Pesiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana saat berangkat dengan pesawat kepresidenan untuk kunjungan kerja (ANTARA FOTO/Andika Wahyu) |
"Tapi Senin (9 Februari 2015), saya sudah kembali," kata Jokowi, usai membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Darurat Narkoba Tahun 2015, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu 4 Februari 2015.
Dilansir laman Setkab.go.id, pada kunjungan tiga negara hari ini, Presiden akan didampingi Ibu Negara Iriana, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurachman M. Fachir, sebelumnya mengatakan bahwa kunjungan ke tiga negara ini, merupakan kunjungan pertama resmi Presiden Jokowi ke negara sahabat.
Dalam kunjungan itu, kata Fachir, Presiden Jokowi akan diterima langsung oleh masing-masing kepala negara dan pemerintahan.
Selain bersilaturahmi, Presiden Jokowi akan membahas sejumlah hubungan bilateral di bidang ekonomi dan perdagangan.
"Sebagian besar terkait masalah ekonomi, kerja sama ekonomi, dan perdagangan. Kemudian, termasuk masalah warga, kalau untuk Malaysia, Brunei seperti itu juga. Filipina juga seperti itu," kata Fachir.
Bahas Perbatasan Maritim
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno, Senin lalu, mengatakan kunjungan kenegaraan Jokowi mengikuti tradisi yang telah berlangsung selama ini, menjaga hubungan dengan Malaysia.
"Kunjungan bilateral pertama (ke Malaysia) juga merefleksikan ikatan politik, ekonomi, budaya, dan emosional kedua negara," kata Herman.
Herman menambahkan, Presiden Jokowi diagendakan membahas kebijakan politik, ekonomi, dan budaya, yang sesuai bagi Malaysia.
Herman meyakinkan Malaysia bahwa dalam isu perbatasan maritim, Indonesia tidak memiliki niat untuk memperluas wilayah. Dia menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin menginvasi, atau merebut wilayah pihak lain.
Herman menyebut, tidak akan ada perubahan kebijakan di Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. "Tidak, karena semua Presiden mengikuti dasar kebijakan yang sama," ujarnya.
Sedangkan isu pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia, menurut Herman, Indonesia hanya ingin mengirim tenaga profesional seperti di sektor manufaktur dan pertanian.
"Kami ingin mengurangi jumlah pembantu rumah tangga, karena sulit bagi kami untuk memantau," katanya. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar