Keamanan data yang dihasilkan oleh satelit merupakan salah satu pertimbangan pemerintah untuk lepas dari ketergantungan asing. Hal ini untuk mencegah kebocoran data-data sensitif ke pihak tak berwenang.
"Satelit Indonesia atau satelit nasional, harus kita yang kuasai sendiri dan kita yang memiliki. Karena ini menyangkut berbagai isu sensitif, termasuk pertahanan negara," tutur Deputi TPSA - BPPT, Ridwan Jamaluddin di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Diungkapkan Ridwan, Indonesia harus menguasai teknologi satelit, kalau tidak ingin suatu saat merasakan kerugian yang fatal. Saat ini, sejumlah satelit Indonesia masih disuplai dari pihak luar. Sehingga muncul kekhawatiran dari segi keamanan komunikasi jika satelit dibuat oleh negara lain.
Untuk itu, Indonesia dirasa harus memiliki pijakan yang kuat di industri satelit. "Secara spesifik, BPPT sudah siap dengan SDM (Sumber Daya Manusia)n infrastruktur, dan prohram-program pembangunan satelit," sambungnya.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang luas juga membutuhkan satelit sendiri, salah satunya satelit penginderaan jauh (inderaja). Untuk pembangunan satelit ini, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mendukung konsorsium nasional, yang melibatkan komponen pengguna dan penyedia teknologi sistem satelit inderaja.
Teknologi inderaja (remote sensing technology) merupakan teknologi yang bisa mendeteksi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek tersebut. Melainkan melalui sensor yang dipasang di wahana pesawat (airborne) atau satelit (spaceborne).
Tiga dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Kemenristek sendiri yaitu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) menjadi penyedia dan pengguna teknologi inderaja. (OkeZone)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
"Bangkitnya Teknologi Nuklir Indonesia" Tahun ini di bawah Dirut baru Dr.Ir.Yudiutomo Imardjoko, BatanTek tidak hanya bisa ...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih...
-
Di Era tahun 60an TNI AU/AURI saat itu pernah memiliki kekuatan udara yang membuat banyak negara menjadi ‘ketar ketir’, khususnya negara-ne...
-
Secara resmi Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Sovyet - kini Rusia, sudah berakhir dua dekade lalu. Perang dua kekuatan...
-
Perancis menawarkan pembuatan pesawat tempur Rafale di Malaysia, jika negara Jiran itu mau memilih Rafale sebagai pesawat tempur baru mereka...
-
PT Dirgantara Indonesia menyatakan siap membuat tiga unit pesawat angkut CN-295 pada 2014. Tiga unit itu merupakan pesawat ketujuh, kedelapa...
-
Komandan Satgas Indo FPC (Force Protection Company) XXVI D-2/UNIFIL, Mayor Inf Wimoko, didampingi seluruh staf Satgas menerima kedatangan T...
Yah, dengan punya satelit sendiri juga bukan jaminan data aman. Banyak cara untuk menyadap/mencuri/hack sebuah perangkat elektronik. Apalagi yg mau menyadap itu punya SDM tinggi, infrastruktur canggih dan dana yg ga ada batasnya.
BalasHapusTp demi kemajuan ilmu dan teknologi lokal, kita memang harus bisa buat satelit sendiri.