Pemerintah pimpinan Joko Widodo (Jokowi) sedang mengebut pembangunan jalan Trans Papua di pulau paling ujung Timur Indonesia ini, dengan panjang 4.325 kilometer (km). Banyak tantangannya.
Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hediyanto W. Husaini mengatakan, tantangan pertama dalam pembangunan jalan tol Trans Papua adalah mobilisasi peralatan. Ini sangat sulit, karena lokasi proyek di daerah terpencil bahkan terisolasi.
"Lokasinya di atas pegunungan, jadi kalau kita pakai eskavator itu kita harus preteli dulu eskavatornya, pakai helikopter taruh di sana nanti sampai di sana dipasang lagi, jadi lebih kompleks dalam mobilisasi alat, mobilisasi bahan bakar, serba mahal, jadi Trans Papua itu kendalanya adalah keterisolasian wilayah, terbatasnya semua fasilitas," papar Hediyanto di Medan, Selasa malam (1/3/2016).
Lalu kendala kedua adalah masalah keamanan. Hediyanto mengatakan, ada pekerja proyek ini yang menjadi korban penculikan dan si penculik meminta tebusan.
"Daerah-daerah konflik yang agak tinggi intensitasnya kita menghadapi berbagai penculikan. Diculik kita tebus lagi, pekerjanya diculik, jadi pekerja-pekerja Papua yang kita pekerjakan itu juga kadang disandera sama mereka," ujar Hediyanto.
Biaya penebusan untuk 4-5 orang pekerja yang diculik, kata Hediyanto, mencapai Rp 1 miliar.
"Pokoknya kita ada masalah di penculikan dan penangkapan pekerja, logistik juga. Jadi kalau kita punya alat ekskavator seharga Rp 1,5 miliar 1 buah, biaya angkat ke sana itu Rp 2 miliar, jadi kalau sudah sampai sana kita tidak akan pernah pulangkan lagi alat itu, sampai hancur alat itu di Papua itu, karena tidak mungkin diturunkan lagi, menurunkan lagi lebih mahal dibanding harga alatnya, mending beli alatnya, it's too difficult," papar Hediyanto.
Untuk target proyek, Hediyanto mengatakan, hingga 2019, pemerintah menargetkan jalan Trans Papua sudah terbangun sekitar 900 km. Meski tidak semua beraspal, namun dari kerikil dan tanah.
Soal biaya, hingga 2019 dibutuhkan biaya Rp 30 triliun untuk pembangunan Trans Papua, atau setiap tahun membutuhkan sekitar Rp 6 triliun.
"(Trans Papua) harapannya orang bisa berkomunikasi antar kabupaten, meningkatkan ekonomi tentu, aksesibilitas tinggi, yang di pegunungan bisa terkomunikasi dengan pantai," jelas Hediyanto.
"Yang sekarang semen harganya Rp 1 juta/sak, bisa diturunkan jadi Rp 100 ribu/sak," kata Hediyanto.
Dia menjelaskan, pekerja untuk proyek Trans Papua diambil dari Jakarta dan juga Papua. (Detik)
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Kamis, 03 Maret 2016
Kendala Pembangunan Jalan Trans Papua Mulai dari Pekerja Diculik hingga Ekskavator Harus Dipreteli
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
Kapal berteknologi tercanggih TNI AL saat ini, KRI Klewang-625, terbakar di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga berita i...
-
Masih ingat dengan drone combatan yang tengah dirancang Indonesia? Ya siapalagi kalo bukan Drone Medium Altitude Long Endurance Black Eagle....
-
PT Pindad (Persero) telah mampu memproduksi produk militer kelas dunia. Mengadopsi teknologi dan ilmu dari Eropa dan NATO (North Atlantic T...
-
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60 persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020 mendatang, membawa implikasi ...
-
Sistem pertahanan Indonesia diciptakan agar menjamin tegaknya NKRI, dengan konsep Strategi Pertahanan Berlapis. SISTEM Pertahanan Indonesi...
-
Pengakuan soal ketangguhan Tentara Nasional Indonesia di hadapan militer dunia lainnya seakan tak habis-habis. Setelah kisah Kopaska AL ata...
-
Mayor Agus Harimurti Yudhoyono Brigif Linud 17 Kostrad mendapatkan penghormatan, menjadi pasukan AD pertama yang menggunakan Ba...
-
Kementerian Pertahanan saat ini menunggu kedatangan perangkat alat sadap yang dibeli dari pabrikan peralatan mata-mata kondang asal Inggris,...
-
Menurunnya visi kemaritiman bangsa Indonesia setelah era Presiden Sukarno disebabkan karena masih melekatnya visi kontinental yang terpatri ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar