Serda Kowad Widya |
Dialah Serda (K) Kowad Widya, satu dari dua Kowad yang kali pertama diberikan kepercayaan mengikuti misi perdamaian PBB di wilayah konflik Kongo, Afrika Tengah. “Saya terpaksa menunda pernikahan bahkan putus cinta dengan dia (calon suami-red) karena dia tidak bisa memahami tugas ini. Hidup adalah sebuah pilihan, karena saya tentara saya lebih memilih tugas pengabdian kepada negara daripada kepentingan pribadi menikah di tahun ini,” tegas Widya.
Keputusan yang dipilih prajurit Kowad yang kini bertugas di Puskes TNI tersebut memang telah bulat. Meski sebenarnya putus cinta dan batal menikah bukan hal yang dikehendakinya. Namun perempuan muda berdarah keturunan Semarang ini tetap harus memilih.
“Semua sudah kami bicarakan baik-baik dan kami pun berpisah dengan cara baik-baik. Semoga ke depan saya mendapat pengganti yang lebih baik dan senantiasa memahami tugas dan tanggung jawab saya sebagai tentara,” ujar perempuan berparas manis yang murah senyum itu.
Tegas
Tegas, optimistis, dan tetap bersemangat tak lepas dari diri Widya. Meski tergolong belia, perempuan kelahiran 17 Oktober 1990 itu tak langsung putus asa dan “galau” setelah putus cinta. Sebaliknya, dia terlihat paling bersemangat saat meneriakkan yel-yel bersama 120 prajurit TNI AD yang akan diberangkatkan ke Kongo saat apel penutupan pelatihan di Pangkalan Udara Utama TNI AD (Lanumad) Ahmad Yani Semarang, Kamis (10/1) lalu.
“Tugas misi perdamaian ini menjadi sejarah dalam hidup saya. Karena ini adalah pengalaman pertama saya ditugaskan ke luar negeri dalam misi PBB. Tak hanya itu, saya dan Letda Kowad Deswiwi juga merupakan prajurit Kowad pertama yang dikirim Kongo,” katanya.
Untuk itu, Widya telah mempersiapkan segalanya dari perbekalan hingga pengetahuan untuk menunjang tugasnya di Kongo selama satu tahun ke depan. Beberapa tes di antaranya kesehatan jasmani, bahasa Inggris, komputer dan menyetir mobil telah dilaluinya. Bahkan selama sebulan dia digembleng dengan pelatihan di Pusdik Penerbad Semarang, di antaranya pembekalan berbahasa Inggris dan Prancis, dua bahasa yang kerap digunakan masyarakat Kongo.
“Di Kongo saya akan bertugas sebagai tim kesehatan khusus untuk satgas, namun tidak menutup keinginan untuk melayani masyarakat di sana maupun misi kemanusiaan lainnya,” jelas lulusan Kowad tahun 2009 itu. (Maulana M Fahmi-69)
Sumber : Suara Merdeka
masih banyak yg lain
BalasHapusAne siap tampung kok jk pulang ke tanah air
BalasHapusabang tunggu ya neng
BalasHapus