Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau), Marsekal (Purn) Chappy Hakim memprotes usulan sejumlah pihak yang mengesampingkan keberadaan kacer AU sebagai calon Panglima TNI. Kekesalan dan kekecewaan itu diungkapkan Chappy lewat akun Twitter miliknya.
Protes yang dilayangkan Chappy itu bukan tanpa alasan, sejak Indonesia merdeka, AU hampir tak pernah mendapat jatah Panglima. Kecuali di era SBY, di mana Marsekal (Purn) Djoko Suyanto menjadi satu-satunya mantan pilot yang ditunjuk presiden sebagai Panglima. Sedangkan kelasi dari TNI AL sudah dua kali.
Di tengah gonjang-ganjing siapa yang berhak menempati posisi Panglima TNI, Angkatan Udara pernah mengalami masa-masa yang sangat kelam. Kondisi ini berlangsung di era tahun 1960-an, justru di korps ini berada di puncak kejayaannya.
Pada tahun 1962, hubungan mesra dengan Blok Timur ditambah kebijakan konfrontasi yang dilancarkan Soekarno terhadap Belanda di Irian Barat dan Kalimantan membuat kekuatan Indonesia cukup diperhitungkan. Hampir seluruh peralatan perang tercanggih di masa itu dimiliki TNI, tak terkecuali Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), nama TNI AU saat itu.
AURI memiliki banyak pesawat canggih yang didatangkan dari China dan Rusia. Dari negeri Tirai Bambu, AURI menerima empat pesawat MiG-17 hasil lisensi Uni Soviet sebanyak 12 buah. Sedang dari negeri Beruang Merah mendapat segerombolan pesawat tempur MiG-15 UTI, MiG-17, MiG-19, dan MiG 21 serta pesawat pembom legendaris Tu-16 sebanyak 26 unit. Itu belum termasuk pesawat angkut militer serta helikopter dari negara-negara kiri lainnya.
Ketangguhan dan kejayaan itu berubah ketika Gerakan 30 September 1965 berlangsung. Kudeta yang dilakukan Letnan Kolonel Untung Syamsuri dengan menculik petinggi Angkatan Darat. Soeharto yang marah atas peristiwa itu mengebiri seluruh komponen yang dianggap pendukung Bung Karno dan komunis, tak terkecuali AURI yang saat itu dipimpin oleh Men/Pangau Marsekal Madya Omar Dhani.
Dalam 'Fakta dan Rekayasa G 30S' (Pambudi, 2011), Omar dituduh terlibat G30S karena ia berada di berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pada 1 Oktober 1965. Saat itu, sebagian kompleks Halim berada di bawah wewenang Omar, dipinjamkan sebagai tempat pelatihan Pemuda Rakjat, organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI). (Merdeka)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Ambisi Besar Sang Jenius Mantan Presiden RI BJ Habibie berencana menghidupkan kembali pesawat N250 yang sempat dipensiunkan oleh Pemerintah...
-
Dalam pidato perdananya sebagai Presiden, Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi berulang kali menegaskan visi pemerintahannya lima tahun ke d...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta menggunakan senapan serbu AK-47. Diketahui anggota Kopassus ini baru saja berlatih di Gunung ...
-
Ketua Komisi Satu DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, tawaran 10 unit kapal selam dari Rusia kepada Indonesia, merupakan hal menarik dan perlu di...
-
Hacker Indonesia berhasil mematikan situs http://asis.gov.au hingga status 404 Not Found. Sasaran berikutnya adalah situs http://asio.gov.au...
-
Ketua Payuguban Pelaku Pertempuran Lima Hari di Semarang Soedijono (90) mengaku kecewa pada banyaknya kasus korupsi di negeri ini. ...
-
Siapa yang tidak kenal dengan Rafale? Pemerhati dunia militer, khususnya dunia aviasi militer pastilah mengenal sosok pesawat tempur andalan...
-
Mungkin belum banyak yang tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting yang dibuat Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John F...
-
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Marsetio mengatakan segera mengirim tim teknis ke Rusia untuk memastikan Indonesia akan memb...

semoga panglima dari angkatan udara,
BalasHapussemoga juga borong jet generasi 5 , stail
BalasHapus