Lapas Cebongan Sleman |
Adrianus tidak sependapat kalau persoalan munculnya konflik TNI-Polri akibat ketimpangan kesejahteraan sehingga menimbulkan kecemburuan. Menurutnya, secara struktur kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 persen, dan Polri hanya 15 persen anggaran.
“Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,” ujarnya.
Sementara pengamat militer, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan kalau pemerintah gagal mengungkap konflik kekerasan tersebut berarti negara dikalahkan oleh kekuatan di luar negara. Menurut dia, munculnya kekuatan di luar instutusi negara makin mempertegas bahwa pemerintah tidak mampu mengendalikan aktor-aktor negara yang justru menciptakan ketidakamanan dan ketidaknyamanan masyarakat.
“Yang mengontrol semua kendali keamanan adalah pemerintah, sehingga ironis kalau TNI/Polri justru menciptakan instabilitas dan ketidakamanan,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa kalau Pangdam Diponegoro menyatakan tidak adanya keterlibatan Kopassus, maka itu harus dibuktikan di depan hukum.
Dalam kondisi demikian, ujar Jaleswari, Presiden SBY harus memanggil Panglima TNI dan Kapolri untuk menyelesaikan penembakan tersebut. Dengan demikian, siapapun yang terlibat harus ditindak tegas. “Kalau penembakan itu berangkat dari kasus penusukan anggota Kopassus, seharusnya jauh-jauh hari kemungkinan penyerangan itu bisa diantisipasi,” ujarnya. (Pikiran-Rakyat | JKGR)
Kalau tahu tinggal dilaporkan aja, jangan omdo dan jangan menanbah masalah menjadikan semakin ruwet.
BalasHapus