Rupanya, di Pulau Sambu itu, Harun Said dan Usman Haji Mohamed Ali menyiapkan perbekalan sebelum melakukan tugas negara di Singapura. Dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) TNI Angkatan Laut itu selain merancang penyusupan ke perairan negeri Singa dari pusat penyimpanan minyak itu, menyiapkan rute kabur lewat terowongan.
Rencananya, jika pengeboman Orchad Road terlaksana, maka keduanya kembali ke pulau itu lantas menyusup melalui goa buatan tersebut. Apa daya, selepas melaksanakan tugas pada 10 Maret 1965, Usman dan Harun tertangkap dan tak berhasil kembali ke Pulau Sambu.
Cerita soal terowongan ini dituturkan oleh Operation Head Terminal BBM Sambu Sabarudin Abadi Baros. Pria 44 tahun tersebut mengatakan lokasi terowongan terletak di sisi timur pulau. Persisnya di bawah pos pengamatan Pertamina di atas bukit kecil yang langsung berbatasan dengan perbatasan laut Indonesia-Singapura.
Baros, demikian dia disapa, mendapatkan kisah Usman-Harun dari personel TNI tua yang berjaga di pulau kecil itu. Terowongan ini kabarnya digali pemerintah Kolonial Belanda buat menghadapi serbuan tentara Jepang di Perang Dunia II.
"Sekarang terowongan itu sudah kita timbun, tapi kabarnya panjangnya sampai tiga kilometer," ujarnya kepada wartawan, Kamis (13/2).
Sambu pertama kali dikembangkan jadi pangkalan minyak oleh otoritas kolonial bersama perusahaan migas Shell padan 1897. Lokasinya strategis, hanya berjarak 30 menit naik kapal dari perairan Singapura.
Selain itu, karena posisinya persis di lintasan Selat Malaka, perdagangan hasil minyak mudah dilakukan. Selepas Indonesia merdeka, Sambu diserahkan pemerintah buat dikelola Pertamina.
"Pulau ini seperti benteng, dan banyak jalur kecil, makanya dipilih oleh Usman dan Harun buat melakukan persiapan penyerangan," kata Baros.
Kini terowongan yang jadi saksi bisu konfrontasi Indonesia dan Federasi Malaya itu sudah dipenuhi semak belukar. Mulut goa buatan tersebut hampir tak terlihat, jadi seperti karang biasa.
Petugas Pertamina pernah menemukan sisa-sisa terowongan itu, tapi tak utuh sampai tiga kilometer seperti cerita yang beredar. Jika data panjangnya valid, maka terowongan itu menghubungkan tepi pantai hingga kawasan operasional bunker minyak.
Baros mengatakan, karena Sambu sehari-hari dipenuhi aktivitas penyimpanan dan distribusi migas Pertamina, wajar bila fakta sejarah di sana kurang diperhatikan warga sekitar.
"Saya juga kurang tahu apakah pemanfaatan Sambu sebagai basis serangan itu inisiatif (Usman dan Harun) atau perintah TNI," akunya.
Aksi dua prajurit marinir itu menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang. Ketika itu, Usman dan Harun menjalani tugas dalam Operasi Dwikora saat konfrontasi pemerintah Indonesia dengan Malaysia, sebelum Singapura memisahkan diri.
Penamaan kapal perang terbaru TNI AL menggunakan nama keduanya menimbulkan ketegangan diplomatik. Pejabat bidang pertahanan Singapura menilai langkah pemerintah Indonesia tak pantas, lantaran memberi penghargaan pada teroris.
Sebaliknya, TNI dan pejabat di Tanah Air cuek dengan kritikan pedas negeri singa itu. Usman dan Harun saat itu bukan murni melakukan terorisme, tapi menjalankan tugas negara. Apalagi, ada 1973, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Kuan Yew telah menaburkan bunga ke makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Sehingga masalah itu seharusnya sudah selesai. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar