Aksi penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat memicu reaksi keras dari berbagai kalangan di Indonesia. Salah satunya adalah untuk meninjau ulang hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.
Menurut Ganetawati Wulandari, Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perlu smart diplomacy untuk menyelesaikan masalah penyadapan itu.
"Maksud dari smart diplomacy adalah menggunakan cara-cara persuasif. Jadi, Indonesia tidak perlu menggunakan kekuatan yang berlebihan. Sudah tidak zaman lagi kita melakukan protes dengan menggunakan hard power," kata Ganetawati.
Dia menambahkan, dalam konteks penyadapan ini, dirinya yakin tidak ada yang mau berperang dengan negara yang melakukan penyadapan.
"AS adalah negara besar yang memiliki kemampuan keuangan dan dukungan militer yang global. Apakah kita mampu menghadapinya? Itu adalah yang perlu diukur sebelum memutuskan hubungan diplomatik," ujar Ganetawati.
Ganetawati juga menyampaikan pemutusan aksi diplomatis itu akan menyebabkan nilai kerugian yang jauh lebih besar bagi Indonesia. Dan tidak ada manfaat positif dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS.
Menurutnya, salah satu contoh untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menawarkan isu-isu terkait dengan kepentingan suatu negara. Misalnya, data dalam masalah terorisme, AS sangat membutuhkan data-data tersebut.
"Untuk membuat AS mengaku telah melakukan penyadapan apa saja, Indonesia harus mengunci data mengenai terorisme yang dibutuhkannya. Ada proses tawar menawar untuk mendesak AS mengakui penyadapannya," kata Ganetawati.
Selain itu, tambah Ganetawati, Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang teknologi. Sebab, peran teknologi dalam menangkal penyadapan sangat penting.
"Sekarang model penyadapan semakin canggih dan rumit. AS mungkin saja melakukan penyadapan dengan menggunakan satelit di ruang angkasa," kata Ganetawati. (VIvaNews)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Kapal berteknologi tercanggih TNI AL saat ini, KRI Klewang-625, terbakar di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga berita i...
-
Masih ingat dengan drone combatan yang tengah dirancang Indonesia? Ya siapalagi kalo bukan Drone Medium Altitude Long Endurance Black Eagle....
-
Sistem pertahanan Indonesia diciptakan agar menjamin tegaknya NKRI, dengan konsep Strategi Pertahanan Berlapis. SISTEM Pertahanan Indonesi...
-
Perusahaan tekstil dan garmen, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah sudah tersohor di seluruh dunia karena kualitas kain d...
-
Kementerian Pertahanan saat ini menunggu kedatangan perangkat alat sadap yang dibeli dari pabrikan peralatan mata-mata kondang asal Inggris,...
-
PT Pindad (Persero) telah mampu memproduksi produk militer kelas dunia. Mengadopsi teknologi dan ilmu dari Eropa dan NATO (North Atlantic T...
-
Pengakuan soal ketangguhan Tentara Nasional Indonesia di hadapan militer dunia lainnya seakan tak habis-habis. Setelah kisah Kopaska AL ata...
-
10 WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf atau Abu Sayyaf Group diduga ada di Pulau Jolo, Filipina Selatan. Lokasi itu selama ini memang menja...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
setuju gw yg bgn nih, maenya pake otak bkn pake otot
BalasHapus