Rupanya bukan hanya persoalan mencegah peredaran narkoba, senjata dan teroris yang membuat pemerintah Malaysia mencabut Pas (kartu masuk) Lintas Batas bagi masyarakat Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Alasan lainnya adalah karena infrastruktur di Indonesia yang buruk.
Buruknya infrastruktur yang menjadi pertimbangan Malaysia adalah dermaga yang terletak di Kelurahan Sungai Nyamuk. Dermaga ini memang rusak, sebagian ada yang ambruk. Biasanya saat air pasang, dermaga ini kadang tenggelam.
Selain soal dermaga, fasilitas kapal penyeberangan juga menjadi sorotan pemerintah Malaysia hingga mencabut penggunaan Pas lintas Batas. Speedboat yang biasa digunakan warga Sebatik untuk menyeberang ke Tawau, Malaysia juga dianggap tidak memiliki standar keselamatan.
“Harusnya Pemerintah Malaysia tidak perlu mencabut Pas Lintas Batas begitu saja hanya karena alasan infrastruktur. Jika alasannya keselamatan transportasi, cukup menegaskan kepada otoritas pelayaran kedua negara untuk meningkatkan keselamatan, bukan mencabut Pas Lintas Batas,” kata Anggota Komisi V DPR RI dari Dapil Kaltim, Hetifah Sjaifudian kepada SINDO, Rabu 25 September 2013 malam.
Ia juga menyebutkan, alasan mudahnya keluar masuk narkoba dan senjata karena menggunakan Pas Lintas Batas juga kurang diterima. Semestinya untuk persoalan ini hanya perlu peningkatan keamanan kedua negara.
“Pemerintah Indonesia harus segera merespon hal ini. Jika dibiarkan, masyarakat Sebatik akan semakin menderita. Harus ada solusi secepatnya,” kata Hetifah.
Pulau Sebatik adalah pulau di ujung paling utara Kalimantan timur. Pulau ini terbelah menjadi dua negara, Indonesia dan Malaysia. Sejak 1 Januari 2013, Pemerintah Malaysia mencabut Pas Lintas Batas bagi warga Sebatik jika menuju Tawau. Negeri Jiran itu memberlakukan penggunaan paspor sehingga merepotkan warga sebatik.
Untuk menuju Tawau, dari Pulau Sebatik warga cukup menyeberang 15 menit untuk sampai ke Tawau. Akibat pencabutan penggunaan Pas Lintas Batas ini, warga harus menggunakan Paspor yang proses administrasinya di kantor Imigrasi di Pulau Nunukan.
Putuskan sepihak, Indonesia harus protes Malaysia
Pencabutan penggunaan Pas (kartu masuk) Lintas Batas secara pihak oleh Pemerintah Malaysia bagi warga Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) harusnya diprotes oleh pemerintah Indonesia.
Akibat pencabutan sepihak itu, warga Sebatik kesulitan mendapatkan kebutuhan pokoknya yang kebanyakan disuplai dari Tawau, Malaysia.
“Ada ketidakseimbangan diplomasi dalam memutuskan pencabutan Pas Lintas Batas itu. Semestinya ada kesepahaman antara kedua belah negara untuk mengambil keputusan,” kata Anggota Komisi V DPR RI Hetifah Sjaifudian melalu sambungan telepon kepada SINDO, Rabu 25 September 2013 malam.
Ia kemudian menyayangkan tidak ada nota protes dari pemerintah Indonesia terkait keputusan sepihak itu. Padahal ini menyangkut kepentingan rakyat Indonesia yang ada diperbatasan.
Hetifah bercerita ia sempat mengunjungi Sebatik beberapa waktu lalu. Apa yang dilihatnya memang memprihatinkan. Masyarakat harus berkorban waktu dan biaya sangat besar untuk menuju Tawau, Malaysia demi memenuhi kebutuhan pokoknya.
“Ada juga efek ekonominya. Saya lihat ada petani Indonesia yang memilih jalur perdagangan terdahulu, sehingga dianggap ilegal. Karena ilegal, jadi harganya ditekan oleh pembeli dari Malaysia,” tambah anggota DPR RI dari Dapil Kaltim ini.
Sejak 1 Januari 2013, Pemerintah Malaysia mencabut Pas Lintas Batas bagi warga Sebatik jika menuju Tawau. Negeri Jiran itu memberlakukan penggunaan paspor sehingga merepotkan warga sebatik.
Untuk menuju Tawau, dari Pulau Sebatik warga cukup menyeberang 15 menit untuk sampai ke Tawau. Akibat pencabutan penggunaan Pas Lintas Batas ini, warga harus menggunakan Paspor yang proses administrasinya di kantor Imigrasi di Pulau Nunukan. (SindoNews)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Kamis, 26 September 2013
Malaysia Cabut Kartu Masuk Lintas Batas Bagi Warga Sebatik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
"Bangkitnya Teknologi Nuklir Indonesia" Tahun ini di bawah Dirut baru Dr.Ir.Yudiutomo Imardjoko, BatanTek tidak hanya bisa ...
-
Banyak orang yang menunggu kapan pesawat R-80 yang merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan Bacharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
Kalau dipikir-pikir, ada yang ganjil dengan armada bawah laut Indonesia. Saat ini TNI AL hanya memiliki dua kapal selam gaek namun harus m...
-
Di Era tahun 60an TNI AU/AURI saat itu pernah memiliki kekuatan udara yang membuat banyak negara menjadi ‘ketar ketir’, khususnya negara-ne...
-
Ketika Indonesia mulai serius membangun armada pesawat tempur Sukhoi, datanglah godaan dari Amerika Serikat yang menawarkan pesawat tempur ...
-
Keterlibatan Indonesia dalam pembuatan pesawat tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan, menjadi sebuah lompatan bersejarah bagi Indonesia. Hal ...
-
Perancis menawarkan pembuatan pesawat tempur Rafale di Malaysia, jika negara Jiran itu mau memilih Rafale sebagai pesawat tempur baru mereka...
-
Secara resmi Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Sovyet - kini Rusia, sudah berakhir dua dekade lalu. Perang dua kekuatan...
Sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat Indonesia di daerah perbatasan. Beberapa kali sudah pejabat pemerintah mengunjungi pulau Sebatik, tetapi belum terlihat kemajuan pembangunannya.
BalasHapusInfrastruktur yang mempermudah saluran distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kalau sampai bergantung ke Malaysia untuk mencukupi kebutuhan pokok, tentu "bargaining power" Malaysia akan lebih tinggi. Hal tersebut sudah dibuktikan dari tulisan di atas.
Daerah perbatasan dimanapun lokasinya seharusnya di prioritaskan (seperti dulu kita prioritaskan pembangunan di Timor Timur), mengingat akan membawa citra Indonesia di mata negara tetangga.