foto : nationmultimedia.com |
"Dalam pengelolaan lintas perbatasan persoalan batas negara adalah sebagai penghubung dan bukan pemisah," katanya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia pada lokakarya "Pencarian Model Tata Kelola Lintas Perbatasan Berbasis Connectivity and Common Prosperity: Studi Kasus Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia", ASEAN Connectivity 2015 diharapkan juga bisa membantu mengatasi isu-isu sensitif politik keamanan bersama.
"Konektivitas, baik di sektor politik keamanan, ekonomi maupun sosial budaya diharapkan mampu membantu menciptakan kawasan kemakmuran ekonomi bersama," katanya.
Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) TH Soesetyo mengatakan ada beberapa persoalan dalam pengelolaan lintas batas negara antara Indonesia dengan Malaysia.
Persoalan itu di antaranya pelintas batas, sarana dan prasarana, dan manajemen lintas batas. Contohnya, maraknya jalur tikus, kesenjangan sosial ekonomi, dan kebutuhan perlindungan para pelintas batas tradisional maupun keberlangsungan sumber kehidupannya.
"Di sisi lain ada kebutuhan peningkatan pengawasan lintas batas. Namun, dilema keterbatasan sarana-prasarana di pos lintas batas maupun pengamanan masih saja terjadi," katanya.
Dosen Fakultas Geografi UGM M Baiquni mengatakan pembangunan yang berjalan saat ini termasuk di daerah perbatasan tidak jarang menimbulkan keterbelakangan.
Untuk itu, sebagai salah satu strategi pembangunan di daerah perbatasan perlu diakomodasi unsur-unsur lokal yang ada. Pusat itu bukan hanya di Jakarta, tetapi ada pusat-pusat di daerah pinggiran itu yang perlu diakomodasi.
"Selain itu pembangunan di daerah perbatasan perlu memperhitungkan pula karakteristik geografi, misalnya di Kalimantan. Dengan demikian bisa dipetakan daerah mana yang cocok untuk kawasan konservasi atau untuk dijadikan kawasan bisnis (ekonomi)," katanya.
Sumber : ANtara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar