Agar Polisi tidak menjadi sasaran membabi buta oleh gembong narkoba dan jaringan teroris, pemerintah harus membentuk joint task force (stuan tugas gabungan). Sehingga, semua tugas-tugas dalam perang melawan teroris dan narkoba tidak dibebankan kepada kepolisian.
Menurut Pengamat Militer Muhadjir Efendi, agar kejadian itu tidak terulang harus ada pembenahan sistem pengamanan negara.
"Artinya harus ada sistem yang dibenahi untuk jangka panjang. Sehingga, kejadian polisi jadi sasaran tembak terulang. Ada pemisahan job. Tugas polisi terlalu banyak mulai dari Pemberantasan teroris, Perang melawan narkoba, pelayanan masyrakat hingga mengatur lalu lintas," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini, di Surabaya, Rabu (11/9/2013).
Ia mencontohkan, di Amerika ada Polisi khusus narkoba yakni DEA Drug Enforcement Administration. Lembaga ini terpisah dengan Polisi yang ada di negara tersebut. Berbeda dengan Indonesia dengan terbentuknya Detasemen Khusus (Densus) 88 yang bertugas dalam pemeberantasan teroris. Namun, Densus 88 ini berada di bawah institusi Polri. Selain itu, personel yang terlibat hanya dari jajaran Polri saja.
"Namanya detasemen harusnya heterogen unsurnya. Tidak hanya kepolisian saja. Nah, jika gembong narkoba atau jaringan teroris melakukan serangan balik sasarannya adalah Polisi. Polisi apapun itu pokonya namanya polisi," ujarnya.
Dalam detasemen itu seharusnya ada unsur-unsru dari militer, badan-badan intelejen. Atau lebih konkretnya, menjadi satuan yang independen.
"Untuk saat ini, di mata musuh, polisi dianggap satu satunya pihak yg bertanggung jawab dan menjadi satu satunya target untuk melakukan tuntut balas," tambahnya.
Pria yang pernah mengenyam pendidikan pendek pertahanan negara di Pentagon, USA ini menyebut, adanya satuan tugas gabungan ini lebih mudah di bawah kordinasi menteri dalam negeri (Mendagri). Sistem itu yang harus dilakukan oleh pemerintah agar korban dari pihak kepolisian berjatuhan.
"Menurutnya, solusi itu lebih baik daripada harus menempatkan anggota Brimob yang menjaga polisi lalu lintas saat menjalankan tugas. Sampai kapan aksi itu dilakukan," tukasnya. (Sindo)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Sejak ditemukan oleh Sir Robert Watson Wat (the Father of Radar) pada tahun 1932 sampai saat ini, radar telah mengalami perkembangan yang sa...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Kiprah TNI Dalam Memelihara Perdamaian Dunia : Roadmap Menuju Peacekeeper Kelas Dunia "The United Nations was founded by men and ...
-
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu tra...
-
Aksi baku tembak kembali terjadi di perbatasan Jayapura, Papua dengan Papua Nugini antara aparat TNI dengan kelompok sipil bersenjata. Apar...
-
Bahwa partisipasi prajurit Kopassus dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB merupakan kesempatan yang sangat berharga dan sekaligus tantangan...
-
Ribuan senjata serbu SS2 V5C pesanan Kopassus sedang diproduksi oleh PT Pindad. Untuk tahap awal, Kopassus akan mendapatkan 1000 pucuk SS2...
-
Menjelang pelaksanaan Sail Morotai 2012, Staf Operasi Angkatan Laut (Sopsal) TNI AU membentuk tim khusus untuk melakukan sapu ranjau, inspe...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar