Selasa 4 Februari 2014 menjadi hari penting yang lain bagi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Setelah berhasil menguasai iptek di bidang satelit mikro dan peroketan, lembaga litbang di bawah Kementerian Ristek ini mulai menapak ke iptek penerbangan tingkat advanced. Hal itu ditandai dengan uji terbang perdana glider performa tinggi Stemme S15 sebagai langkah awal menuju perancangan sistem air-surveilance yang baru bagi Indonesia.
Hari itu, glider ramping bermesin tunggal dengan rentang sayap 18 meter tersebut diterbangkan oleh Capt. Irwan dari Balai Kalibrasi Kementerian Perhubungan mengitari Curug, Banten, disaksikan pimpinan Lapan. Dengan wahana dua awak yang bisa terbang hingga 20 jam ini, Lapan berharap dapat menyusun sistem pemantau khusus untuk misi pertahanan dan pemetaan yang mobile, efektif dan efisien bagi wilayah luas.
Merujuk evolusi sistem pengamatan udara taktis di berbagai negara maju, penggunaan pesawat terbang Hi-Altitude Long Endurance memang telah semakin populer. Jika dengan satelit misi pemantauan diketahui rentan halangan awan, hal ini bisa direduksi dengan bermanuver di bawah awan. Setelah menguasai performa S15, Pusat Teknologi Penerbangan Lapan rencananya akan mencangkokan perangkat flight control dengan kendali jarak jauh agar bisa pula diterbangkan tanpa awak.
Pilihan atas Stemme S15 dijatuhkan setelah tim teknis mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan kandidat lain seperti Diamond DA42 MPP, Diamond DA40 NG, Diamond HK 36 MPP dan Cessna 172R. S15 adalah varian pesawat glider bermotor rancangan khusus Stemme dirancang untuk misi surveillance atau pemantauan udara. Sayapnya telah diperkuat untuk menenteng perangkat seperti FLIR dan kamera video untuk patroli udara dan monitoring lingkungan.
Mendukung kapal perang
Untuk tahap pertama, sistem pemantauan udara berbasis S15 ini akan dikerahkan untuk mendukung kapal perang TNI AL dalam operasi pengamanan wilayah perairan. Dengan kecepatan jelajah hanya 220 km/jam, salah satu produk andalan Stemme UMS, Strausberg, Jerman ini, bisa memantau wilayah sejauh 3.000 km dari ketinggian 400-2.000 meter dengan stabilitas aerodinamik yang amat tinggi.
“Kami sudah berdiskusi dengan pihak TNI AL. Pesawat seperti ini bisa menggantikan fungsi kapal ukuran medium. Dengan demikian mereka cukup fokus ke kapal perang besar sebagai kapal komando dan kapal-kapal kecil sebagai kapal kombatan. Untuk memantau wilayah perairan Indonesia, kami pikir cukup dikerahkan empat pesawat seperti ini. Data pantauan bisa dikirim riil-time ke kapal komando,” ungkap Kepala Pustekbang Dr. Gunawan S. Prabowo kepada Angkasa di Jakarta.
Ditambahkan, pihaknya tengah berusaha menyiapkan sistem air-surveillance dengan mobilitas yang amat tinggi. Untuk keperluan ini, baik sistem kendali jarak jauh maupun wahana telah dirancang bisa dimasukkan ke dalam kontainer khusus sehingga bisa dikirim ke berbagai tempat.
Dari operational requirement yang pernah dipaparkan, Pustekbang juga akan mengaplikasikannya sebagai pesawat riset pemula, wahana untuk verifikasi dan validasi data citra satelit, pemotretan foto udara, monitoring dan pemetaan daerah banjir, pemantauan titik panas kebakaran hujan, serta misi riset Lapan lainnya.
Angkasa mencatat, perancangan sistem air-surveillance berbasis S15 ini merupakan proyek ketiga Pustekbang terkait program penguasaan iptek penerbangan. Sementara sebagian enjinirnya dikerahkan untuk menguasai reverse-engineering S15, tahun ini juga sebagian enjinir lainnya diterjunkan untuk merampungkan rancang bangun pesawat komuter N219. Komuter 19 penumpang yang digarap bersama PT Dirgantara Indonesia ini ditargetkan rampung pada 2015.
Sebelum ini mereka telah merampungkan sejumlah pesawat tanpa awak (UAV) ukuran kecil untuk mengasah kemampuan perancangan sistem kendali jarak jauh untuk kontrol penerbangan. ( Adrianus Darmawan | Angkasa )
Strategi Militer Indonesia - Menyuguhkan informasi terbaru seputar pertahanan dan keamanan Indonesia
Cari Artikel di Blog Ini
Senin, 10 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 13 May 2014 Mengintai Jendela Tetangga: LAGA RAFALE TNI AU vs RAFALE TUDM Sejatinya, hari ini adalah...
-
TNI AL terus berbenah memperbaiki armada kapal perang mereka agar semakin disegani dan berwibawa. TNI AL harus memutar otak di tengah keterb...
-
Masih ingat dengan drone combatan yang tengah dirancang Indonesia? Ya siapalagi kalo bukan Drone Medium Altitude Long Endurance Black Eagle....
-
Kapal berteknologi tercanggih TNI AL saat ini, KRI Klewang-625, terbakar di dermaga Pangkalan TNI AL Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga berita i...
-
Dogfight adalah bentuk pertempuran antara pesawat tempur, khususnya manuver pertempuran pada jarak pendek secara visual. Dogfighting perta...
-
Sistem pertahanan Indonesia diciptakan agar menjamin tegaknya NKRI, dengan konsep Strategi Pertahanan Berlapis. SISTEM Pertahanan Indonesi...
-
Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri ...
-
Mayor Agus Harimurti Yudhoyono Brigif Linud 17 Kostrad mendapatkan penghormatan, menjadi pasukan AD pertama yang menggunakan Ba...
-
Kementerian Pertahanan saat ini menunggu kedatangan perangkat alat sadap yang dibeli dari pabrikan peralatan mata-mata kondang asal Inggris,...
-
PT Pindad (Persero) telah mampu memproduksi produk militer kelas dunia. Mengadopsi teknologi dan ilmu dari Eropa dan NATO (North Atlantic T...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar