HADIYANTO / ANTARA Brutalitas anggota TNI tidak cukup hanya diserahkan penyidikannya pada internal TNI, apalagi kepolisian jelas tidak punya akses dan mentalitas untuk menyidik anggota TNI. |
”Supaya jelas, jangan sampai hukum militer itu dianggap diselesaikan oleh militer, maka di Indonesia tidak boleh ada lagi hukum rimba, hukum jalanan atau main bunuh,” ujar Dimyati di Jakarta, Minggu (24/3).
Dimyati yakin, hukum militer bisa dimasukkan dalam KUHP. Sebab, menurutnya, hukum militer berkaitan dengan Mahkamah Agung (MA).
”Bisa juga dimasukan. Kita lihat pra acaranya karena itu kaitannya dengan MA. Nanti ada juga MA kamar militer namanya. Jadi dengan sendirinya memang mengatur peradilan militer itu,” katanya.
Menurut Ketua SETARA Institut, Hendardi, brutalitas anggota TNI tidak cukup hanya diserahkan penyidikannya pada internal TNI, apalagi kepolisian jelas tidak punya akses dan mentalitas untuk menyidik anggota TNI. Suatu tim investigasi eksternal yang kredibel bisa menjawab kebuntuan ini.
“Jangan sampai impunitas terus melekat pada anggota TNI,” tegas Hendardi.
Menurut Hendardi, penyelidikan ini harus menjadi momentum bagi reformasi peradilan militer yang sampai saat ini masih meletakkan TNI sebagai yang tidak tersentuh hukum pidana umum.
”Kalau membunuh terkait tugasnya sebagai tentara gak masalah diperadilan militer. Tapi kalau menyerang LP dan membunuh tahanan masak di peradilan militer juga, Yang bener saja?” tandasnya. (Jurnas)
Kalau dalam keadaan darurat NKRI hukum apa yg diberlakukan, harus jelas dlm UU negara (jangan spt AS menyerang libia/afghanistan yg berlaku hukum rimba) dan biasanya yg diberlakukan adalah hukum militer kalau tdk salah. Kalau belum ada hrs segera di buat oleh pemerinta, segera diajukan ke DPR dan hrs disosialisasikan ke masyarakat.
BalasHapus