Kedaulatan (sovereignity) merupakan sebuah kewibawaan atau kekuasaan tertinggi dan tak terbatas dari sebuah negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa adanya campur tangan dari negara lain. Kedaulatan pada pemerintahan suatu negara merupakan salah satu syarat berdirinya negara itu sendiri.
Konsep kedaulatan Indonesia sendiri menganut konsep berdasarkan teori kedaulatan rakyat yang disampaikan oleh J.J. Rousseau dan Montesquieu, yang di mana kedaulatan tertinggi suatu negara berada di tangan rakyat dan dipergunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, atau yang biasa disebut juga dengan demokrasi.
Indonesia sendiri telah diakui sebagai negara yang demokratis, yang didasari dengan adanya pemilihan umum terhadap organ-organ pemerintahan dan legislatif. Hal ini merupakan penerapan dari kedaulatan rakyat itu sendiri.
Sebagai sebuah negara, pemerintahan yang telah dipilih oleh rakyat hendaknya memiliki kedaulatan yang konotasinya ‘diberikan’ oleh rakyat melalui sebuah pemilihan umum. Namun, pada era globalisasi yang di mana informasi dapat diterima secara bebas dan mudah, terdapat beberapa isu yang dapat menggoyahkan kedaulatan nasional Indonesia itu sendiri. Salah satunya yakni mengenai isu penegakan HAM.
Isu penegakan HAM sudah lama muncul sejak awal era reformasi bergulir, sebagai salah satu euforia demokrasi pasca pemerintahan Orde Baru yang serba terbatas. Dengan dasar penegakan HAM, banyak munculnya berbagai tuntutan atau pun penolakan atas kebijakan-kebijakan pemerintah itu sendiri.
Seperti adanya suatu kebijakan mengenai hukuman mati bagi terpidana narkoba, dan tidak sedikit elemen masyarakat yang menentang kebijakan tersebut atas dasar penegakan HAM, padahal kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang telah dikaji sedemikian rupa agar memberikan efek positif bagi masyarakat sendiri. Mirisnya hal tersebut tidak dihiraukan oleh para aktor ‘penegak HAM’ yang tidak mau melihat dari berbagai sisi dari sebuah permasalahan.
Selain isu penegakan HAM, salah satu masalah yang dapat menggoyahkan kedaulatan negara adalah fenomena politik identitas. Menurut Cressida Heyes, politik indentitas adalah suatu tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, gender, maupun keagamaan.
Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan yang di mana suatu ras, kaum, atau kelompok berusaha mewujudkan kepentingan kelompoknya tanpa menghiraukan atau melihat kepentingan kelompok lain. Politik identitas ini cukup membahayakan karena apabila kepentingan yang dibawa dalam suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka akan mudah terjadi konflik kepentingan yang bisa berujung kepada konflik fisik, yang didasari oleh egoisme politik identitas itu sendiri.
Politik identitas yang hanya mengedepankan kepentingan suatu kelompok juga bertentangan dengan prinsip ideologi Pancasila yakni “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu. Indonesia merupakan negara yang dibentuk dengan berbagai keanekaragaman suku, ras, kelompok, dan budaya. Apabila politik identitas masih terus ada atau bahkan membudaya, maka Indonesia akan terpecah belah dan tidak memiliki kedaulatan secara penuh atas negara dan rakyatnya sendiri.
Kedua permasalahan yang diuraikan hendaknya dapat menjadi sebuah refleksi bagi pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan terhadap ancaman yang sekarang bukan lagi bersifat taktis, namun bersifat strategis dengan adanya ‘perang pemikiran’ di tengah arus globalisasi yang berlangsung secara dinamis dan cepat berubah-ubah sesuai dengan tren yang bermunculan. Pemahaman kembali masyarakat terhadap ideologi negara yakni Pancasila sangat dibutuhkan untuk dapat mempertahankan kedaulatan negara dalam fenomena globalisasi masif. (CNN)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Senin, 15 Februari 2016
Kedaulatan di Tengah Globalisasi, Masihkah Ada?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
-
Aksi baku tembak kembali terjadi di perbatasan Jayapura, Papua dengan Papua Nugini antara aparat TNI dengan kelompok sipil bersenjata. Apar...
-
Bahwa partisipasi prajurit Kopassus dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB merupakan kesempatan yang sangat berharga dan sekaligus tantangan...
-
Ribuan senjata serbu SS2 V5C pesanan Kopassus sedang diproduksi oleh PT Pindad. Untuk tahap awal, Kopassus akan mendapatkan 1000 pucuk SS2...
-
Menjelang pelaksanaan Sail Morotai 2012, Staf Operasi Angkatan Laut (Sopsal) TNI AU membentuk tim khusus untuk melakukan sapu ranjau, inspe...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar