pasukan TNI telah bersiaga di perbatasan Papua Nugini dan Indonesia. Tujuannya untuk membantu tentara Papua Nugini jika dibutuhkan dalam misi penyelamatan 2 WNI yang disandera.
Dia mengatakan, kasus ini mendapat perhatian tinggi dari pemerintah Papua Nugini. Salah satu buktinya adalah Perdana Menteri Papua Nugini sampai turun tangan membantu pencarian dua WNI itu.
"Polisi dan tentara juga dikerahkan untuk menyelamatkan dua WNI itu," ujar pria yang kerap disapa Tata, di kantor Kementerian Luar Negeri, kemarin.
Tata mengatakan Indonesia menghormati hukum dan tentara Papua Nugini. Oleh karena itu Indonesia mempercayakan pencarian kepada tentara Papua Nugini.
"Perkembangan terakhir kita melakukan kontak dengan penyandera," kata Tata.
(Merdeka)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Jumat, 18 September 2015
Haruskah TNI serbu OPM penyandera 2 WNI di Papua Nugini?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
-
Aksi baku tembak kembali terjadi di perbatasan Jayapura, Papua dengan Papua Nugini antara aparat TNI dengan kelompok sipil bersenjata. Apar...
-
Bahwa partisipasi prajurit Kopassus dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB merupakan kesempatan yang sangat berharga dan sekaligus tantangan...
-
Ribuan senjata serbu SS2 V5C pesanan Kopassus sedang diproduksi oleh PT Pindad. Untuk tahap awal, Kopassus akan mendapatkan 1000 pucuk SS2...
-
Menjelang pelaksanaan Sail Morotai 2012, Staf Operasi Angkatan Laut (Sopsal) TNI AU membentuk tim khusus untuk melakukan sapu ranjau, inspe...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar