Komandan Sekolah Staf dan Komando AL (Danseskoal), Laksda TNI Herry Setianegara |
“Laut dari dulu sudah menjadi jiwa bagi bangsa kita, namun selama ini kita selalu fokus ke darat. Apa jadinya? Lihat saja, nelayan kita berangkat pagi, sore sudah pulang. Sedangkan, nelayan luar negeri yang akhirnya melakukan ‘illegal fishing’, mereka berbulan-bulan di perairan kita. Mereka kuat,” kata Herry berapi-api, saat ditemui JM di ruang kerjanya.
Dari hal kecil seperti itu, rupanya berdampak terhadap banyak bidang, salah satunya ekonomi. “Akhirnya, mereka (nelayan asing) membawa berton-ton ikan kita, sedangkan nelayan kita bisa dihitung hasil tangkapannya,” jelas pria yang punya selera humor tinggi ini.
Membangun maritim, dikatakan Herry, harus berawal dari jiwa dan karakter terlebih dahulu. Pembangunan karakter itu bisa dilakukan melalui apa saja, salah satunya seni. Kendati demikian, Herry mengakui, banyak pembangunan karakter dilakukan melalui seni justru membuat bangsa ini terlena.
“Sebenarnya, lagu ‘Tongkat Kayu Jadi Tanaman’ dan ‘Kolam Susu’ itu memang benar-benar terjadi di Indonesia. Laut kita memang menjadi sahabat, bagaikan susu karena isinya melimpah ruah. Meskipun maksudnya ingin mengagungkan, tetapi dalam sisi lain, lagu itu membuat kita jadi pemalas, terlena dan akhirnya terninabobokan,” papar dia.
Ayah dari salah seorang personel ‘The Rock Indonesia’ ini mengungkapkan, kini (visi poros maritim dunia-red) menjadi momen tepat untuk mengembalikan semangat itu. “Hari ini kesempatan yang baik bagi kita untuk memperbaiki hal-hal yang selama ini terlupakan. Bahwa laut merupakan masa depan kita semua. Pemahaman itu harus terus-menerus disosialisasikan kepada anak bangsa ini, agar semakin mengandalkan lautnya”.
Jika kita saat ini mengalami kesulitan, menurut dia seharusnya kraetivitasnya semakin meningkat. “Kalau orang dalam keadaan kesulitan, ia akan memiliki jiwa survive yang hebat. Dia akan berfikir, wah betapa luar biasa Tanah Airku, lautku, dan dia akan memanfaatkan sebaik-baiknya potensi itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME,” terang lulusan AAL 1983 ini.
Potensi tersebut, dijelaskan Herry, merupakan merupakan bekal untuk anak cucu kita. Bahwa sebenarnya warisan yang paling berharga adalah karakter, bukan benda. “Sebenarnya, generasi mendatang harus lebih baik dari generasi saat ini. Saya selalu ingatkan terus kepada sisiwa-siswa saya di sini, begitu pun saya dulu. Kalau ayah saya hanya mampu sampai Letkol, maka saya saat ini mampu sampai bintang dua,” tegasnya. (JMOL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar