Soekarno - Hatta |
"Dengan kata lain, sejarah tetang peran dan kontribusi Soekarno-Hatta di masa perjuangan kemerdekaan hingga proklamasi, sedikit terlupakan karena penilaian dan pandangan politik antar rezim," ujar Mahfudz kepada wartawan, Rabu (7/11).
Politisi asal Partai Keadilan Sejahtera ini juga beranggapan Soekarno-Hatta merupakan tokoh yang jauh lebih penting dibanding pahlawan lainnya.
"Soekarno-Hatta adalah tokoh besar republik, yang sebenarnya jauh lebih besar peran dan kontribusinya dibanding sederet tokoh lain yang sudah dapat gelar pahlawan nasional," jelasnya.
Meski terlambat, lanjut Mahfud, keputusan pemerintah memberikan gelar pahlawan itu tetap harus diapresiasi.
"Karena Ini bukanlah kewajiban pemerintahan atau siapapun, tapi menjadi kewajiban negara terhadap proklamator kemerdekaannya," tutupnya.
Hapuskan stigma terhadap Bung Karno
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk meninggalkan segala stigma kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kecintaan, penghormatan dan penghargaan kepada kedua Bapak dan Guru Bangsa tersebut.
Hal itu dikatakan SBY saat memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno dan Bung Hatta di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/11). Hadir mewakili keluarga Bung Karno, Guntur Soekarnoputra dan Meutia Hatta dari keluarga Mohammad Hatta.
"Kita tinggalkan segala stigma dan pandangan yang tidak positif, yang tidak perlu dan tidak semestinya," kata SBY.
SBY mengatakan, sebenarnya rakyat Indonesia melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan ketetapannya juga telah menghapuskan stigma yang mungkin ada terhadap Bung Karno.
"Mari kita pedomani dan laksanakan apa yang menjadi kehendak rakyat itu. Saya punya keyakinan, bahwa setiap pemimpin hakikatnya ingin berbuat yang terbaik untuk bangsa
dan negaranya," ujar SBY.
"Setiap pemimpin memiliki niat baik dan pikiran jernih untuk membuat bangsanya bersatu, rukun dan maju. Hal ini tentu ada pada sosok Bung Karno dan Bung Hatta. Sungguh, beliau berdua, adalah Pahlawan Nasional dan Tokoh Besar bangsa Indonesia," imbuh SBY.
Seperti diketahui, nama Soekarno pernah tercemar karena dituduh terlibat dalam pemberontakan 30 September 1965. Hal itu tertulis dalam pertimbangan TAP XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
"Bahwa ada petunjuk-petunjuk, yang Presiden Sukarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G-30-S/PKI," demikian bunyi ketetapan yang dikeluarkan 12 Maret 1967.
Tidak hanya itu, TAP XXXIII/MPRS/1967 juga turut menyeret-nyeret pendiri Partai Nasional Indonesia itu ke persoalan hukum. Dalam BAB II ketetapan tertulis, "Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden."
Setelah memerintah, Soeharto memang tidak melakukan tindakan hukum terhadap Soekarno. TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003, yang meninjau TAP MPR dari 1960 sampai 2002, juga sudah menyatakan TAP XXXIII/MPRS/1967 tidak memerlukan tindakan hukum apapun.
Sumber : Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar